Share

Red box

Myesha Abigail,

Dalam kantor catatan sipil adalah calon istrinya, meskipun hubungan ini terlihat seperti transaksi bisnis dan tidak dilandasi oleh cinta, Kylie sudah cukup bersyukur dia bisa berpikir jernih malam itu dan menerima lamaran bosnya.

Agak aneh memang menerima lamaran pernikahan dari seorang wanita, tapi aneh dalam artian yang baik. Awalnya Kylie tidak pernah berpikir sampai kesana mengingat penampilan tangguh pihak lain, dia bahkan sempat berasumsi bahwa Myesha akan melajang seumur hidupnya atau menikahi wanita.

Karena di negeri merah putih ini, wanita kuat kebanyakan akan dikecam oleh stereotip masyarakat. Sangat sedikit laki-laki yang bisa menerima bahwa pasangan mereka lebih stabil secara finansial dan emosional, karena itulah banyak dari mereka yang berakhir dengan perceraian.

Kylie sendiri tidak mengerti kenapa kebanyakan laki-laki membenci wanita karir yang tangguh dan lebih dominan, bukankah bagus jika pasangan mereka tidak merengek manja sepanjang hari dan bisa melindungi diri sendiri?

Memang benar bahwa naluri pria untuk melindungi mahluk rapuh seperti wanita sangat sulit untuk dikontrol, tapi yang dimaksud lemah dan rapuh disini bukanlah lemah dalam segala hal, melainkan lebih sensitif dalam perasaan yang lantas dikategorikan sebagai suatu kelemahan.

Memangnya siapa juga yang membuat peraturan bodoh bahwa wanita hanya diwajibkan untuk mengurus anak dan rumah, tidak mandiri secara finansial, dan hanya cantik saja? Bukankah setiap manusia pasti memiliki keinginan untuk suatu pencapaian dan kepuasan diri oleh tangan mereka sendiri? Sangat tidak adil jika hanya pria saja yang diizinkan untuk bebas mencapai tujuan mereka.

Kalau para patriarki itu beralasan khawatir tentang siapa yang bertugas membersihkan rumah, memasak, mengurus anak dan sebagainya. Bukankah ada jasa pembantu rumah tangga, penitipan anak, pengasuh anak, katering dan layanan pesan antar? Hitung-hitung mereka membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran, membantu masyarakat kelas bawah yang tidak memiliki skill khusus, dan menaikkan taraf hidup masyarakat kelas bawah.

Kalau mereka tidak bisa melakukannya karena terhalang oleh tembok ekonomi, lalu kenapa mereka tetap memaksa istri mereka untuk berhenti bekerja? Seharusnya saat mereka meminta istri mereka berhenti membantu urusan finansial, para pria wajib stabil secara ekonomi dan mau bekerja dua kali lipat lebih keras sebagai tulang punggung keluarga.

Jika pria bersikeras mengatakan bahwa tugas wanita hanya mengurus rumah dan anak, maka wanita juga harus bisa membalas dengan bersikeras bahwa tugas pria adalah mencari uang sebanyak-banyaknya dan mendidik anak mereka. Hubungan yang baik tidak boleh berat sebelah agar bisa berlangsung lama, kedua belah pihak juga harus membuka pikiran, telinga dan mata mereka untuk menyelesaikan urusan rumah.

Enak sekali jadi pria, tinggal setor sperma dan bekerja serabutan yang bahkan tidak sampai malam tanpa harus melakukan apa-apa lagi selain itu. Tapi mereka menuntut agar wanita bisa melakukan segalanya mulai dari memasak, bersih-bersih, membuat kue dan camilan, melahirkan anak, mengurus anak, mendidik anak, menjahit baju, mencukupi kebutuhan dapur, mencuci baju, dan dituntut untuk tetap segar dan cantik setelah satu hari yang sangat melelahkan itu.

Jika pria benar-benar berpikir bahwa wanita adalah mahluk lemah, seharusnya mereka tidak memaksa wanita untuk bekerja sekeras budak. Sementara mereka yang sejak sore hari menganggur atau cuma duduk seharian di kantor, hanya tinggal menunjuk jari dan memerintahkan istri mereka yang sudah kelelahan seperti memerintah budak gratisan.

"Eli, bos Eli!"

Bisikan yang penuh penekanan itu menyadarkan Kylie dari lamunan random, bulu matanya yang lentik dan panjang berkedip beberapa kali untuk mencerna situasi. Aura gelap yang disebabkan oleh pikiran anehnya perlahan menarik diri sebelum lenyap sama sekali, dadanya bergerak naik-turun untuk menenangkan diri dan menjawab singkat.

"Mn."

Pria lain yang bertubuh lebih berotot darinya itu melirik pintu masuk gedung tempat mereka syuting film dan terlihat panik,

"Bos, sejak kapan Sofia dekat dengan Nona Abigail?"

Kylie dengan cepat menoleh ke pintu dan benar saja, ada Myesha disana. Bosnya itu sedang memegang pundak Sofia yang bertubuh lebih kecil darinya, sebelah tangannya menggenggam sebuah kotak beludru merah seukuran dompet yang mencolok. Jika dilihat dari sudut pandang orang lain yang mayoritas berpikiran terbuka, bisa dipastikan bahwa ini terlihat seperti nona CEO sedang melamar seorang asisten kecil menggemaskan.

Bahkan ada beberapa staff pria yang mengambil gambar tanpa izin dan melompat kegirangan, seperti paparazi. Sementara staff wanita merona dan merapat di sekitar fokus perhatian, membentuk lingkaran seolah sedang menonton drama.

Tanpa dikomando, Kylie beranjak dengan cepat dari bangkunya dan berlari menuju calon 'suami'nya. Kerumunan orang yang melihat tokoh utama mereka berlari ke objek yang menjadi pusat perhatian, dan tanpa memedulikan penampilannya yang sedang memakai kostum tentara untuk keperluan syuting dengan segera membelah diri.

"Nona Abigail!" Serunya, mencoba menarik perhatian sang CEO.

Myesha berpaling dari Sofia dan mengangguk sopan untuk menanggapi Kylie,

"Selamat sore, Kai." 

"Selamat sore." Balas pria itu.

Sofia memberi keduanya senyum penuh arti dan dengan tenang undur diri, mengubah fokus perhatian pada dua orang yang sama-sama terlihat luar biasa. Benar saja, setelah asisten kecil itu menyingkir, kerumunan segera terkesiap melihat kombinasi dua orang yang sangat 'tinggi' dan membekukan suasana.

"Bisakah aku dengan lancang meminta kalian semua untuk memberikan sedikit ruang?" Ujar Kylie, tanpa basa-basi atau senyum ramah sedikitpun. Matanya yang tajam menatap satu persatu wajah orang-orang ini, memancarkan sinar yang dingin dan mengerikan.

Kerumunan orang langsung merasakan bulu roma mereka berdiri dan ingin segera angkat kaki dari sana, hendak memberikan ruang sebanyak mungkin bagi sang Kaisar film untuk berbicara secara pribadi dengan sang Maharani. Tapi eksistensi sang Maharani itu sendiri membuat sepasang kaki orang-orang ini terpaku di tanah, tidak bisa digerakkan sekalipun mereka ingin cepat-cepat pergi dari sana.

"Tunggu apa lagi?" Perintah Kylie seenaknya, kesal karena orang-orang ini tidak segera menyingkir dan tetap diam ditempat seperti keledai kayu.

Myesha menghela nafas panjang melihat betapa tidak sopannya Kylie, tapi dia juga sedikit memahami rasa kesal pria itu. Dia juga tidak memiliki banyak waktu, karenanya dia ingin menyelesaikan urusannya disini secepat mungkin. Tapi jika dia secara gegabah mengutarakan tujuannya pada Kylie, nama mereka berdua bisa dipastikan akan menghiasi halaman gosip selama satu bulan penuh, dan itu sungguh merepotkan. 

Karena bisa dipastikan mereka harus membuat klarifikasi disana-sini dan menegaskan hubungan mereka, membuat masyarakat berpikiran sempit membuat berbagai macam drama picisan tentang kisah mereka.

Sang wanita menjentikkan jarinya untuk mendapatkan fokus kerumunan, gaun bisnis monokrom miliknya membuat Myesha terlihat lebih kaku dibandingkan biasanya, tapi juga membuatnya terlihat lebih kuat.

"Semuanya, lihat restoran China disana?" Tanya Myesha retorik.

Kerumunan segera mengalihkan perhatian pada restoran China yang terlihat sangat mencolok, tapi juga menguarkan aroma khas masakan timur yang sangat menggugah selera. Lentera cantik tergantung disana-sini, ada juga miniatur pohon Ginkgo di sebelah kiri pintu dan plakat nama yang entah tertulis apa disebelah kanan pintu. Sayangnya restoran itu terkenal cukup mahal dibandingkan dengan restoran lain di lokasi mereka syuting, terlepas dari makanannya yang juga terkenal enak dan tidak pernah mengecewakan. Mereka segera merasakan krisis kepercayaan diri begitu melihat dompet masing-masing.

Perhatian kerumunan itu perlahan kembali pada Myesha, menatap wanita itu takut-takut, tidak mengerti sedikitpun tentang apa maksud dari perintahnya untuk meminta mereka menatap tempat yang menunjukkan betapa kejamnya kesenjangan ekonomi dan sosial.

Myesha merogoh dompetnya yang terbuat dari kulit dan mengeluarkan black card dengan santai, menatap Sofia yang terlihat murung disudut, memberi gestur agar asisten kecil itu mendekat. Perempuan berkacamata itu dengan patuh menurut dan berjalan mendekat seperti anak baik, menatap wajah super cantik Myesha untuk menerima perintah. 

Sang CEO menarik lembut pergelangan tangan Sofia dan meletakkan black card itu ke telapak tangan si gadis, Sofia sontak melotot terkejut dan refleks menarik lengan Myesha untuk mengembalikan kartu itu. Sofia berseru panik dengan keringat dingin dan terbata-bata,

"Nona Abigail, apa yang-"

Tapi Myesha kembali meletakkan kartu itu ke tangan kecil Sofia dan dengan enteng berkata,

"Ajak teman-temanmu makan siang disana."

Kerumunan itu tersentak bersamaan dan menatap wajah lelah satu sama lain akibat melupakan makan siang mereka, Sofia adalah satu-satunya yang masih berhasil mengendalikan diri dan terburu-buru menolak,

"Saya tidak berani! Nona, saya-"

"Ini perintah" Mutlak Myesha, tidak ingin mendengar alasan orang lain lebih jauh.

Satu orang di kerumunan, lebih tepatnya dari pihak kru segera berseru,

"Nona Abigail, terimakasih atas kemurahan hati anda!"

Sang sutradara juga ikut berseru dengan riang, kumisnya bahkan bergetar saking senangnya dia

"Nona Abigail, terimakasih atas kunjungannya! Terimakasih juga atas traktirannya!"

"Nona Abigail, terimakasih!" Yang ini pemeran utama wanita, matanya berbinar senang karena akhirnya dia bisa lepas dari Kylie yang menurutnya sangat menakutkan. Karena keduanya adalah pemeran utama dalam film, maka mereka diharuskan untuk tetap bersama demi membuat hype, dan dia merasa sangat tidak nyaman. Kehadiran Myesha benar-benar seperti penyelamat untuknya.

Kerumunan yang menemukan alasan menyenangkan untuk pergi dari sana segera menyeret Sofia yang terlihat masih bersikeras untuk menolak, membawa pergi gadis itu sebelum dia bahkan sempat untuk membuka mulut. Kerumunan itu bersorak gembira seiring keluarnya mereka dari gedung tempat pengambilan film, butuh sekitar satu menit sebelum tempat itu benar-benar dikosongkan.

"Nona Abigail, ada perlu apa?" Tanya Kylie.

"Sudah seperti ini dan kau masih memanggilku nona?" Tanya Myesha, keningnya sedikit berkerut akibat ketidaknyamanan yang dia rasakan dari panggilan itu.

Kylie yang menangkap maksud perkataan wanita itu merona secara terang-terangan, tangannya tanpa sadar menggaruk telinga

"Lalu aku harus memanggilmu apa?"

"Nama lengkapku adalah Myesha Abigail, jadi putuskan sendiri." Angkuh Myesha sambil bersedekap di tempatnya berdiri, menunggu.

"Uh ... Mia? Yeye? Abi? Ai? Sasha?" Ujar Kylie menyebutkan berbagai jenis panggilan apa yang dia dapatkan setelah mendengarkan nama lengkap wanita itu.

Tapi Myesha hanya semakin tajam mengerutkan keningnya, tidak senang dan bahkan terlihat seperti sedang menahan sebuah makian. Kylie panik dan tergagap, mulutnya bahkan membuka-buka tanpa sepatah katapun yang keluar dari sana. Alhasil, dia spontan kembali memuntahkan satu nama dengan lantang,

"ChaCha!"

Kening berkerut Myesha lenyap seketika dan diganti oleh wajah tanpa ekspresi yang biasa, Kylie gelagapan dan mengunci mulutnya sepenuhnya, diam dalam kecanggungan. Tepat setelah Kylie berpikir bahwa Myesha akan merobek mulutnya menggunakan high heels hitam milik wanita itu, Myesha justru sedikit memiringkan kepalanya,

"Terdengar lumayan."

Kylie menatapnya dengan berbinar,

"ChaCha?"

Myesha mengangguk setuju,

"Itu saja."

Bibir Kylie membentuk sebuah lengkungan senyum gembira, rasanya menyenangkan saat orang yang dia suka mengapresiasi seleranya dalam membuat suatu nama panggilan. Jadi dia tanpa sadar mengulangi panggilan itu beberapa kali lagi, untuk membiasakan diri kedepannya. Lucunya, setiap kali Kylie mengucapkan panggilan itu Myesha juga memberikan responnya.

"ChaCha."

"Hm."

"ChaCha ..."

"Hmm."

"ChaCha?"

"Ya?"

"ChaCha!"

"Ya."

Mood Kylie melonjak hingga ke titik maksimal, senyumnya melebar dan matanya semakin berbinar. Jantungnya berdetak kencang saat dia mengulangi pertanyaannya tadi,

"ChaCha, ada perlu apa?"

Myesha menyodorkan kotak beludru merah seukuran dompet itu ke hadapan Kylie,

"Untukmu."

Pria itu merona lebih parah dibandingkan sebelumnya, jantungnya juga berdetak gila-gilaan. Tapi dia masih memuntahkan sebuah pertanyaan untuk memastikan,

"Ini ... Cincin?"

"Hm? Bukan." 

Harapan Kylie runtuh seketika dan itu terlihat di wajahnya, matanya berkilat sedih dan ekor imajiner yang daritadi berkibas cepat dibalik punggungnya juga terkulai menyedihkan,

"Oh. Lalu apa?"

"Kartu akses dan kunci mobil." Enteng Myesha.

Tapi ucapan itu terdengar seperti petir di siang bolong bagi telinga dan pikiran Kylie, spontan pria itu berseru panik dengan wajah yang kembali merona antara malu dan marah,

"Kenapa? Kenapa memberikanku ini? Bukankah kau bilang kita akan menikah? Lalu kenapa kau justru memperlakukanku seperti sugar baby?"

Rentetan pertanyaan itu membuat Myesha menaikkan sebelah alisnya,

"Kau tidak suka? Karena aku wanita?"

"Bukan itu yang menjadi fokusku disini! Kita belum menikah, kenapa memberikanku hadiah yang begitu mahal?! Aku tidak bisa menerimanya begitu saja, aku belum memberikan apapun untukmu!" Jelas Kylie dengan berapi-api.

"Ini tidak mahal" Kesal si wanita.

"Tapi bagiku, ini sangat mahal!" Pekik Kylie, melupakan imejnya.

"Tidak. Ini kartu akses apartemen yang kutinggali selama ini, aku hanya memberikan cadangan kartu aksesnya padamu karena kita akan tinggal bersama setelah menikah." Klarifikasi Myesha.

"Ah ... Lalu mobilnya?" Kylie merasa sedikit lega mendengarkan penuturan wanita itu.

"Aku membayar setengahnya, setengahnya lagi bayarlah sendiri. Ini mobil impianmu 'kan? Karena kita akan menjadi mitra di masa depan, wajar bagiku untuk membantumu sedikit untuk mendapatkan apa yang kau mau. Aku tidak membayar secara total untuk menghindari kesalahpahaman yang tidak perlu, sekaligus untuk menghargaimu sebagai pria disini" jelas Myesha.

Kylie semakin merona, tidak menduga bahwa Myesha memperhatikannya sampai sejauh itu. Padahal Myesha hanya iseng membelinya sebagai hadiah tambahan untuk memenuhi kotak beludru merah, kebetulan saja Kylie pernah mengatakan tentang mobil itu di suatu interview. Oleh karenanya Myesha beradaptasi dan mengarang suatu alasan yang terdengar masuk akal.

Tapi tentu saja, Kylie tidak perlu tau akan hal ini.

Sampai tiba-tiba pikiran Kylie terfokus pada satu hak begitu melihat kartu akses yang sehitam malam dan berkilau secerah bintang itu, dia dengan terbata-bata kembali bertanya

"Kau ... Ingin aku pindah ke apartemenmu?"

Myesha mengangguk sebagai respon, Kylie kembali bertanya sambil masih terbata-bata.

"Kapan?"

"Besok. Bukankah lebih cepat untuk beradaptasi dengan satu sama lain jika seperti ini?"

Myesha mengatakannya dengan sangat santai, berterus terang tanpa rasa malu sedikitpun. Wanita ini benar-benar sesuatu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status