Kyle menekan kuat-kuat emosinya yang melonjak secara signifikan, dia tidak terima bahwa kualifikasinya dimata wanita ini hanya sebatas kecocokan dan dorongan pribadi. Tapi Myesha Abigail memang tipe orang yang seperti ini, jujur dan lugas. Meskipun Myesha mengenal eksistensinya hanya sebatas rekan kerja, tapi Kylie sudah mengenal wanita ini sejak lama sekali.
Dia membuka dan menutup mulutnya beberapa kali, tapi tak ada sepatah katapun yang keluar dari sana. Sedangkan Myesha masih menunggu keputusan Kylie dengan tenang tanpa paksaan, menghormati keputusan pihak lain. Untungnya jam kerja keduanya sudah berakhir, jadi menghabiskan waktu tanpa melakukan apapun seperti ini tidak akan merugikan siapa-siapa, hanya saja waktu istirahat mereka akan berkurang dibandingkan biasanya.
Kylie ingin menolak permintaan yang terdengar seperti pernikahan kontrak ini, tapi dia tidak akan bisa menahan diri jika suatu saat melihat pengumuman pernikahan Myesha dengan orang lain menggunakan matanya sendiri. Tapi pernikahan bukanlah sebuah permainan, bukan juga sekedar bermain rumah-rumahan. Karena itulah dia dengan ragu bertanya pada si wanita,
"Pernikahan yang anda maksud ini sebenarnya menikah yang seperti apa?"
Myesha menunjukkan ekspresi terganggu begitu mendengar pertanyaan itu, tapi dia tetap menjawabnya begitu mengingat bahwa orang ini adalah calonnya sendiri,
"Menikah ya menikah, hidup bersama dengan rukun dan saling menghormati sebagai pasangan."
Sontak manik hijau yang sempat layu itu berbinar kembali,
"Bukan pernikahan kontrak? Anda melamar saya secara sungguh-sungguh?"
Myesha menghela nafas untuk menyabarkan dirinya dari pria ini,
"Anda terlalu banyak membaca novel. Menikah ya menikah, pernikahan kontrak tentu saja tidak termasuk dalam kategori menikah."
Kali ini Kylie tersenyum lembut dan terlihat jauh lebih cantik dari sebelumnya, tapi dia masih tidak bisa menahan diri untuk kembali melontarkan pertanyaan
"Kita tidak berada dalam hubungan yang cukup akrab sebelumnya dan tidak saling mengenal, tidakkah anda pikir ini sedikit tidak etis?"
Myesha menatapnya tajam
"Anda tidak mengenal siapa saya?"
Kyle menekan keinginannya untuk tertawa,
"Anda adalah Myesha Abigail, 28 tahun, atasan saya."
Wanita itu mengangguk, lalu balas bersuara
"Anda sendiri adalah Kylie Elijah, 24 tahun, salah satu artis saya."
"Benar." Jawab si pria dengan senyuman,
Kedua orang itu mencapai konsensus secara diam-diam setelah menatap mata satu sama lain selama beberapa waktu, manik hijau emerald dan amber yang kontras kembali mencari keyakinan dibalik dua warna mata yang sangat berbeda.
"Saya kira kita sudah sepakat dan cukup saling mengenal, saya undur diri dulu. Maaf sudah membuang waktu anda, selamat malam."
Perkataan Myesha seolah memotong keheningan seperti logam yang memotong air tenang, membentuk riak yang menggetarkan permukaan hati seseorang. Kylie mengikuti pergerakan Myesha yang berdiri dari tempatnya, masih dengan senyuman di wajah cantiknya,
"Anda sama sekali tidak membuang waktu saya, karena itu selamat malam juga untuk anda. Mari saya antar."
"Tidak perlu, masih terlalu dini untuk menyodorkan diri." Sindir Myesha dengan kilatan geli di matanya.
Kylie sontak tertawa renyah dan berhenti menahan lonjakan emosinya, seperti yang dia duga wanita ini tidak seperti yang dirumorkan orang-orang sok tau itu. Dia jauh lebih mengenal Myesha, tapi dia tidak pernah melontarkan sepatah katapun agar para reporter tidak mengganggu kesibukan bosnya.
"Nona Abigail."
"Ya?"
Kylie mengangkat tangan yang memiliki simpul merah Myesha disana, menggoyang tangan itu untuk menggodanya sekaligus tertawa,
"Anda adalah pihak yang melamar saya terlebih dahulu, haruskah saya memanggil anda dengan sebutan 'suami'?"
Sudut bibir Myesha berkedut,
"Tidak perlu, kemarikan simpulnya."
Kyle berjalan mendekat dengan patuh seperti anak baik, bahkan kau bisa melihat telinga dan ekor imajiner yang bergerak cepat dengan antusias begitu menyerahkan tangannya. Myesha tidak menganggap serius gelagat aneh calonnya dan membentuk simpul itu menjadi sebuah cincin benang merah, sebelum melepasnya untuk disimpan di saku. Kylie menatapnya dengan tatapan penuh kekaguman, tapi dia juga merasa tidak enak karena terus menjadi pihak yang selalu menerima sesuatu.
"Nona Abigail, anda menyukai cincin yang seperti apa?"
"Emas putih dengan desain sederhana, kenapa?" Cueknya,
Kylie tersenyum lembut
"Saya juga ingin memberikan cincin, agar kita seimbang."
"Tidak perlu, saya bisa langsung membeli sepasang. Tidak perlu repot-repot." Ujar Myesha seraya melambaikan tangannya,
"Tidak merepotkan sama sekali, lagipula hubungan yang baik tidak boleh berat sebelah. Saya tidak bisa menjadi pihak yang selalu menerima dan membiarkan anda terus berusaha untuk memberikan saya segalanya."
Kening wanita itu berkerut,
"Harga diri anda terluka karena saya seorang wanita?"
Kylie melotot dan dengan cepat menyangkalnya,
"Mana mungkin! Bukan seperti itu! Anda salah paham!"
Myesha mengangkat sebelah alisnya
"Lalu?"
"Bukankah wajar bagi saya untuk membelikan anda sesuatu mengingat kita akan menjadi pasangan nantinya? Kalau saya selalu mengandalkan anda, maka saya pasti akan berubah menjadi pria pemalas menjengkelkan yang hanya bisa menuntut agar selalu dimanja dan dituruti. Bukankah anda benci tipe pria seperti itu?"
Myesha membayangkan adegan dimana dirinya kelelahan setelah bekerja lembur, lalu disodori pemandangan Kylie yang sedang berbaring malas dan langsung meminta mobil begitu bertemu pandang dengan mata Myesha. Hati wanita itu sontak menolak keras hubungan yang terlihat seperti kontrak perbudakan itu, dia langsung mengangguk dan membenarkan perkataan Kylie Elijah.
"Yah, pemandangan itu memang cukup menjengkelkan."
Dengan begitu Myesha mengeluarkan seutas benang merah lain dan menyodorkan tangannya kepada Kylie yang antusias, membiarkan pria itu membuat simpul merah serupa di jari manisnya. Kylie merasa barusan sang CEO sedang membayangkan kehidupan sehari-hari yang akan mereka jalani kedepannya, bibirnya kembali melengkungkan sebuah senyuman lembut saat mulai membuat simpul, baginya Myesha adalah orang yang sangat baik.
Pria itu menunduk menatap tangan mereka yang terjalin satu sama lain dengan simpul merah di jari manis sang wanita, otak cerdasnya dengan tak tau malu segera membuat ilusi bahwa yang berada di jari manis Myesha bukanlah sebuah simpul merah, melainkan cincin emas putih brand Tiffany yang elegan dan berkelas. Wajahnya merona membayangkan dirinya sendiri yang memasangkan cincin itu, sedangkan Myesha terlihat tenang-tenang saja.
"Sudah?"
Lamunan Kylie buyar seketika begitu mendengar pertanyaan pihak lain, dia mengangguk dan menarik cincin simpul merah itu dari jari manis Myesha,
"Sudah, maaf karena saya sempat melamun."
"Tidak apa-apa, mari saya antar." Ajak si wanita seraya membalikkan badannya dan berjalan menjauh.
Kylie bengong di tempat begitu mendengar ajakan calonnya, bukankah beberapa saat yang lalu Myesha menolak diantar olehnya? Lalu kenapa tiba-tiba wanita itu ingin mengantarnya pulang? Memangnya ada perbedaan antara diantar oleh Kylie atau mengantar Kylie?
"Kai, berhenti melamun di lobi."
Suara wanita itu bergema di lorong dan meresap jauh kedalam otaknya, Kylie dengan malu-malu berlari untuk menutup jarak diantara mereka berdua. Myesha menatap aneh pria yang sangat emosional ini, lonjakan emosinya benar-benar bisa dilihat dengan mata telanjang, sungguh pria cantik yang jujur. Kylie sendiri tersenyum senang dan berjalan beriringan bersamanya, dengan pikiran yang dipenuhi kabut merah jambu dengan nama panggilan yang diberikan Myesha untuknya.
Kai ... Dia menyukai panggilan itu.
"Apa bedanya diantar oleh saya dan mengantar saya?" Tanya si pria dengan penasaran.
"Berbeda." Jawabnya dengan singkat.
"Apa bedanya?" Kylie kembali bertanya.
"Saya menyita waktu anda, oleh karena itu saya harus bertanggung jawab."
Kylie mengangguk-angguk mengerti,
"Ngomong-ngomong ... Bagaimana jika seandainya saya menolak lamaran anda?"
Myesha menatapnya dan menjawab dengan enteng tanpa ekspresi,
"Jika anda tidak mau menerima lamaran saya, maka anda yang harus melamar saya."
Kylie tertawa renyah mendengar jawaban yang benar-benar khas Myesha,
"Jadi pada akhirnya kita tetap harus bersama?"
Wanita itu mengangguk tanpa berpikir,
"Begitulah."
"Kenapa?"
Myesha menatapnya seperti sedang menatap orang bodoh, hatinya diam-diam merutuki Kylie yang terlalu banyak bertanya. Tapi karena mereka kelak akan menjadi pasangan, tentu saja dia harus menjawab pertanyaan bodoh ini dengan jujur dan sabar,
"Karena itu adalah anda."
Kylie mematung sejenak dan berkedip polos beberapa kali, barusan apa yang sudah didengarnya?
"Apa?"
Myesha menatapnya dengan jengkel, pria ini benar-benar terlalu banyak bertanya dan sangat tidak efisien,
"Karena orang itu adalah anda, Kylie Elijah."
"......" Kyle tidak menjawab dan kembali menatap wajah Myesha dengan bingung, sepertinya dia ingin melontarkan pertanyaan satu kali lagi untuk memastikan bahwa dia tidak salah dengar. Karena perkataan yang menjurus ke arah gombalan itu sama sekali tidak terlihat seperti Myesha, atau mungkin bukan itu yang dimaksud oleh sang CEO? Myesha mungkin sama sekali tidak mencoba untuk melontarkan gombalan padanya, tapi perkataan singkat wanita itu membuatnya terdengar seperti itu. Untuk jelasnya, Kylie merasa bahwa dia harus bertanya.
Myesha yang melihat Kylie hendak membuka mulutnya untuk kembali bertanya merasa semakin jengkel, apakah memang harus dipastikan berkali-kali bahwa seseorang tidak salah mendengar sesuatu? Dia sudah berbicara terlalu banyak dengan Kylie, kenapa pria ini masih saja tidak memahami maksud dari perkataannya? Benarkah pria ini adalah orang baik dan pintar seperti yang diceritakan oleh ibunya dan diberitakan oleh media massa? Kenapa Myesha tidak sedikitpun melihat kecerdasan orang ini?
Wanita itu segera membuka mulutnya dengan tidak sabar untuk mencegah Kylie kembali melontarkan pertanyaan yang tidak perlu dan berulang-ulang,
"Karena saya suka tipe pria seperti anda, cantik dan penurut."
Tanpa latar belakang berpengaruh dan tidak mengetahui apapun tentang persoalan bisnis, sehingga Kylie tidak akan bermetamorfosa menjadi pria patriarki menyebalkan dengan harga diri tinggi yang tolol. Dengan pria sepolos Kylie di sisinya, posisi Myesha tidak akan tergantikan sebagai Maharani, dia tidak perlu menundukkan kepalanya atau menuruti semua perintah diktator pria seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Tentu saja Myesha menambahkan ini didalam hatinya sendiri, dia tidak selancang itu untuk melontarkan perkataan yang cukup menyakitkan pada orang baik ini.
Kylie dengan patuh menutup mulutnya begitu menyadari kilatan kesal dari manik amber Myesha, tidak berani melontarkan pertanyaan satu kali lagi dan hanya fokus untuk menenangkan diri. Jawaban wanita itu benar-benar jujur dan lugas, tapi juga terlalu sederhana untuk dijadikan alasan. Mungkin benar-benar ada sesuatu di keluarga aristokrat ini yang tidak diketahui orang lain, sesuatu yang membuat Myesha kesulitan dan harus meminta bantuannya yang tidak memiliki kedudukan apa-apa.
Bukan masalah, lagipula Kylie bukan orang yang serakah untuk menuntut orang lain mengerjakan sesuatu untuknya. Dia hanya ingin berhenti merasa lapar, kedinginan dan kecemasan. Panti asuhan tempat dia dibesarkan hingga berusia 17 tahun bukanlah lingkungan membesarkan anak yang baik, dari sekian banyak pengasuh disana hanya dua orang saja yang benar-benar merawat anak-anak.
Tapi lingkungan buruk itu membuat Kylie tumbuh menjadi anak liar diluar sana, seperti serigala berbulu domba. Pertemuan sekilasnya dengan Myesha sewaktu dia sedang mencuri itulah yang membuatnya berubah selamanya, wanita itu mungkin tidak mengingatnya. Tetapi Kylie akan selalu ingat pertemuan pertama mereka saat dia tanpa sengaja menjambret wanita itu, bukan pertemuan pertama yang bagus dan patut dibanggakan sebenarnya.
Namun tonjokan dan ucapan menusuk wanita itulah yang membuatnya introspeksi diri besar-besaran, menjadi motivasinya untuk melanjutkan sekolah sembari bekerja. Membuatnya ingin menjadi lebih dekat dengan wanita yang baru dia ketahui menjabat sebagai CEO perusahaan hiburan tiga tahun lalu, membuat Kylie banting setir menjadi seorang publik figur dibawah naungan sayapnya, hanya demi Myesha.
Kylie Elijah sang kaisar film, tidak akan pernah ada tanpa sosok Myesha Abigail. Jika dia tidak pernah bertemu dengan wanita itu, bisa dipastikan Kylie selamanya akan berada dalam masyarakat kelas bawah dengan banyak catatan kriminal yang membuatnya dibenci orang, bukan dicintai masyarakat seperti sekarang.
Bersambung
"Tidak bisa memuaskanku, huh?" Myesha terkikik geli dengan kepala yang bersandar di pundak Kylie.Pria itu mengutuk Sofia di dalam hatinya dengan wajah merona yang langka, dia berdehem canggung dan menyesuaikan imej didepan calonnya"Maaf, anak itu memang agak 4D.""4D?"Pria itu berhenti menatap Myesha, tidak menyangka bahwa akan ada sesuatu yang tidak diketahui oleh orang ini. Jadi dia berinisiatif menjelaskan"4D itu semacam tipe karakter orang yang agak diluar nalar, tapi masih dalam konteks yang humoris.""Begitu?"Kylie merasakan panas dingin di tubuh dan bertanya"Pekerjaanmu sudah selesai?"Wanita tersebut mengangguk"Ya, jadi aku ingin mampir."Kylie menatap huru-hara di tempat kerjanya dan merasa tidak enak"Masih tersisa satu set pemotretan, tidak apa-apa menungguku?"Lagi-lagi Myesha hanya mengangguk"Mn. Tidak apa-apa."Kylie menatap kedua tangan mereka yang berdekatan dan nyaris menempel, menahan diri untuk tidak menggenggam tangan pihak lain. Tapi matanya yang terus mel
"Maksudnya?" Kylie kebingungan.Membuat kakak Myesha membenci wanita?Kakak laki-laki Myesha Abigail, Reno Abigail? Pria idaman sejuta umat yang pesonanya bisa mengalahkan boygroup asal negeri tirai bambu?Kakak iparnya itu membenci wanita? Benarkah?Setiap perubahan mimik wajah Kylie tidak lepas dari pengamatan Myesha, tapi wanita itu tidak berminat untuk mengatakan sesuatu lebih dari ini. Lagipula mereka baru bertunangan secara tidak resmi dan baru mencoba untuk tinggal bersama, masih terlalu dini bagi Kylie untuk mengetahui semuanya.Pria itu sendiri terlihat paham bahwa Myesha tidak mau membicarakan persoalan yang menyakitkan bagi satu-satunya saudara sedarah itu, jadi dia dengan agak peka berkata"Jadi kenapa dia menelponmu? Jangan bilang ..."Myesha mengangguk, membenarkan asumsi apapun itu di otak tunangannya. Bibirnya membentuk garis lurus, dan mencibir"Wanita satu itu memang sangat tidak tau malu."Ah, Kirana Hasan pasti sedang mencoba jadi malaikat dengan menanyakan kabar R
Telepon Myesha berdering pada pagi hari itu, begitu si pemilik menatap nama yang tercantum disana, sorot matanya mendingin dengan benci yang menggumpal. Kebencian yang sekental darah dan sedalam nadi, tidak akan berlebihan saat orang mengatakan bahwa Myesha kemungkinan besar akan membunuh orang yang ada di seberang telepon.Kylie yang menatap wajah beku pihak lain yang lebih membekukan, dengan gerak alami mengintip nama orang bersangkutan di atas layar ponsel yang masih berdering, membuktikan betapa keras kepalanya pihak lain. Keningnya berkerut begitu dia berhasil membaca nama tersebut, yang hanya menunjukkan dua kata.Kirana HasanNama yang sangat lokal dan cukup tenar, Kylie bahkan beberapa kali berpapasan dengan penyanyi berhijab tersebut. Dia tidak akrab sebenarnya, bahkan tidak bisa disebut kenalan meskipun sama-sama berada di lingkaran hiburan. Kylie memiliki beberapa kesan hanya dari pertemuan mereka yang t
"CUT!!! Terimakasih atas kerja keras kalian!!"Teriakan sutradara yang menandakan berakhirnya proses pengambilan adegan untuk film laga, berjudul One more day yang dibintangi oleh Kylie Elijah sebagi pemeran utama pria dan Jennie Wandra sebagai pemeran utama wanita. Kylie yang dalam lakonnya sedang menangis histeris, secepat cahaya menjadi tanpa ekspresi. Seolah dia memiliki tombol on dan off untuk air mata sekaligus dalam meluapkan emosinya.Jennie yang sedang memainkan peran tertembak panah beracun dan berbaring di paha lawan mainnya, dengan pasrah menerima saat Kylie langsung menjatuhkan tubuhnya ke set yang berlumpur dengan tak berperasaan. Andai saja ini bukan film yang disponsori langsung oleh Myesha Abigail, dirinya akan menolak mentah-mentah beradu akting dengan sosok sejudes Kylie Elijah.Siapa juga yang mau dekat-dekat pria ganteng tapi bajingan sepertinya?Oh maaf, sebenarnya Kylie bukan bajingan. Pria itu hanya terlalu dingin saja, dan sering
Kylie menguap dengan sebelah tangan yang terus mengaduk sepanci kecil bubur, mengantuk karena tidak berani melanjutkan tidur setelah mimpi musim semi miliknya. Sementara sebelah tangannya mengaduk bubur, tangannya yang lain sedang memeriksa lalu lintas lingkaran hiburan yang berisik seperti biasa.Entah berita mengenai artis mana yang baru melahirkan anak, mana yang mengadakan siaran langsung selama upacara Akbar pernikahan, dan artis bau kencur mana yang sok menikah muda tapi berakhir dengan perceraian. Kylie segera mematikan layar ponselnya, tidak tertarik lagi untuk melihat tumpukan berita sampah tak bermutu seperti itu. Dia mau tidak mau jadi bertanya-tanya, sebenarnya kenapa masyarakat sini suka sekali mengulik kehidupan sehari-hari daripada memperbaiki diri?Yah lagipula bukan urusannya juga sih.Dia menuang bubur kedalam dua mangkuk berukuran sedang, memberinya irisan daging sekaligus acar sayuran, sebelum memberinya taburan da
Kylie tertegun dengan apa yang baru diucapkan Myesha, kenapa wanita seperti dia bisa dengan santai mengatakan hal-hal semacam ini pada pria seperti dirinya?Dia tidak masalah dengan perkembangan yang terlalu cepat seperti ini, karena bagaimanapun juga tubuhnya sudah lebih dari siap untuk melakukan sesuatu pada Myesha. Sayangnya dia memiliki perasaan yang cukup lembut seperti daun bawang, mengalahkan keegoisannya untuk memiliki Myesha sepenuhnya, saat ini juga.Kylie tidak merendahkan emansipasi, dia juga bukan seorang patriarki. Dia juga merasakan ekstasi dengan pemikiran bahwa Myesha akan berinisiatif untuk melunakkan hatinya, memberi kesempatan padanya untuk masuk lebih jauh dan tinggal. Tapi pertanyaan barusan benar-benar menggaruk nalurinya sebagai seorang pria, dia mau tidak mau terprovokasi dan ingin sedikit menunjukkan taringnya.Namun haruskah dia melakukannya?Myesha memang wanita yang tangguh dan tenang, tapi bukan berarti dia tidak bisa m