Share

Membuang Berlian

Penulis: Indira Hasya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-11 06:20:34

“Nin, kamu di mana?” Fajar mencari ke semua ruangan di vila itu, dia tidak menemukan istrinya.

Seharian kemarin mereka melakukan banyak hal bersama, main kejar-kejaran di pantai; membuat kue bersama dan banyak lagi kegiatan yang belum pernah mereka lakukan selama 10 tahun diakhiri dengan malam panjang penuh gelora. Fajar tidak pernah merasakan sebahagia ini selama 10 tahun. Dia merasa Anin berbeda dari biasanya.

Saat dia kembali lagi ke kamar, dia baru sadar kalau koper yang dibawa Anin sudah tidak ada. Fajar langsung memerikan lemari dan … benar juga, baju-baju Anin tidak ada, di lemari hanya ada bajunya dan juga ….

Dia mengambil map warna kuning yang ada di atas bajunya. Fajar membuka map itu, dia menegrutkan dahi saat membaca kop surat bertuliskan pengadilan agama.

Tubuh Fajar langsung lemas, dia mendesah pelan. Apa yang dikatakan Anin ternyata benar terjadi, dia meminta hadiah anniversary terakhir dan memberikan hadiah indah itu.

Tidak, Fajar berubah pikiran sejak semalam. Saat dia masin memeluk Anin, dia berjanji akan memperlakukan Anin lebih baik, dia merasa kalau selama ini terlalu abai pada Anin hingga tidak melihat sedikit pun sisi baik Anin.

Ingatannya kembali pada malam pertama mereka. Saat itu, Fajar sudah berjanji tidak akan menyentuh Anin karena dia tidak menerima pernikahan mereka. Pernikahan itu hanya sebatas bayar budi.

“Kamu harus tahu diri, Nin. Aku tidak cinta sama kamu, jangan berharap lebih,” ujarnya dengan penuh penekanan.

Anin hanya mengangguk lantas memilih tidur tanpa mendebat.

Bagi Fajar, Anin adalah wanita tidak menarik, selalu memakai pakaian longgar, tidak pernah merias wajah. Fajar tidak suka, karena Anin memang tidak menarik.

Berhari-hari mereka tidur bersama, tapi tidak pernah sekali pun Fajar meneyntuh Anin. Namun, di bulan kedua pernikahan. Saat itu Fajar sakit sepulang dari luar kota, Anin merawatnya dengan tulus tanpa banyak bicara. Meski Fajar sering berkata ketus, tapi Anin tidak pernah melawan.

Malam itu, entah karena terbawa suasana atau apa, tubuh Fajar seolah tidak bisa singkron dengan otaknya, dia akhirnya memberikan nafkah batin pada Anin meski paginya dia mengumpati Anin dan mengatakan kalau Anin lah yang menggodanya. Fajar yakin Anin telah merencanakan sebelumnya.

Anin, lagi-lagi tidak menjawab, tidak membela diri atau membenarkan hingga di bulan berikutnya ternyata Anin hamil.

Awalnya kabar itu sempat membuat Fajar syok, kenapa bisa Anin hamil secepat itu padahal mereka melakukannya hanya sekali. Ingin tidak percaya, tapi orang tuanya terlanjur bahagia dengan kabar kehamilan itu.

Kehamilan Anin akhirnya tersebar saat keluarganya mengadakan syukuran. Ibunya sangat antusias akan mendapatkan cucu pertama. Semua bahagia mendengar kabar itu. Fajar pun juga demikian sebelum Kayra mendatanginya dan mengatakan kalau bisa saja Anin hamil anak lelaki lain.

“Kamu percaya Anin hamil anakmu?” kata Keyra waktu itu. Usai acara tasyakuran. Keyra menghubunginya dan meminta mereka bertemu.

Beberapa hari kemudian Kayra mengirim foto-foto Anin bersama pria lain saat Fajar dinas ke luar kota. Semua kecewa melihat bukti-bukti itu. Anin sampai nangis-nangis meminta mereka percaya kalau itu anak Fajar.

Sebenarnya dalam hati kecilnya, Fajar yakin itu anaknya, tapi setelah Keyra menjelaskan kalau sangat mustahil Anin hamil kalau mereka melakukannya hanya sekali. Adik Fajar yang sudah setahun menikah saja belum hamil. Karena hasutan itu akhirnya Fajar percaya kalau itu bukan anaknya.

Anin ternyata bukan wanita yang hanya menangis saja lantas lantas pasrah mengakui kalau dia berselingkuh, Anin membawa bukti lain yang tidak bisa dibantah, Dia membawa hasil tes DNA sebagai bukti kalau anak itu anak Fajar dan soal lelaki yang menemui Anin, Anin bilang itu hanya sales yang menawarkan perabot rumah tangga dan Anin memberikan bukti pembelian perabot rumah tangga di tanggal yang sama dengan bukti foto itu ditunjukkan Kayra.

Fajar langsung mengambil ponselnya yang diletakkan di lemari, dia membuka ponselnya ingin menghubungi Anin. Namun, saat dia mencoba menghubungi Anin, nomornya sudah diblokir. Dia mencoba menghubungi ibunya menanyakan Anin, kata ibunya Anin memang sudah pulang dan sudah membawa Bani.

Dia melihat jam digital di ponselnya, masih pukul tujuh pagi, Anin pulang pukul berapa kalau sepagi ini sudah di rumah.

Dia harus segera kembali untuk menemui Anin, bukankah semalam mereka sempat membicarakan hubungan mereka, Fajar sudah mengatakan kalau akan mempertimbangkan hubungan mereka dan Fajar sudah memutuskan akan kembali pada Anin. Namun, apa ini?

Sebuah kertas tulisan tangan Anin terjatuh saat dia akan memasukkan surat dari pengadilan. Fajar mengambil kertas itu, tulisannya rapi sesuai dengan kebiasaan Anin yang selalu rapi.

Mas Fajar.

Terima kasih untuk 10 tahunnya, maaf aku telah mengambil waktumu hanya untuk menemaniku dengan kesia-siaan. Aku sadar kalau aku tidak kamu harapkan, aku berusaha bertahan selama ini dan bersaharap kamu mau menerimaku, tapi setelah perjuanganku selama ini, aku merasa sia-sia, aku tidak akan pernah bisa menggantikan Kayra di hatimu. Mulai detik ini, aku melepasmu, aku ikhlas.

Fajar masih tertegun membaca selarik kata yang ditulis Anin. Tidak, dia tidak akan membiarkan Anin pergi, dia akan meminta Anin kembali padanya.

Sebuah panggilan membuatnya terdistraksi. Nama Kayra beserta foto cantik yang selama ini membuatnya tergila-gila terpampang di layar ponselnya. Namun, kali ini Fajar tidak tertarik menerima panggilan dari Kayra. Apa mungkin dia membuang berliannya hanya demi Kayra?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Anniversary Terakhir    Pilihan yang Salah

    "Apa ini?!" Fajar melempar kertas hasil pemeriksaan Keyra. Di sana ada penjelasan kalau rahim Keyra tidak baik-baik saja karena pernah menjalani aborsi. Sungguh Fajar merasa dibohongi oleh Keyra. "Kapan kamu melakukannya?" Suara Fajar bergetar, matanya memanas dan dadanya sesak. Sekelebat bayangan wanita yang selama ini dia abaikan muncul bersama kata-kata menyakitkan yang pernah dia lontarkan kembali terngiang di telinga. "Lihat dirimu, kamu tidak seperti Keyra dan tidak akan pernah bisa menggantikannya." Ucapan itu dia katakan tidak sekali, tapi berkali-kali dia katakan agar Anin menyerah. Namun, entah terbuat dari apa perasaan wanita itu hingga bisa bertahan menjalani siksaan batin selama 10 tahun. Mata Fajar memanas, rasa bersalah semakin menyeruak menyesakkan dadanya. Wajah tulus Anin waktu melayaninya, tatapan mata memohon saat Fajar berkali-kali menolak Anin. Sungguh, dia telah berdosa selama ini. Dia pikir, Keyra adalah wanita paling sempurna, Keyra sangat cantik, manja d

  • Anniversary Terakhir    Tidak Butuh Pengakuan

    Sebenarnya aku malas sekali berhubungan dengan mereka, aku mau fokus sama diriku sendiri. Saat anniversary terakhirku bersama mas Fajar, aku sudah berjanji tidak lagi mengalah pada keadaan, tidak lagi menjadi Anin yang dulu yang hanya memikirkan kebahagiaan orang lain. Ini semua gara-gara Andika yang akhirnya memberiku masalah setelah sekian bulan merasa hidupku tenang.Andai Syifa tidak datang dan merayuku agar membantu mereka, mungkin aku memilih tidak peduli. Lagi pula aku dan Andika tidak ada ikatan apa-apa, dia mungkin hanya terjebak orang tuanya harus segera menikah waktu melamarku.“Terima kasih, Mbak Anin.” Sofia terus saja memegang tanganku dalam pernjalan menuju rumah sakit.“Aku nggak jaji bisa membuat keadaan Dika membaik, lagian kamu aneh-aneh saja, aku bukan dokter yang bisa menyembuhkan orang sakit.” “Mbak kan punya hubungan sama Mas Dika, siapa tahu setelah ketemu sama Mbak Anin mas Dika sembuh.”“Kami nggak ada hubungan apa-apa.” Aku menegaskan itu berkali-kali agar

  • Anniversary Terakhir    Masih Tentang Andika

    “Sudah temui wanita itu?” tanya ibu Andika pada kedua anak perempuannya.“Sudah, Bu. Dia tidak akan temui Mas Dika lagi.” Dinda menjawab, wanita itu menatap kondisi kakaknya yang masih belum sadar.Setelah Syifa datang dan menjelaskan kalau dialah yang mendekatkan Andika dengan Anin, mereka marah besar, mereka mengira kalau Aninlah yang memang suka pada Andika. Sebagai seorang ibu pasti ingin melihat anak lelakinya menikah dengan wanita yang masih gadis, apalagi Andika pria yang sudah punya pekerjaan mapan, tinggal tunjuk saja para perempuan akan mau menikah dengan Andika. Meksi mereka tahu siapa Anindya, wanita yang terbilang cukup sukses dengan usahanya, tapi statusnya yang sebagai janda beranak satu tentu saja menjadi alasan bagi keluarga Andika menolak.“Kalau Anin tidak punya anak dari suaminya yang dulu, mungkin bisa dipertimbangkan,” kata wanita itu. “Sebenarnya tidak apa-apa menikahi janda. Anin memang janda, tapi mandiri, dia tidak akan menyusahkan Dika, Bu.” Sofia menat

  • Anniversary Terakhir    Tentang Andika

    “Serem ibunya Mas Dika. Mirip mertua di senetron ikan terbang.”Aku memijat kepala yang rasanya berdenyut karena kurang tidur dan juga memikirkan ucapan ibunya Andika tadi. Gara-gara Andika, orang tuanya berpikir yang tidak-tidak tentangku. "Ibunya Mas Dika itu mirip mertua di sinetron ikan terbang yang biasanya ditonton ibu. "Ibu itu kalau nonton sinetron, suka marah-marah di depan tivi. Ibu malah ngajari pemainnya buat lawan mertuanya yang jahat."Aku menyimak Dwi yang masih betah ngoceh sepanjang perjalanan kami pulang. "Kasih racun aja mertua seperti itu. Ibu sambil marah-marah bilang gitu. Terus aku jawab, nanti kalau aku punya istri, ibu cerewet kayak gitu, aku suruh istriku kasih racun. Eh, ibu marah, aku dipukul pakai kemoceng. Memangnya aku salah."Tawa kami pun menyembur keluar. Anak ini memang selalu bisa membuatku tertawa ditengah kegalauan hatiku. Pertemuanku dengan Dwi waktu itu karena dia sering sekali mampir di rumah makan, kadang cuma beli lauk saja, kadang minta

  • Anniversary Terakhir    Jangan Ganggu Anakku

    Aku diantar Dwi menuju rumah sakit. Berkali-kali mencoba menghubungi Syifa, tapi nomornya tidak aktif. Aku tidak tahu keluarga Andika, jadi aku harus ke sana untuk memastikan.“Kenapa bisa kecelakaan, Mbak? Apa patah hati ditolak Mbak Anin?” “Hus, ngawur aja kamu.”Sepanjang perjalanan pikiranku menduga-duga kenapa Andika bisa kecelakaan, apa setelah mengantarku semalam dia kecelakaan? Ah, aku jadi merasa bersalah andai gara-gara aku dia kecelakaan.Kami pun sampai di rumah sakit kota, lumayan jauh dari tempat kami, aku membutuhkan perjalanan 45 menit ngebut. Bocah di sebelahku yang sebenarnya belum punya sim itu nekat membawa mobil walau sering aku memintanya mengantar barang naik mobil, tapi hanya di area komplek saja.Dwi memarkir mobil setelah aku turun di depan. Aku langsung menuju meja resepsionis menanyakan korban kecelakaan bernama Andika. “Masih di IGD,” kata resepsionis itu.Aku menunggu Dwi, remaja itu berlari ke arahku lalu mengantarku ke IGD. Kami melangkah cepat, taku

  • Anniversary Terakhir    Teman Hidup

    “Nin, jangan salah paham.” “Salah paham apa, Mas.” Aku masih berusaha menekan kekesalanku padanya. Malam ini benar-benar buruk, tiba-tiba dilamar Andika lalu mas Fajar mendatangiku hanya ingin mengajakku ke acara Bani, padahal selama ini dia tidak pernah mau jika aku ajak bersama.“Keyra yang mempengaruhiku. Aku tidak pernah menolakmu, aku hanya ….”“Hanya malu karena punya istri jelek.”Aku tidak pernah lupa segala macam hinaannya, katanya aku tidak menarik, tidak modis, kuno dan tidak enak di ranjang makanya dia sangat jarang meminta jatah dariku.“Bukan begitu. Nin. Aku tidak pernah malu punya istri kamu, justru aku bangga punya istri kamu.”“Sudahlah, Mas, jangan membual. Aku lebih percaya ucapanmu yang dulu dari pada sekarang. Pulanglah, besok pagi aku minta kamu ambil barang di gudang.” Aku mengusirnya, tapi Mas Fajar masih tetap mematung seolah tidak mengerti kalau aku muak melihatnya.“Nin, ini demi Bani. Aku mohon sekali ini saja kita datang berdua.”“Bani sudah biasa meliha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status