Beranda / Rumah Tangga / Anniversary Terakhir / Buatkan Adek untuk Bani

Share

Buatkan Adek untuk Bani

Penulis: Indira Hasya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-11 06:19:26

“Aku titip Bani, Bu.”

“Memangnya kamu mau ke mana?”

Ibu sedang mengambil makanan, seperti biasanya beliau jarang memasak, bahkan tidak pernah memasak selalu membawa dari rumah makan kami, tak jarang juga aku meminta karyawanku untuk mengirimi makanan. Itu terjadi sudah sejak lama. Awalnya hanya sesakali saja, lama-lama hampir tiap hari, lebih parahnya semenjak ibu meninggal, ibu mertua minta jatah sehari tiga kali. Aku tidak masalah, toh itu hanya makanan, lagi pula rumah makan semakin ramai, kamu juga buka catering untuk acara nikahan.

“Mau bulan madu, mau buatkan adek untuk Bani,” jawabku.

Ibu yang mengambil telur balado sampai menjatuhkan telurnya di lantai, mungkin karena kaget aku bilang begitu.

Selama ini mereka sudah memintaku buatkan adik untuk Bani, aku sebenarnya juga mau, tapi Mas Fajar tidak mau punya anak lagi, entah alasan apa, tapi beberapa minggu yang lalu akhirnya aku tahu kalau itu permintaan Keyra, aku tak sengaja mendengarkan pembicaraan mereka.

“Kamu nggak boleh nyentuh Anin lagi, kalau sampai Anin hamil lagi, kita putus.” Begitu yang dikatakan Kayra waktu itu.

“Beneran, Nin?” tanya ibu lagi.

Aku mengangguk meski sebenarnya bukan itu alasannya, Mas Fajar tidak akan pernah mau punya anak lagi, dia tidak akan berani mengambil resiko, dia sudah cinta mati sama Keyra.

Setelah menitipkan Bani, aku mengurus keperluanku nanti, surat gugatan sudah dikirim sebulan yang lalu, aku sudah mendapatkan surat dari pengadilan, jadwal sidang pertama. Aku membawa surat itu untuk nanti kuberikan pada Mas Fajar.

***

Kami sudah sampai di villa setelah menempuh perjalanan panjang, sengaja aku tidak naik pesawat yang bisa ditempuh tidak sampai satu jam. Aku hanya ingin menikmati kebersamaan kami, ini untuk terakhir kalinya.

Mas Fajar beberapa kali memprotes karena aku memilih naik travel, aku juga sudah menyita handphone-nya agar tidak diganggu demit itu.

Sejak tadi Kayra menghubungi nomorku karena ponsel mas Fajar sudah kumatikan setelah dia menyetujui kami berangkat.

“Nin, perjalanan dihitung juga kan?”

Aku menoleh.

“Maksudnya, kamu kan minta sehari saja, ini sudah kepotong 8 jam loh.” Dia tampak tersenyum samar. Meski rasanya nyeri mendengar ucapannya, tapi aku mencoba untuk bersikap santai.

“Perjalanan tidak termasuk hitungan,” kataku dengan masih menatap lurus ke depan.

Aku hanya ingin sehari ini memberikan kenangan yang tidak akan pernah bisa dia lupakan meksi kamu sudah berpisah nanti, aku akan membuatnya tidak bisa tenang setelah ini.

“Kenapa nggak bilang. Kalau tahu aku beli tiket pesawat saja.” Dia menengus. Sebegitu tidak sukakah dia bersamaku sampai perhitungan sekali.

Kami sampai tepat menjelang subuh, kami memang berangkat sore hari, jadi di perjalanan malam hari, tiu cukup nyaman untuk tidur agar pagi ini kami bisa menikamti bulan madu kami.

Aku membawa koper ke vila, sebenarnya di tempat ini tidak terlalu jauh, kalau dipakai bulan madu pun juga tidak terlalu istimewa. Dulu aku memilih tempat ini karena aku tertarik ada promo menginap gratis, tapi tidak terlaksana gara-gara Kayra.

Mas Fajar membaringkan tubuhnya di ranjang, aku memilih untuk membersihkan diri. Sengaja aku membawa gaun dengan tali spagehti untuk menarik perhatiannya. Aku tidak pernah memakai pakaian pendek karena rumah kami selalu ramai orang. Di sini aku menyewa vila tertutup agar aku bisa bebas memakai pakaian pendek. Bukankah Mas fajar suka dengan wanita berpakaian seksi?

Setelah memastikan penampilanku menarik, aku keluar. Mas Fajar tidak pernah melihat penampilanku, dia mendatangiku saat dia butuh pelepasan, itu pun sangat jarang, kadang sebulan sekali kadang hingga dua bulan.

Soal hubungannya dengan Keyra sejauh apa, aku tidak tahu, tapi aku percaya Mas Fajar tidak akan melakukan hal diluar batas.

Saat aku keluar dari kamar mandi sudah memakai gaun dan merias wajah, Mas Fajar tampak menatapku tak berkedip. Mungkin heran dengan penampilanku.

“Mas, kamu mau mandi dulu atau ….”

Mas Fajar mendekat dengan masih tidak mengalihkan pandangan sedikit pun dariku.

“Ka-kamu cantik,” ucapnya dengan wajah serak.

Baiklah, lupakan masalah, aku akan buat kamu tidak bisa melupakan hari ini.

“A-aku mandi dulu.” Ucapannya lembut tidak seperti biasanya.

Aku mengangguk, membiarkan dia melewatiku. Aku ke dapur untuk membuatkan sarapan untuk kami. Aku sudah meminta penjaga Vila untuk menyiapkan bahan makanan kami selama kami di sini.

Semua masakan yang kubuat kesukaan Mas Fajar, aku akan menyenangkannya lewat lidah. Ibu selalu mengatakan itu, senangkan mata, lidah dan bawah perutnya agar suami tidak tergoda wanita lain. Aku membenarkan ucapan itu, tapi tidak mutlak karena banyak juga lelaki yang sudah mendapatkan tiga itu masih selingkuh. Ya, seperti Mas Fajar yang tidak pernah melihatku meski aku memberikan yang terbaik untuknya.

Mas Fajar keluar sudah berganti pakaian, dia mengenakan kaos dan celana bahan, dia tampak tampan dan lebih segar.

“Makan dulu Mas.” Aku mengambilkan makanan untuknya, dia masih menatapku padahal biasanya saat di meja makan pun dia fokus sama ponselnya.

“Masakanmu enak, Nin,” ujarnya. Dia tampak melahap makanan itu.

“Apa biasanya nggak enak, Mas? Aku selalu masak sendiri untuk kamu.”

“Bukannya itu masakan karyawan.”

Aku mendengus mendengar perkataannya. Jadi, selama sepuluh tahun ini dia memang benar-benar tidak mempedulikan aku.

“Maaf, aku tidak tahu.”

Ingin sebenarnya aku katakan kalau dia hanya ketutup Keyra sampai tidak bisa melihatku, tapi aku sudah janji untuk menghabiskan anniversary kami tanpa menyebut nama wanita lain.

Tiba-tiba ponselku bordering, aku melihat foto Kayra memenuhi layar ponsel, segera abaikan panggilan itu.

“Itu Kayra, Nin. Pasti dia hanya ingin tahu kabarku.”

Aku menatapnya sinis, Mas Fajar tampak salah tingkah. Namun, dia ….

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
memangnya di kamar tidur kalian juga banyak orang sehingga ka.u g bisa nyenangin mata suami.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Anniversary Terakhir    Pilihan yang Salah

    "Apa ini?!" Fajar melempar kertas hasil pemeriksaan Keyra. Di sana ada penjelasan kalau rahim Keyra tidak baik-baik saja karena pernah menjalani aborsi. Sungguh Fajar merasa dibohongi oleh Keyra. "Kapan kamu melakukannya?" Suara Fajar bergetar, matanya memanas dan dadanya sesak. Sekelebat bayangan wanita yang selama ini dia abaikan muncul bersama kata-kata menyakitkan yang pernah dia lontarkan kembali terngiang di telinga. "Lihat dirimu, kamu tidak seperti Keyra dan tidak akan pernah bisa menggantikannya." Ucapan itu dia katakan tidak sekali, tapi berkali-kali dia katakan agar Anin menyerah. Namun, entah terbuat dari apa perasaan wanita itu hingga bisa bertahan menjalani siksaan batin selama 10 tahun. Mata Fajar memanas, rasa bersalah semakin menyeruak menyesakkan dadanya. Wajah tulus Anin waktu melayaninya, tatapan mata memohon saat Fajar berkali-kali menolak Anin. Sungguh, dia telah berdosa selama ini. Dia pikir, Keyra adalah wanita paling sempurna, Keyra sangat cantik, manja d

  • Anniversary Terakhir    Tidak Butuh Pengakuan

    Sebenarnya aku malas sekali berhubungan dengan mereka, aku mau fokus sama diriku sendiri. Saat anniversary terakhirku bersama mas Fajar, aku sudah berjanji tidak lagi mengalah pada keadaan, tidak lagi menjadi Anin yang dulu yang hanya memikirkan kebahagiaan orang lain. Ini semua gara-gara Andika yang akhirnya memberiku masalah setelah sekian bulan merasa hidupku tenang.Andai Syifa tidak datang dan merayuku agar membantu mereka, mungkin aku memilih tidak peduli. Lagi pula aku dan Andika tidak ada ikatan apa-apa, dia mungkin hanya terjebak orang tuanya harus segera menikah waktu melamarku.“Terima kasih, Mbak Anin.” Sofia terus saja memegang tanganku dalam pernjalan menuju rumah sakit.“Aku nggak jaji bisa membuat keadaan Dika membaik, lagian kamu aneh-aneh saja, aku bukan dokter yang bisa menyembuhkan orang sakit.” “Mbak kan punya hubungan sama Mas Dika, siapa tahu setelah ketemu sama Mbak Anin mas Dika sembuh.”“Kami nggak ada hubungan apa-apa.” Aku menegaskan itu berkali-kali agar

  • Anniversary Terakhir    Masih Tentang Andika

    “Sudah temui wanita itu?” tanya ibu Andika pada kedua anak perempuannya.“Sudah, Bu. Dia tidak akan temui Mas Dika lagi.” Dinda menjawab, wanita itu menatap kondisi kakaknya yang masih belum sadar.Setelah Syifa datang dan menjelaskan kalau dialah yang mendekatkan Andika dengan Anin, mereka marah besar, mereka mengira kalau Aninlah yang memang suka pada Andika. Sebagai seorang ibu pasti ingin melihat anak lelakinya menikah dengan wanita yang masih gadis, apalagi Andika pria yang sudah punya pekerjaan mapan, tinggal tunjuk saja para perempuan akan mau menikah dengan Andika. Meksi mereka tahu siapa Anindya, wanita yang terbilang cukup sukses dengan usahanya, tapi statusnya yang sebagai janda beranak satu tentu saja menjadi alasan bagi keluarga Andika menolak.“Kalau Anin tidak punya anak dari suaminya yang dulu, mungkin bisa dipertimbangkan,” kata wanita itu. “Sebenarnya tidak apa-apa menikahi janda. Anin memang janda, tapi mandiri, dia tidak akan menyusahkan Dika, Bu.” Sofia menat

  • Anniversary Terakhir    Tentang Andika

    “Serem ibunya Mas Dika. Mirip mertua di senetron ikan terbang.”Aku memijat kepala yang rasanya berdenyut karena kurang tidur dan juga memikirkan ucapan ibunya Andika tadi. Gara-gara Andika, orang tuanya berpikir yang tidak-tidak tentangku. "Ibunya Mas Dika itu mirip mertua di sinetron ikan terbang yang biasanya ditonton ibu. "Ibu itu kalau nonton sinetron, suka marah-marah di depan tivi. Ibu malah ngajari pemainnya buat lawan mertuanya yang jahat."Aku menyimak Dwi yang masih betah ngoceh sepanjang perjalanan kami pulang. "Kasih racun aja mertua seperti itu. Ibu sambil marah-marah bilang gitu. Terus aku jawab, nanti kalau aku punya istri, ibu cerewet kayak gitu, aku suruh istriku kasih racun. Eh, ibu marah, aku dipukul pakai kemoceng. Memangnya aku salah."Tawa kami pun menyembur keluar. Anak ini memang selalu bisa membuatku tertawa ditengah kegalauan hatiku. Pertemuanku dengan Dwi waktu itu karena dia sering sekali mampir di rumah makan, kadang cuma beli lauk saja, kadang minta

  • Anniversary Terakhir    Jangan Ganggu Anakku

    Aku diantar Dwi menuju rumah sakit. Berkali-kali mencoba menghubungi Syifa, tapi nomornya tidak aktif. Aku tidak tahu keluarga Andika, jadi aku harus ke sana untuk memastikan.“Kenapa bisa kecelakaan, Mbak? Apa patah hati ditolak Mbak Anin?” “Hus, ngawur aja kamu.”Sepanjang perjalanan pikiranku menduga-duga kenapa Andika bisa kecelakaan, apa setelah mengantarku semalam dia kecelakaan? Ah, aku jadi merasa bersalah andai gara-gara aku dia kecelakaan.Kami pun sampai di rumah sakit kota, lumayan jauh dari tempat kami, aku membutuhkan perjalanan 45 menit ngebut. Bocah di sebelahku yang sebenarnya belum punya sim itu nekat membawa mobil walau sering aku memintanya mengantar barang naik mobil, tapi hanya di area komplek saja.Dwi memarkir mobil setelah aku turun di depan. Aku langsung menuju meja resepsionis menanyakan korban kecelakaan bernama Andika. “Masih di IGD,” kata resepsionis itu.Aku menunggu Dwi, remaja itu berlari ke arahku lalu mengantarku ke IGD. Kami melangkah cepat, taku

  • Anniversary Terakhir    Teman Hidup

    “Nin, jangan salah paham.” “Salah paham apa, Mas.” Aku masih berusaha menekan kekesalanku padanya. Malam ini benar-benar buruk, tiba-tiba dilamar Andika lalu mas Fajar mendatangiku hanya ingin mengajakku ke acara Bani, padahal selama ini dia tidak pernah mau jika aku ajak bersama.“Keyra yang mempengaruhiku. Aku tidak pernah menolakmu, aku hanya ….”“Hanya malu karena punya istri jelek.”Aku tidak pernah lupa segala macam hinaannya, katanya aku tidak menarik, tidak modis, kuno dan tidak enak di ranjang makanya dia sangat jarang meminta jatah dariku.“Bukan begitu. Nin. Aku tidak pernah malu punya istri kamu, justru aku bangga punya istri kamu.”“Sudahlah, Mas, jangan membual. Aku lebih percaya ucapanmu yang dulu dari pada sekarang. Pulanglah, besok pagi aku minta kamu ambil barang di gudang.” Aku mengusirnya, tapi Mas Fajar masih tetap mematung seolah tidak mengerti kalau aku muak melihatnya.“Nin, ini demi Bani. Aku mohon sekali ini saja kita datang berdua.”“Bani sudah biasa meliha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status