Home / Romansa / Antara Aku, Dia dan, Penghianat / Bayangan Masa Lalu Kembali

Share

Bayangan Masa Lalu Kembali

Author: Asma
last update Huling Na-update: 2025-03-09 10:07:26

Alya duduk di balkon apartemennya, menatap langit senja yang berwarna jingga keemasan. Secangkir teh hangat berada di genggamannya, tetapi pikirannya melayang ke arah lain. Hari ini adalah hari yang seharusnya biasa saja—hingga sebuah pesan tak terduga muncul di layar ponselnya.

“Alya, bisakah kita bertemu? Aku ingin bicara.”

Nama pengirimnya: Reza.

Hati Alya mencelos. Sudah hampir setahun sejak ia terakhir kali bertatap muka dengan pria itu. Setelah apa yang terjadi, ia berusaha menghapus keberadaan Reza dari hidupnya, tetapi pria itu kini kembali.

Alya menggigit bibirnya, ragu-ragu. Apa yang sebenarnya diinginkan Reza?

Kenangan yang Menyakitkan

Ponselnya bergetar lagi. Pesan lain masuk.

“Aku tahu aku sudah banyak menyakitimu. Tapi tolong, beri aku satu kesempatan untuk bicara.”

Alya memejamkan mata. Dalam hati, ia bertanya-tanya: apakah ia sudah benar-benar siap untuk menghadapi bayangan masa lalu?

Teringat kembali bagaimana dulu ia mencintai Reza dengan sepenuh hati, hanya untuk di
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Antara Aku, Dia dan, Penghianat   Rahasia yang Terkubur

    Langkah Alya terasa berat saat ia berjalan keluar dari kafe. Kata-kata Karin terus bergema di kepalanya."Ada seseorang yang lebih tertarik padamu daripada Reza… dan dia lebih berbahaya dari yang kamu kira."Siapa? Siapa yang bisa lebih berbahaya dari Karin sendiri? Alya ingin memaksa Karin bicara lebih banyak tadi, tapi tatapan mata itu—dingin dan penuh peringatan—membuatnya ragu. Sesuatu dalam diri Karin berubah, dan Alya bisa merasakannya. Ada luka lama yang belum sembuh, dan mungkin juga dendam yang belum padam.Sesampainya di apartemen, Alya langsung mendapati Dafa berdiri di dekat pintu, wajahnya tegang.“Kamu dari mana aja? Aku panik,” katanya segera begitu melihat Alya datang.“Aku ketemu Karin,” jawab Alya sambil melepas jaket. “Dan… dia bilang hal yang aneh.”Dafa menghela napas, lalu menunjukkan layar ponselnya. “Kamu harus lihat ini dulu.”Rekaman CCTV.Alya menatap layar. Tampak balkon unit mereka, direkam dari sudut atas. Jam menunjukkan pukul 00:43 malam tadi. Awalnya k

  • Antara Aku, Dia dan, Penghianat   Jejak di Ujung Malam

    Pagi datang dengan langit kelabu. Awan menggantung berat di atas kota, seolah menahan sesuatu yang akan jatuh kapan saja. Alya duduk diam di ujung tempat tidur, masih mengenakan kaus tidur, matanya sembab karena kurang tidur.Dafa sedang menelepon pihak keamanan apartemen. Sejak pesan aneh itu datang malam tadi, mereka sepakat untuk tidak mengabaikannya lagi. Sesuatu yang jahat sedang mengintai Alya—itu sudah jelas.“Pak, tolong cek rekaman CCTV yang mengarah ke unit kami, terutama balkon. Malam tadi sekitar pukul sebelas sampai jam satu pagi,” suara Dafa terdengar serius. “Kami curiga ada seseorang yang mencoba mengakses balkon dari luar.”Alya memejamkan mata. Ia ingin percaya bahwa semua ini hanya mimpi buruk, tapi rasa takut itu begitu nyata, menghantui tiap helaan napasnya.“Gimana?” tanyanya pelan saat Dafa menutup telepon.“Mereka bilang akan cek, tapi katanya balkon lantai enam nggak ada akses dari luar. Kecuali… orang itu punya alat panjat atau semacamnya.”Alya meremas jari-

  • Antara Aku, Dia dan, Penghianat   Nafas Dalam Kegelapan

    Alya baru saja menutup tirai balkon ketika ia merasa seseorang sedang mengawasinya dari luar. Tapi siapa? Ia tinggal di lantai enam. Tak mungkin ada orang di luar sana, kecuali mereka bisa terbang."Alya?" Dafa memanggil dari kamar mandi. Suara air masih mengalir deras. "Kamu ngomong sesuatu?"Alya menoleh, masih menahan tirai dengan satu tangan. Matanya tak lepas dari jendela. Kilasan bayangan tadi terlalu nyata. Terlalu cepat, tapi bukan halusinasi."Enggak, enggak apa-apa," sahutnya cepat. Tapi suaranya bergetar.Dafa keluar, rambutnya basah, hanya mengenakan kaos dan celana pendek. Ia mengerutkan kening saat melihat ekspresi Alya. “Kamu pucat. Ada apa?”"Aku… tadi lihat sesuatu di balkon," katanya lirih. "Seperti bayangan hitam. Aku nggak yakin itu cuma ilusi."Dafa langsung berjalan ke jendela, menarik tirai, lalu memandang ke luar. Tidak ada apa-apa. Hanya jalan, lampu, dan kegelapan malam.“Kamu yakin itu bukan bayangan pohon atau bayangan kamu sendiri?” Dafa mencoba meredakan

  • Antara Aku, Dia dan, Penghianat   Mata yang Mengintai

    Alya merinding. Bayangan di seberang jalan tidak bergerak. Ia tahu, siapapun itu… sedang mengawasinya.---Dafa langsung menangkap perubahan ekspresi Alya. “Kenapa?”Alya menunjuk ke luar jendela dengan tangan gemetar. “Dafa… lihat.”Dafa bergegas ke jendela. Di bawah cahaya lampu jalan yang temaram, seseorang berdiri diam di seberang jalan, mengenakan hoodie hitam dengan wajah tersembunyi dalam bayang-bayang.Orang itu tidak melakukan apa pun. Tidak mendekat. Tidak bergerak. Hanya berdiri di sana, menatap ke arah mereka.Dafa menggeram. “Aku keluar.”Alya langsung menarik lengannya. “Jangan! Itu yang dia mau. Kita nggak tahu siapa dia dan seberapa berbahayanya.”Dafa mengepalkan tangan. Jelas, ia tidak suka merasa tidak berdaya seperti ini. Tapi ia mengangguk. “Baik. Kita foto dulu orang itu.”Alya buru-buru mengangkat ponselnya, tapi sebelum sempat menekan tombol kamera…Bayangan itu berbalik dan berjalan pergi.Alya hampir menjatuhkan ponselnya. “Dia pergi.”Dafa menatap tajam ke l

  • Antara Aku, Dia dan, Penghianat   Bayangan di Kegelapan

    Alya menahan napas. Lampu mati. Kosan sunyi. Tapi ia tahu… ia tidak sendirian.---Alya berdiri terpaku di depan pintu kamarnya, amplop berisi foto masih tergenggam di tangannya. Napasnya memburu. Jantungnya berdetak begitu kencang hingga ia bisa mendengarnya sendiri.Matanya menatap ke sekeliling. Koridor kos yang tadi terang, kini berubah gelap gulita. Cahaya bulan dari jendela di ujung lorong menjadi satu-satunya sumber penerangan.Lalu… ia mendengar sesuatu.Tap. Tap.Langkah kaki.Seseorang ada di sana.Alya menelan ludah. Ia mencoba berpikir jernih, tapi rasa takut mengunci tubuhnya. Tiba-tiba, ponselnya bergetar dalam genggamannya. Ia hampir menjatuhkannya saking terkejutnya.Layar ponsel menyala, menampilkan nama Dafa.Dengan cepat, ia mengangkatnya. “Dafa—”“Sstt.” Suara di ujung telepon bukan suara Dafa. Suara itu pelan, dingin, dan membuat bulu kuduknya berdiri.Alya langsung menutup telepon, tangannya gemetar. Ini tidak masuk akal. Bagaimana mungkin seseorang bisa menelepo

  • Antara Aku, Dia dan, Penghianat   Ancaman yang Datang

    Alya mengira semuanya sudah berakhir, tapi satu pesan misterius mengubah segalanya.---Alya menatap layar ponselnya dengan perasaan tak nyaman. Pesan dari nomor tak dikenal tadi masih terpampang di sana.Nomor Tak Dikenal: Kamu pikir sudah menang, Alya? Jangan senang dulu. Aku akan pastikan kamu menyesal.Siapa yang mengirim pesan ini? Reza? Atau orang lain yang ingin membalas dendam?Tangannya gemetar saat ia meletakkan ponsel di meja. Rasa gelisah merayap di hatinya. Sejak tadi ia mencoba mengabaikan perasaan itu, tapi sekarang firasat buruk semakin kuat.Tiba-tiba, ponselnya kembali bergetar.Nomor Tak Dikenal: Hati-hati saat sendirian. Ada banyak hal yang bisa terjadi dalam gelap.Alya menelan ludah. Jantungnya berdebar kencang.Ia langsung menelepon Dafa.“Halo?” Suara Dafa terdengar serak, mungkin baru saja tidur.“Dafa…” Suara Alya terdengar lemah.Dafa langsung sadar ada yang tidak beres. “Alya? Kenapa? Kamu nangis?”Alya menggeleng meskipun Dafa tidak bisa melihatnya. “Aku…

  • Antara Aku, Dia dan, Penghianat   Dendam yang Tertunda

    Alya pikir semuanya sudah berakhir. Tapi kenapa hatinya masih terasa berat?---Alya menatap layar ponselnya, membaca kembali percakapan terakhirnya dengan Reza.Reza: Aku masih mencintaimu.Alya: Aku tidak.Ia menutup mata, membiarkan napasnya keluar perlahan. Harusnya itu cukup untuk mengakhiri semuanya, tapi kenapa ada sesuatu yang masih mengganjal di dadanya?Suara ketukan pintu membuyarkan pikirannya. Alya bangkit dan membuka pintu.Dafa berdiri di sana, membawa dua gelas kopi dingin. “Kamu butuh ini.”Alya tersenyum tipis. “Kamu selalu tahu, ya?”Dafa mengangkat bahu. “Karena aku memperhatikan.”Mereka duduk di balkon kosan Alya, menikmati udara malam. Hening sesaat, sebelum akhirnya Dafa berbicara.“Apa yang kamu rasakan sekarang?”Alya mengaduk kopinya. “Marah. Kecewa. Tapi… lebih ke diri sendiri.”Dafa menoleh. “Kenapa ke diri sendiri?”Alya tertawa kecil, tapi tanpa keceriaan. “Karena aku terlalu bodoh untuk percaya dia.”Dafa menghela napas. “Percaya seseorang bukan kebodoh

  • Antara Aku, Dia dan, Penghianat   Bayang-Bayang Masa Lalu

    Alya berpikir semuanya sudah selesai, tapi kenangan lama selalu menemukan cara untuk kembali.---Malam itu, Alya duduk di balkon kosannya, menatap langit yang dipenuhi bintang. Angin malam menyentuh kulitnya, membawa rasa dingin yang samar, tapi hatinya terasa jauh lebih dingin.Suara Reza masih terngiang di kepalanya."Tapi… aku masih mencintaimu."Alya menghela napas panjang. Ia menatap layar ponselnya, jari-jarinya ragu mengetik pesan untuk Dafa.Alya: Kamu masih bangun?Tak butuh waktu lama, balasan itu muncul.Dafa: Selalu ada buat kamu. Kenapa?Alya tersenyum tipis. Meski dunia terasa seperti berbalik melawannya, Dafa selalu ada di sisinya.Alya: Aku ketemu Reza tadi.Pesannya terkirim, dan beberapa detik kemudian, ponselnya bergetar. Dafa menelepon.“Kenapa nggak cerita dari tadi?” Suara Dafa terdengar khawatir.Alya menggigit bibir. “Nggak ada yang perlu diceritain. Dia cuma bilang kalau dia masih mencintaiku.”Dafa terdiam sejenak. “Dan kamu percaya?”Alya tersenyum miris. “

  • Antara Aku, Dia dan, Penghianat   Luka yang Belum Sembuh

    Alya mengira semuanya sudah selesai. Tapi ternyata, ada luka yang belum benar-benar sembuh.---Hening. Itu yang pertama kali Alya rasakan saat memasuki kelas pagi ini. Rasanya aneh, karena biasanya kelas ini selalu riuh dengan suara obrolan teman-temannya. Tapi hari ini, mereka hanya meliriknya sekilas lalu berbisik-bisik di belakangnya.Alya duduk di kursinya dan membuka buku catatan. Ia mencoba mengabaikan perasaan tidak nyaman yang mulai menggelayut di dadanya. Namun, ketika ia melihat layar ponselnya, matanya membelalak.Sebuah pesan dari nomor tak dikenal masuk:"Kasihan banget ya, dikhianati sahabat sendiri? Mungkin kamu harus introspeksi diri, kenapa dia lebih pilih sahabatmu daripada kamu."Jantung Alya berdegup kencang. Tangannya sedikit gemetar saat membaca pesan itu. Siapa yang mengirim ini?"Alya…"Alya menoleh dan melihat Dafa berdiri di sampingnya. Wajahnya serius, seakan ada sesuatu yang penting yang ingin dia katakan.“Kamu udah lihat?” tanya Dafa pelan."Lihat apa?"

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status