Share

Sifat dan Karakter Alysa

Author: Ziza
last update Last Updated: 2022-07-23 20:12:27

AKU DAN MADUKU – 8

“Bagaimana? Mudah bekerja sebagai sekretaris bagi suamimu ini, hem?” seru Bram yang sengaja menyindir Alysa sembari menertawakan cara bekerja Alysa yang berantakan.

“Terus saja seperti itu! Kau sendiri yang memintaku untuk mencari kesibukan, Mas. kamu pikir aku mau bekerja seperti ini! ini hanya pekerjaan – pekerjaan yang hanya cocok dilakukan oleh Mbak Esha!” tukasnya dengan wajah yang kusut.

“Itu lah kenapa kamu tidak akan bisa bersaing dengan Esha. Kamu tahu dia bahkan bisa mengurus satu perusahaan yang telah papa berikan padanya. Sementara kamu sudah terbiasa dengan kehidupan mewahmu. Bagaimana mungkin kamu bisa menyesuaikan dengan semua pekerjaan yang ada?”

“Halaah … Esha lagi, Esha lagi. Muak rasanya aku selalu kamu bandingkan dengan dia, Mas. Tidakkah aku bahkan lebih cantik dan lebih menawan darinya bukan?”

Alysa lantas berdiri dan berjalan ke arah Bram yang masih duduk bersila di atas sofa putihdi ruangannya. Ia masih menatap Alysa dengan tawanya yang meremehkan. Namun kini Bram lantas terkejut dan merubah posisinya sesaat setelah Alysa mulai bangkit dan berjalan perlahan – lahan ke arahnya.

Kedua bola mata Alysa benar – benar menggoda seolah ia akan menerkam Bram saat ini juga. dan benar saja, Alysa lantas duduk berjongkok tepat di hadapan Bram dan mulai melakukan hal – hal yang seharusnya tidak ia lakukan di kantor.

Alysa memulai gerakannya dari kedua telapak tangannya yang mulai memberikan service pada kepemilikan sang suami. Sontak saja Bram ingin menolak. Ia khawatir jika nantinya akan ada pegawai lain yang kemudian masuk ke ruangannya dan mendapati atasannya melakukan hal intim di kantor.

Namun apalah daya. Alysa memang terlihat sangat lihai dan sungguh berpengalaman dalam hal ini. ia mengunci rapat kaki Bram dan memberikan kemampuan – kemampuan terbaiknya dalam melayani sang suami.

“Alysa, toloong …. Jangan di sini!! Argh!” ujar Bram dengan suara yang sangat lirih. Bram berusaha semaksimal mungkin untuk menahan suaranya agar tidak menimbulkan desahan atau kecurigaan.

Alysa sudah tidak peduli dengan ucapan Bram. Ia merasa kesal sebab Bram seringkali membandingkan dirinya dengan istri tua Bram yakni Esha. Bagi Alysa, meski setidaknya ia tidak sepandai dan tidak begitu cekatan seperti Esha, ia juga mampu menunjukkan bahwa Alysa memiliki kelebihan dalam urusan ranjang dan kepuasan.

Sebuah ungkapan tentang kalimat bahwa tua yang berpengalaman sama sekali tidak berlaku bagi Alysa dan Esha. Justru, karena latar belakang pergaulan dan lingkungan Esha dan Alysa yang kemudian membuat keduanya sangat jauh berbeda dalam urusan asmara dan ranjang.

“Alyyssaa ….”

Bram tak punya kuasa lebih untuk menahan dan melarang Alysa. Rasanya, seluruh kekuatan dalam dirinya hilang seketika kala Alysa menyentuh dan memberikan perhatian lebih pada adik kecil Bram.

Bukan lagi menggunakan kedua tangannya, melainkan dengan bantuan bibir Alysa yang mungil dan merona itu. Secara pasti, Bram lantas hanyut dalam permainan yang telah Alysa berikan padanya.

“Kamu gimana sih, Mas? aku sudah berikan seluruh kemampuanku, tapi adikmu tak juga bangun dari tadi? Lima belas menit berlalu, mulutku bahkan sampai pegal tau. Kamu aneh banget sih, Mas!” pekik Alysa yang seperti merasa kecewa. Hal itu nampak jelas dari wajahnya yang masam.

Padahal, seharusnya Bram lah yang merasa kecewa. Namun ia juga menyadari bahwa itu lah yang selama ini menjadi kelemahannya. Bram sangat sulit mencapai ketegangan meski sebenarnya seluruh aliran darahnya mendesir, dan jantungnya juga sudah memompa lebih cepat dari yang sebelumnya.

“Lagi pula siapa suruh kamu melakukannya di sini?”

“Sudah lah, Mas. Jangan terlalu berbelit – belit. Cepat periksakan sana kelainanmu itu!” ujar Alysa sembari membersihkan diri dan wajahnya.

“Huh! Pantas saja mbak Esha tidak bisa hamil. Kalau begini caranya, sampai kapan pun kami tidak akan bisa hamil, Mas! kamu pikirkan saja bagaimana dengan penerus perusahaan yang selalu dibangga – banggakan oleh ayah dan ibumu itu!” imbuhnya lagi.

Dan ucapan Alysa benar – benar menyayat hati Bram. Usai memaki dan menyakiti hati Bram, Alysa pergi begitu saja membawa tas jinjing miliknya. Ia berjalan dengan sifat egoisnya tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Sepeninggal Alysa, Bram merasa sangat terpukul dengan ucapan istri keduanya yang sangat arrogant itu. Ia tidak menyangka bahwa Alysa akan sejahat itu terhadapnya.

“Dasar istri tidak tahu diri! Aku bahkan menyelamatkannya dari aib hina keluarga besarnya. Kalau saja mama dan papa tidak memintaku untuk menikah lagi, mana mungkin aku mau menikah dengan perempuan kejam seperti itu!” ujar Bram yang kini memaki Alysa sembari mengiringi kepergian Alysa yang perlahan – lahan mulai hilang dari jarak pandangnya.

Sejak kejadian ini yang terasa menyakitkan bagi Bram, hari – hari Bram seperti sangat menjijikkan. Setiap kali ia bertemu dengan Raline atau Alysa, ada perasaan malu di benaknya. Tidak ada harga diri sebagai lelaki normal sebagaimana harusnya.

Bertahun – tahun Bram memang tidak pernah berhasil untuk mengevaluasi dirinya sendiri. Selama bertahun – tahun pula ia sembunyikan keanehan pada dirinya ini dari istri yang sangat ia cintai.

Bukan hal yang tidak mungkin, Bram bahkan sering merasa sedih dan menyesal karena tak bisa berkata jujur dan berterus terang dengan Esha. Ia bahkan tega menjadi penyebab Esha tak kunjung hamil dan terus – menerus di teror oleh keluarga besar Bram dengan dalih tuntutan kehamilan tanpa Bram memberikan penjelasan dan pembelaan sedikit pun.

Bram tahu dirinya salah. Tapi ia tak bisa berbuat banyak. Ia takut, jika Esha tahu akan hal ini, maka wanita itu akan pergi meninggalkan Bram seorang diri lalu mencari laki – laki lain. Bram tidak ingin itu. Ia tidak akan pernah melepaskan Esha apapun yang terjadi.

‘Bisa gila aku karena ucapan Alyssa! Oh Tuhan, kenapa dulu aku harus menikahinya ... seharusnya sudah ku persiapkan rumah yang terpisah, agar ia tidak bisa menyentuhku seperti hari itu! Aku hanya berharap agar ia tidak menceritakan hal ini pada Esha.’ Bram bergumam dalam benaknya sendiri. Ia merasa semenjak ada Alysa, ia tak lagi bisa berdalih dalam urusan kepuasan batin. Alysa benar - benar liar. Sampai - sampai, belakangan ini, Bram sering sekali melakukan aktivitas dan segala pekerjaannya sembari melamun.

“Mas! kamu melamun? Papa telfon itu!” suara lembut dari Esha sukses membuat Bram terkanjat, terkejutnya bukan main. Sampai – sampai, Esha sendiri tak habis pikir mengapa Bram sampai setakut itu.

“Kamu dari mana sih? jangan kebiasaan membuatku terkejut, bisa?” ujar Bram yang kemudian lantas berdiri menjauh dari Esha dan dengan cepat meraih ponselnya yang berdering.

Ekspresi wajah Esha pun kian berubah, “Dih, kenapa harus sensitif seperti itu sih Mas … aku kan hanya memberitahu. Ada apa sebenarnya dengan dia? Kenapa harus marah – marah seperti itu? Hmmm….”

Esha masih memandang punggung sang suami yang perlahan – lahan semakin jauh. Hanya suara Bram yang samar – samar masih terdengar pembicaraannya dengan ayahandanya.

‘Apa ini ada kaitannya dengan Alysa? Dia pasti tahu sesuatu, aku harus memastikannya,’ pukas Esha dengan mantap di dalam batinnya.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Melihat Bram

    Antara Aku, Suami, dan Maduku – 67“Kamu tunggu saja disini, aku akan bawa dia secepatnya ke hadapanmu. Aku janji, Esha.” Entah mengapa bagi Esha, setiap kata – kata yang kemudian keluar dari bibir dokter Haris terasa begitu menenangkan. Esha tak tahu ada ramuan apa di dalamnya, atau ada sihir apa yang sedang digunakan oleh laki – laki tampan yang ada di hadapannya itu.Bukan hanya sekali dua kali saja, sudah banyak kali rasanya Esha merasakan tatapan hangat dan kata – kata yang begitu hangat dari bibir dokter Haris. Benar – benar sosok laki – laki idaman yang memang Esha butuhkan dalam kondisi seperti ini.Tidak, mungkin tidak hanya dalam kondisi seperti ini saja. Melainkan banyak kondisi lain yang Esha butuhkan seperti halnya hidup bersama sampai akhirnya maut memisahkan keduanya.‘Hentikan Esha … jangan sampai kamu berpikiran yang tidak – tidak soal dokter Haris. Ini bukan saatnya kamu untuk memikirkan dia laki – laki terbaik atau semacamnya. Kamu harus selesaikan urusanmu. Berap

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Gerak Cepat

    Antara Aku, Suami, dan Maduku – 66“Esha, lebih baik kita bersiap untuk pergi sekarang. Langit sudah semakin terlihat gelap. Khawatir kita akan terlambat untuk menemukan Bram,” ujar dokter Haris dengan tegas. Ia tak menatap wajah Esha sehingga ia tidak tahu bagaimana persisnya ekspresi wajah Esha saat ini.Yang dokter Haris tahu, saat ini ia bahkan kesulitan mengatur detak jantungnya sendiri. Ia buru – buru mengalihkan perhatiannya sembari memasangkan sabuk pengaman miliknya dan mengutak – atik kunci mobil yang berada di sebelah kemudi.Esha tahu. Ia sudah berlebihan. Segera ia mengalihkan wajahnya dari hadapan Dokter Haris.‘Bodoh sekali kamu Eshaaa … bagaimana bisa kamu, argh!!’ gumamnya dalam hati. Esha memaki – maki dirinya sendiri sembari menggigit bibirnya bagian bawah. Jujur saja, Esha merasa malu bukan main. Meski memang benar bahwa niat dan tujuannya adalah untuk mengekspresikan rasa senangnya, namun tetap saja … tetap saja itu bisa dianggap sebagai perasaan yang berlebih. A

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Awal Berbisnis

    Antara Aku, Suami, dan Maduku – 65“ … Aku akan pinjamkan modal padamu sebagai langkah awal kita berbisnis. Itu pun kalau memang kamu mau. Yang mau saya tekankan disini adalah, kamu jangan sampai merasa jatuh sendiri hanya karena kejahatan orang lain. Mereka semua tidak berhak mendapatkan perhatian dan rasa belas kasihmu sama sekali.” Begitu bijak dan menenangkan. Esha tiddak bisa mengelak bahwa pesona dokter Haris begitu membuatnya silau. Bukan karena harta semata, namun dari segi kedewasaan dan tanggungjawabnya pada apa yang sedang menjadi amanahnya.Tapi Esha tidak pernah berpikir untuk bisa mendapatkan perhatian dokter Haris lebih dari ini. Ia pun tidak pernah berharap lebih. Esha menyadari dirinya siapa, dan dokter Haris itu siapa. Yang ada, Esha justru akan selalu merepotkan dokter Haris jika terus begini. Padahal, mereka tidak ada hubungan apapun dan perkenalan mereka juga masih dalam hitungan bulan saja. “Jadi bagaimana, Esha?” suara dokter Haris membuat Esha merasa terkesia

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Kau Nampak Berbeda

    Antara Aku, Suami, dan Maduku – 64“Dasar br*ngs*k!!” ujar Esha yang memekik dengan cukup melengking dari bibirnya yang mungil itu.Meski mungkin menurut Esha tidak terlalu lantang, namun tetap saja dokter Haris bisa mendengarnya dengan sangat jelas baagaimana cara Esha meluapkan kekesalannya itu. Esha benar – benar terlihat penuh amarah dan kekesalan yang memuncak.“Are you okay?” dokter Haris pelan – pelan mulai membuka suaranya kala Esha nampak lebih tenang dari sebelumnya.Dan hal ini tidak bisa dilihat hanya dari satu dua menit saja. lebih dari itu, dokter Haris sampai harus menunggu sampai beberapa menit ke depan.Karena jujur saja, dokter Haris terkejut bukan main. Belum pernah dalam sejarahnya ia mendengar seorang perempuan yang begitu marah pada keadaan yang tidak bisa ia perbuat apa – apa. “Ya, I’m okay.” Esha menjawabnya singkat. Tanpa senyum, tanpa ekspresi. Dan tak lama berselang, bulir – bulir air mata mulai menetes membasahi pipi kanan Esha yang nampak bulat sempurna.

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Harus Bertemu Bram Lebih Dulu

    Antara Aku, Suami, dan Maduku – 63“Apa nggak lebih baik kalau kamu segera menghubungi Ibu Lidya sekarang?” “Nggak, dok. Saya nggak bisa bilang sekarang. saya harus temukan mas Bram lebih dulu baru saya akan bilang. lagipula, kalau dipikir – pikir, bagaimana mungkin kita tidak bisa menemukan seorang Bram dalam satu kota yang sama seperti ini. aneh kan?” Esha menolak dengan tegas meski dokter Haris memintanya beberapa kali untuk menghubungi mama mertuanya itu. alasan Esha memang tegas, dan menurutnya memang logis bahwa terasa aneh jika saja Bram ada di satu daerah yang sama, semestinya sudah lebih cepat di temukan. Peristiwa kabur – kaburan ini tidak akan berhasil kalau memang tidak ada yang membantu Bram untuk bersembunyi. Atau justru … sebentar lagi Bram akan berniat untuk pergi lebih jauh dari jangkauan Esha. Esha benar – benar tidak akan bisa membiarkannya. Esha harus bergerak cepat. cepat untuk menemukan Bram dan meminta klarifikasi suaminya itu dengan sejelas – jelasnya.“Iya

  • Antara Aku, Suami, dan Maduku   Dasar Perempuan..

    ANTARA AKU, SUAMI, DAN MADUKU – 62“Hmmph. Perempuan..” “Dokter mau bilang saya tidak bisa baca google maps, begitu kan?” sergah Esha dengan rasa kesalnya. Bukan kesal, lebih tepatnya Esha tak suka dengan sikap dokter Haris yang nampak jengkel karena ulah Esha. Padahal, Esha benar – benar tidak sengaja melakukan itu. “Eh?” dokter Haris meringis pahit kala secara tak sengaja telinga Esha rupanya menangkap jelas apa yang dokter Haris keluhkan itu.“Um, bukan … bukan begitu maksut saya,” bela dokter Haris persis seperti seorang pencuri yang tidak bisa berkutik.“Lantas?” sambung Esha lagi seolah – olah ia tidak tahu. Padahal, Esha juga sangat tahu kemana arah kekesalan dokter Haris tadi sampai harus melengkuh seperti itu.“Tidak mengapa. Fokus saja, ini kita kembali bertemu persimpangan. Setelahnya kemana?” balas doketr Haris yang masih sangat sibuk melihat ke kanan dan ke kiri memperhatikan sekeliling. Khawatir ada sesuatu di sekitar mobilnya. dan yang jelas, dokter Haris sedang mema

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status