Pagi itu di lantai 17 Centris Tower suasana telah berubah ala kesibukan khas HorizonOne Joint Venture. Jam dinding baru menunjukkan pukul 08.47, tapi ruang rapat utama sudah penuh oleh dokumen, blueprint, serta notulensi yang diproyeksikan ke layar lebar.
Cantika tengah memaparkan evaluasi realisasi struktur utilitas fase 2 di kawasan barat proyek.Di sisi lain meja, Ezra duduk menyimak, kemeja tergulung hingga siku. Sorot matanya tak hanya memperhatikan grafik di layar, tapi juga sosok yang bicara di depan ruangan. Sesekali, ujung senyumnya muncul—bukan hanya karena slide presentasi, tapi karena wanita yang tengah memimpin ruangan dengan elegan dan logika yang tak tertandingi.“Untuk approval dari pihak Lazuardy Corp terkait timeline baru, saya serahkan ke Vice Project Director rekan kami,” ujar Cantika, menyudahi presentasinya dan menoleh ke Ezra.Ezra berdiri dengan sigap. “Kami setuju dengan timeline revisi ini, dengan catatan integrasi sistem monitoring baruHari-hari setelah lamaran resmi berjalan seperti pusaran angin: cepat, penuh suara, dan mendebarkan.Di tengah-tengah kesibukan proyek HorizonOne yang masih berjalan, Cantika dan Ezra mendapati diri mereka masuk ke dunia baru yang dipenuhi istilah bridal package, vendor list, timeline rundown, dan warna-warna pastel yang tiba-tiba menjadi isu hidup dan mati.Hari Sabtu itu, ruang kerja rumah keluarga Maverick berubah jadi ruang negosiasi pra-pernikahan. Seorang wedding planner muda bernama Clarine, dengan blazer pink dan iPad penuh tab terbuka, duduk di meja bundar bersama Cantika, mommy Jillian, Ezra, dan Ayara Lazuardy via Zoom.“Jadi, kita target wedding di 30 Agustus ya, Mbak Cantika? Itu tinggal sekitar lima minggu lagi. Intimate wedding tapi tetap eksklusif, konsep semi-outdoor dengan view alam dan sentuhan modern klasik, benar?”Cantika mengangguk. “Betul. Kami ingin elegan tapi enggak kaku. Seremoni sakral, tapi tetap hangat.”Ezra menambahkan, “Dan
Setelah pelukan hangat yang mengikat janji, suasana rumah keluarga Maverick berubah menjadi sebuah ruang diplomasi keluarga yang penuh cinta.Meja makan yang sebelumnya hanya simbol jamuan kini menjadi ruang pertemuan informal dua dinasti; Maverick dan Lazuardy.Croissant hangat, petit four, dan teh melati disajikan di atas piring porselen putih. Mommy Jillian dan mama Ayara duduk berdampingan, berbagi senyum dan sesekali saling bersuara pelan seperti dua sahabat lama yang akhirnya bertemu di reuni keluarga kerajaan.Sementara itu, papa Nicholas dan daddy Kenzo—masing-masing dengan kopi di tangan—terlibat obrolan penuh taktik, yang kini tak lagi tentang proyek HorizonOne, tapi tentang logistik pernikahan.“Jadi,” kata mama Ayara sambil menyilangkan kaki dengan anggun, “kita mulai bahas tanggal?”Ezra dan Cantika yang duduk berdampingan di sofa saling melirik. Cantika buru-buru meneguk lemon tea-nya untuk menyembunyikan rona merah di pipi, sementara Ezra menyandarkan punggung ke s
Di weekend pagi yang cerah itu, rumah keluarga Maverick terasa seperti hotel butik yang sedang bersiap menyambut tamu VVIP. Dari dapur, aroma beef wellington, croissant mentega, dan saus hollandaise sudah menyebar hingga ke lantai atas.Cantika baru saja bangun. Rambutnya masih berantakan, wajah masih dilapisi skincare, dan piyama satin biru muda yang kusut karena semalaman gelisah memeluk tubuhnya yang masih setengah mengantuk.Ia membuka pintu kamar sambil menguap, lalu mengerutkan kening dan menyipitkan mata karena mendengar suara gaduh dari bawah.“Rae! Kamu bisa tolong ambilkan rangkaian bunga itu, taruh di ruang tamu utama!” suara mommy Jillian terdengar nyaring.“Mommy, itu tiga vas, bukan satu! Harusnya kita pakai bunga lokal aja kayak eucalyptus, bukan bunga Belanda semua begini!” balas Rae, terdengar panik.“Ragnala! Kamu udah mandi belum? Jangan sampai nanti kamu greeting tamu masih bau matahari!”“Siapa sih tamu ini? Presiden?!” Cantika bergumam.Ia berjalan ke arah
Pagi itu di lantai 17 Centris Tower suasana telah berubah ala kesibukan khas HorizonOne Joint Venture. Jam dinding baru menunjukkan pukul 08.47, tapi ruang rapat utama sudah penuh oleh dokumen, blueprint, serta notulensi yang diproyeksikan ke layar lebar.Cantika tengah memaparkan evaluasi realisasi struktur utilitas fase 2 di kawasan barat proyek.Di sisi lain meja, Ezra duduk menyimak, kemeja tergulung hingga siku. Sorot matanya tak hanya memperhatikan grafik di layar, tapi juga sosok yang bicara di depan ruangan. Sesekali, ujung senyumnya muncul—bukan hanya karena slide presentasi, tapi karena wanita yang tengah memimpin ruangan dengan elegan dan logika yang tak tertandingi.“Untuk approval dari pihak Lazuardy Corp terkait timeline baru, saya serahkan ke Vice Project Director rekan kami,” ujar Cantika, menyudahi presentasinya dan menoleh ke Ezra.Ezra berdiri dengan sigap. “Kami setuju dengan timeline revisi ini, dengan catatan integrasi sistem monitoring baru
Cantika turun dari lantai di mana kamarnya berada, outfit elegan perpaduan blus satin biru langit dan celana kulot putih membalut tubuh rampingnya.Langkahnya terayun ringan ke ruang makan di mana keluarganya tengah berkumpul pagi itu.Begitu Cantika sampai di sana, aroma roti panggang, telur dadar, dan kopi hangat segera saja memanjakan indra penciumannya.Sementara itu Matahari menyelinap melalui jendela besar bergaya Skandinavia, menyinari meja makan yang sudah tertata rapi.“Pagi Dad … Mom.” Cantika menyapa kedua orangtuanya sebelum duduk di sebelah mommy Jillian.Mommy menoleh menatap wajah putrinya yang tampak segar meski matanya menyiratkan bahwa ia tidak banyak tidur semalam.“Ini, makan telurnya. Tambah roti juga, kamu kelihatan capek,” ujar mommy Jill sambil menyendokkan orak-arik ke piring Cantika.Ya, Cantika sangat lelah. Lelah digempur Ezra untuk yang pertama kalinya tadi malam sampai Cantika pulang dini hari yang untungnya mommy dan daddy tidak terlalu kepo karen
Jakarta malam itu tampak memikat dari ketinggian lantai 47 Hotel Le Visage, tempat Ezra memesan meja khusus di rooftop restoran privat mereka—Lumière by Sky. Angin lembut mengelus rambut, lampu-lampu kota berkelip seperti galaksi yang tersusun rapi di daratan.Meja mereka didekor dengan lilin aromaterapi dan kelopak bunga putih, menghadap panorama ibukota.Cantika telah berganti pakaian, mempersiapkan diri sebelumnya karena tahu kalau ini dinner romantis dan Ezra tidak akan membuatnya jadi biasa saja.Jadilah sang sekretaris memilihkan slip dress satin warna champagne yang menonjolkan lekuk tubuhnya, dengan rambut diikat rendah dan anting mutiara kecil menghiasi telinganya. Lipstik merah mawar menambah pesona Cantika.Ezra sendiri tampak elegan dalam setelan hitam dengan kemeja tanpa dasi. Matanya tak pernah lepas dari Cantika sejak mereka tiba.“Aku suka cara kamu terlihat malam ini,” gumam Ezra begitu pelayan menuangkan anggur ke gelas mereka.“Kamu bilang begitu setiap aku pa