Share

Antara Cinta Dan Kesalahan
Antara Cinta Dan Kesalahan
Author: Zeya

Bab 1

Author: Zeya
last update Last Updated: 2025-01-03 11:48:00

Situasi tidak bisa di ubah, sungguh ironis bahwa yang di ketahui Luna Orlando tentang Clay Ganeston hanyalah sebatas nama pria itu. Clay pasti kaya, pikir Luna sambil mengamati ruang depan yang megah, dan kini ada di depan matanya.

Bagian dalam ruang depan yang megah, itu menyingkap sebuah ruang tamu formal. Dengan paduan warna putih dan emas, di bagian atasnya terdapat lampu gantung yang terbuat dari kristal dengan ukuran besar.

"Rumahnya besar banget." Gumam Luna takjub.

Di belakang Luna, terdapat tangga yang mengarah ke lantai dua. Sedangkan di hadapannya, berdiri pintu dobel, sebuah meja besar yang kaki ukirannya menyentuh karpet seperti ujung jari seorang balerina.

Lampu beraksen kuningan yang di pantulkan oleh cermin berbingkai emas, menambah kesan elegant sekaligus glamor secara bersamaan.

"Sepertinya cermin itu harganya lebih mahal dari rumahku." Cetus Luna terkekeh sendiri.

Di samping cermin, terdapat vas besar yang juga terbuat dari kuningan, yang berisi daun kayu putih kering yang sangat harum.

Bau yang mencolok menembus indra penciuman Luna, membuatnya merasa pusing.

Luna mengalihkan pandangan ke arah pintu besar yang terbuat dari kayu pohon ek. Kenopnya memiliki bentuk yang unik, dan baru pertama kali Luna lihat. Bentuknya menyiku dan melengkung, seperti gagang pisau mewah.

"Kira-kira berapa harga satu kenop pintu itu, ya?"

Luna bertanya-tanya sendiri, belum lagi kursi megah yang saat ini di dudukinya. Kursi itu berlapis beledu coklat yang empuk, tanpa lengan dan berumbai. Luna bisa menebak jika harga sofa itu sangat mahal, dan hanya mampu di beli oleh orang yang sangat kaya saja.

Semua hal yang ada di depan ini merupakan hasil karya seni mewah dan megah. Segalanya terasa pas... kecuali Luna Orlando.

Gadis itu cukup menarik, kulitnya yang berwarna aprikot dan rambutnya yang pirang terang. Memperlihatkan kesan sehat dan segar.

Luna memiliki sosok yang mempesona, hidung lurus dan mancung. Bibir berbentuk sempurna, dan mata biru di bawah alis melengkung.

Hanya saja, pakaian yang dia kenakan mengganggu kecantikannya. Gadis itu mengenakan celana longgar, dan warnanya sudah pudar akibat terlalu sering di pakai.

Warna kemejanya usang, akibat seringnya dia memakai kemeja tersebut. Semua pakaian yang melekat ada tubuhnya, merupakan hasil buatan tangan dengan bahan yang relatif murah.

Luna menunduk memperhatikan penampilannya lagi, dia merasa minder berada di tengah ruang tamu yang mewah sedangkan dirinya seperti seonggok sampah yang tergeletak tanpa tentu arah.

"Setidaknya aku di sini masih berpakaian lengkap." Pikir gadis itu.

Namun, penampilannya yang bersih, rapi dan kulit yang segar membuat Luna tidak terlihat seperti gelandangan. Juga karena pembawaan diri Luna yang percaya diri.

Sayangnya kepercayaan diri miliknya perlahan menyusut, seiring waktu berlalu. Luna sadar, dia tengah di perlakukan layaknya anak nakal yang hendak di hukum, dan fakta sebenarnya tidak terlalu jauh dari itu.

Sambil menghela napas panjang, Luna menyandarkan kepalanya ke dinding di belakangnya. Diam-diam, dia bertanya-tanya apakah orang kaya seperti keluarga Maverick akan keberatan jika gadis miskin sepertinya, menyenderkan kepala di kertas dinding mereka yang elegant.

Sepertinya begitu, dengan kerasa kepala Luna tetap menyandarkan kepalanya di sana. Kelopak matanya tertutup, menyingkirkan semua kemewahan di depannya. Tatapi, dia tidak bisa menyingkirkan nada suara marah yang terdengar dari ruang kerja.

Suara ayahnya yang kasar dan bernada menuduh, di ikuti suara marah yang tertahan dari kepala keluarga Maverick.

'Kenapa aku justru masih ada di sini?' tanya Luna dalam hati.

Namun, semua sudah ada jawabannya. Jika dia berlari keluar dan pergi, maka begitu tiba di rumah dan bertemu ayahnya, dia pasti akan merasakan lehernya sakit akibat cekikan ayahnya.

Dan, tentu saja dia tidak bisa meninggalkan ibunya seorang diri. Dia perlu mempertimbangkan semuanya, agar sang ibu tetap aman dari pukulan ayahnya.

Tentu saja, saat ini ibunya juga berada di dalam ruang kerja bersama suami-istri Ganeston yang sedang sial. Dan, kaya atau pun tidak mereka sama sekali tidak melakukan kesalahan apa pun, hingga pantas mendapat caci maki dari orang gila seperti ayahnya.

Luna tidak berniat membuat semua kekacauan ini terjadi, dia masih ingat dengan jelas bagaimana raut syok di wajah suami-istri Maverick saat ayahnya menerobos masuk ke dalam rumah mereka saat sedang melakukan doa malam, dan melontarkan kata-kata kasar pada pasangan itu.

Awalnya keluarga Ganeston berusaha untuk bersikap layaknya orang beradab, menyarankan mereka semua untuk duduk lebih dulu dengan tenang di ruang tamu dan membicarakan titik awal masalah yang muncul.

Namun, semua berakhir sia-sia. Santo Orlando menunjuk kursi kosong di sisinya, dan berteriak pada putrinya. "Duduk di sana, Luna! jangan bergerak sedikit pun, atau aku akan memukulmu hingga babak belur!"

Seketika raut terkejut kembali muncul pada pasangan Ganeston, Luna merasa tidak enak hati pada pasangan itu. Mereka tidak melakukan kesalahan apa pun, hingga harus mendengarkan cercaan dari orang gila seperti Santo Orlando.

Luna menelan salivanya kasar, bibirnya terasa kering begitu juga dengan tenggorokannya. Hingga, secara tiba-tiba pintu depan terbuka lebar. Membiarkan udara malam menyusup masuk ke dalam rumah. Aroma segar dedaunan menusuk indra penciuman Luna.

Bersama dengan itu, muncul sesosok pria yang pakaiannya seolah sengaja di rancang agar menyatu dengan ruang depan. Pria itu melangkah masuk, dia mengenakan celana berwarna hitam dari bahan wol yang lembut dengan potongan khas eropa.

Terlihat serasi dengan atasan kemeja berwarna biru navy. Jaket olah raga yang juga berwarna senada, menyelimuti bahu pria itu seperti permen lembut yang siap untuk di santap.

Luna mengamati dalam diam sosok pria itu, dasi yang tidak terikat memperlihatkan kalung emas melingkari leher pria itu. Seakan alam ikut bekerja sama dalam menciptakan skema warna pria itu, kulitnya berwarna kecoklatan akibat terbakar matahari, dan rambutnya berwarna merah keemasan.

Pria itu bersiul saat masuk, tidak menyadari kehadiran Luna yang setengah tertutup oleh pohon kayu putih. Luna menempelkan punggungnya di dinding, memanfaatkan posisinya yang tersembunyi.

Mengamati pria itu saat berjalan ke arah meja dan mengambil surat harian, Luna menangkap wajah tampan yang klasik di cermin. Dengan hidung yang lurus, pipi panjang, dan alis bagaikan di pahat sempurna.

Wajah itu terlihat seperti perunggu, yang tidak memiliki cela. Namun, mulut pria itu... ah, terlalu sempurna, terlalu mempesona, dan melekat dalam ingatan untuk di anggap sekedar daging dan darah.

'Ah, sial.' Batin Luna memberontak, memintanya untuk kembali sadar.

Tanpa menyadari keberadaan Luna, pria itu melepas jaket olah raganya yang bergaya. Dia menyampirkan dengan santai di salah satu lengannya, dan mulai menaiki anak tangga.

Luna terus menempel pada dinding, layaknya cicak yang takut ketahuan oleh manusia.

Namun, saat itu juga tubuh Luna kembali menegang saat pintu ruang kerja kembali terbuka. Menampilkan sosok kepala keluarga Maverick berdiri di depan lemari buku.

Matanya yang berwarna abu-abu, tampak di bawah alis yang tebal dengan ekspresi mengerikan. Jelas sekali, pria paruh baya itu sedang menahan emosinya. Theodore Ganeston menoleh sekilas ke arah gadis yang duduk di kursi, lalu kembali menatap ke arah tangga.

"Clay!" nada suara tegas darinya menghentikan langkah pria muda yang tadi sedang menaiki tangga.

"Ayah?"

Semua itu masih sama seperti yang diingat Luna, meskipun nada kebingungannya terlihat jelas.

"Aku rasa sebaiknya kau masuk ke ruang kerja." Kemudian Theodore kembali masuk, dan membiarkan pintu ruang kerjanya tetap terbuka untuk putranya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Antara Cinta Dan Kesalahan   Bab 42

    Luna termenung di kamarnya, percakapan dengan Mrs. Bonny masih terngiang-ngiang di kepalanya, selama ini dia sudah kabur dan terus mencoba menghindari Clay. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Luna bingung. Tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja. Nama yang tertera di layar membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Luna menatap layar itu dengan perasaan campur aduk. Selama ini ia terus berusaha menjauh, tapi sekarang sepertinya Clay sendiri yang menghubunginya. Apakah ini pertanda ia tak bisa lagi menghindar? Dengan ragu, Luna menggeser layar dan mendekatkan ponsel ke telinganya. "Halo?" Suara di seberang terdengar rendah, tapi jelas. "Luna, kita perlu bicara. Aku ingin bertemu denganmu." Luna menelan ludah, hatinya berdebar. "Tentang apa?" "Aku janji, ini tidak akan lama. Temui aku di kafe dekat taman jam tujuh malam," ucap Clay, nadanya sedikit memohon. Luna terdiam. Ia bisa saja menolak, tapi ia juga tahu bahwa menghindar selamanya bukanlah solusi. Mrs. Bonny b

  • Antara Cinta Dan Kesalahan   Bab 41

    "Pada siapa?"Ekspresi bingung membuat alis Luna berkerut. "Pada siapa?" ulangnya dengan suara ragu. Namun, Mrs. Bonny hanya duduk dengan sabar, menunggu Luna memberikan jawaban."Pada... padaku?" tanya Luna dengan suara kecil yang dipenuhi keraguan."Dan?"Luna menelan ludah. Kata-kata itu terasa berat untuk diucapkan. "Dan pada ayah dari bayiku.""Ada lagi yang lain?""Memangnya siapa lagi?"Hening. Suasana berubah sunyi untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Mrs. Bonny bersuara dengan nada pelan, "Bayimu?"Luna tersentak. "Bayiku?" Matanya melebar, seolah kata itu adalah sesuatu yang asing baginya. "Semua ini bukan salahku!""Tentu saja bukan," ujar Mrs. Bonny tenang. "Tapi aku pikir kau mungkin akan tetap memikirkan bayi itu. Mungkin karena kehadirannya membuatmu harus meninggalkan sekolah, atau setidaknya memperlambat langkahmu hingga kau bingung akan tujuan hidupmu."Luna menggeleng kuat. "Aku bukan orang seperti itu!"Mrs. Bonny hanya menghela napas. "Mungkin sekarang tidak, t

  • Antara Cinta Dan Kesalahan   Bab 40

    Luna bertanya-tanya apakah ayahnya yang telah melakukan itu. Clay memelototkan mata, memerangkap Luna sehingga ia hanya bisa melihat wajah pria itu atau sweater berwarna tembaga yang ada di depan matanya. Luna memilih untuk menatap sweater pria itu. "Lupakan saja. Ayahmu mengancamku, dan ancaman itu bisa mengakhiri karierku di bidang hukum. Sesuatu harus dilakukan untuk menghentikannya. Aku mendapatkan ide untuk memberikan pembalasan pada ayahmu, seperti yang juga kau inginkan. Sekarang, bisakah kita membahas alternatif yang masuk akal?" Mata Luna terpejam ia tidak mampu berpikir cukup cepat. "Dengar, aku harus pergi sekarang, sungguh. Tapi, aku akan meneleponmu malam ini. Kita bisa membicarakannya saat itu." Sesuatu mengatakan kepada Clay untuk tidak mempercayai Luna sepenuhnya, tapi ia tidak bisa terus memerangkap Luna di sana untuk selamanya. Bisa saja, ia lakukan hal yang menyebabkan Luna tetap bertahan di sana untuk sementara waktu. Ia sadar bisa dengan mudah mencari tahu di

  • Antara Cinta Dan Kesalahan   Bab 39

    Rambut hitam Luna bergerak ke kanan dan kiri, dia terus melangkah dengan cepat. Merasa kesal karena Luna tidak mau berhenti, Clay kembali menarik tangan wanita itu dan memaksa Luna berhenti. "Aku lelah bermain kejar-kejaran denganmu, kali ini bisakah kau berhenti?" tekan Clay. Luna menolehkan kepalanya dengan marah, dia berdiri di depan Clay sambil melotot. Terlihat Luna tidak bisa ke mana-mana lagi, selain mengikuti perintah Clay. Saat itulah, Clay melepas cengkeraman di lengan Luna setelah yakin bahwa wanita itu tidak akan melarikan diri lagi. "Aku menitipkan pesan pada sepupumu agar kau bisa menghubungiku, apa kau tidak menerima pesan itu?" tanya Clay. Tapi bukannya menjawab, Luna justru mengoceh tidak jelas. "Aku tidak percaya bisa bertemu denganmu secepat ini, aku pikir kampus ini cukup luas untuk kita berdua. Aku akan terus menghargaimu jika kau merahasiakan keberadaanku di kampus ini." "Baiklah, aku juga akan menghargai permintaanmu jika saja kau mau memberiku waktu

  • Antara Cinta Dan Kesalahan   Bab 38

    Clay mengalihkan pandangan ke arah seberang jalan untuk membebaskan mata dan pikirannya dari delusi. Namun, semua itu tidak ada gunanya. Beberapa saat kemudian, dia kembali mendapati dirinya mengamati orang-orang yang berlalu lalang. Dia mencari wanita bersweter putih dengan rambut pirang yang tergerai di punggung. Sayangnya, wanita itu sudah pergi. Terdengar konyol memang, tapi Clay tidak bisa memikirkan hal lain kecuali Luna. Pada akhirnya, Clay mengikuti kata hati dengan menerobos kerumunan orang di depannya. Hingga sesaat kemudian, netra Clay menangkap sosok wanita yang memiliki postur tubuh sama persis seperti Luna, hanya saja warna rambutnya yang berbeda. Jika itu Luna, dia berpikir tidak mungkin Luna akan mewarnai rambutnya menjadi hitam. Clay memilih mengikuti langkah wanita itu dengan jarak yang aman, agar tidak terlalu mencurigakan. Saat wanita itu sampai ke jalan raya, dia terlihat ragu-ragu untuk menyeberang. Selang beberapa detik, ketika wanita itu mulai melangkah

  • Antara Cinta Dan Kesalahan   Bab 37

    Kali kejadiannya sangat cepat, sehingga Clay tidak bisa melihat apa-apa. Clay keluar dari mobil setelah pulang dari restoran, tanpa melihat ke depan tiba-tiba muncul bayangan besar dari belakang bangunan megah di depannya. Lengan Clay di tarik dengan kasar, lalu di lempar ke samping mobilnya di susul tinjuan keras yang menghantam perutnya. Tidak meninggalkan bekas, tapi cukup untuk membuatnya kesulitan bernapas. Tubuh Clay jatuh tersungkur ke tanah dalam posisi berlutut. Di sela-sela rasa sakit yang dia alami, Clay mendengar suara serak di depannya. "Itu dari Orlando. Dia kabur ke negara seberang." Setelah melempar surat ke arah Clay, orang itu pergi begitu saja dan menghilang di kegelapan malam. *** Keesokan harinya, Ruby langsung menghubungi Luna. Dia tidak sabar untuk memberitahu sepupunya itu tentang kejadian semalam di pesta. Begitu sambungan telepon terhubung, Ruby langsung berkata dengan napas sedikit terengah. "Lun, kau harus tahu. Aku bertemu dengannya di pesta s

  • Antara Cinta Dan Kesalahan   Bab 36

    Venus diam sejenak, dia bisa melihat betapa frustasinya Clay saat ini. Namun, dia sendiri merasa marah karena pria itu mengambil kesimpulan sepintas hingga membuatnya terjebak dalam masalah. "Kau membuatnya hamil karena bertengkar denganku, apa kau sadar sikapmu itu sangat menyakitiku, Clay?" "Aku tahu, aku sudah menebak kau akan bersikap seperti ini. Aku memang pantas mendapatkannya. Seluruh situasi yang menyedihkan ini adalah kesalahan yang fatal. Ayah wanita itu sangat gila, dia bahkan melakukan segala cara untuk meraih keuntungan." Clay menggenggam tangan Venus semakin erat. "Percayalah padaku, baik aku mau pun wanita itu. Kami tidak mau berurusan dengan satu sama lain, tapi ada, katakanlah mungkin ada situasi mendesak yang harus membuatku memintanya menikah denganku." Mendengar itu, Venus tertawa sinis. "Oh, dia pasti akan sangat senang karena mendapatkan mu. Di dunia ini siapa yang tidak ingin memilikimu? hampir semua wanita ingin memilikimu, Clay." Clay menghela napas panj

  • Antara Cinta Dan Kesalahan   Bab 35

    Jari-jari tangan Venus yang lentik serta memiliki kuku yang indah dan terawat sehingga tampak mengkilat, ketika wanita itu memainkan gelasnya, keanggunan Venus ketika bersandar di kursi, dengan satu lengan yang di letakan di kursi yang dia duduki. Venus seperti berlian murni sepuluh karat, wanita itu memang di takdirkan berada di tempat seperti ini di kelilingi kemewahan dan kekayaan. Berbeda dengan Luna Orlando, jika Clay membawa Luna ke tempat seperti ini, wanita itu pasti akan terlihat seperti mute plastik yang di tempatkan di kotak emas. Namun, Venus... dia memiliki aura yang tidak bisa Clay tampik. Wanita itu selalu menjunjung tinggi harga diri dan martabatnya, hal itulah yang membuat Clay mengaguminya. "Malam ini, kau sangat cantik, Venus." Puji Clay, tapi terdapat kesan menyakitkan dari cara bicara Clay. "Terima kasih, tapi malam ini pujian itu tidak berarti karena kau mengatakannya dengan nada seperti itu, belum lagi tatapan matamu yang aneh, lain halnya kalau kau meng

  • Antara Cinta Dan Kesalahan   Bab 34

    "Bagaimana kabarnya sekarang?" tanya Clay. Hening. Ruby tidak langsung menjawab pertanyaan itu, dia mengamati Clay lebih seksama dan saat itulah dia menyadari kantung mata yang menghitam di bawah kelopak mata pria itu. "Masih sama seperti sebelumnya." Jawab Ruby setelah bungkam beberapa saat. Tatapan Clay kembali mengarah pada Venus, lalu kembali lagi pada Ruby. "Aku belum pernah mendapat telepon darinya, apa kau sudah menyampaikan pesanku padanya?" "Ya, aku sudah mengatakannya." "Bisakah... kau memintanya untuk menghubungiku segera mungkin?" "Dia tidak tertarik, aku sudah membujuknya." Jawab Ruby jujur. Hingga tiba-tiba, seseorang di belakang Ruby tanpa sengaja mendorong gadis itu hingga bergeser lebih dekat ke arah Clay. Tidak ingin membuang kesempatan, Clay menggunakan kesempatan itu untuk mendesak Ruby, "Katakan padanya, jika ada masalah serius. Aku harus bicara dengannya." Namun, pada saat itu Venus kembali ke sisi Clay, menggandeng lengan pria itu dengan mesra. Kuku Ve

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status