Share

Part 4 : Identitas Baru

Penulis: ETI KUSMAWATI
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-05 23:58:28

Setelah Zora memeriksa dan melihat semua isi dari paper bag, ada 2 kotak makanan favorit Zora yaitu kue macaron yang berasal dari Prancis dan 1 gelas dark choco drink. Lalu Zora dengan cepat menyantap kue favoritnya, hingga satu kotak yang berisi 6 kue bulat dengan varian rasa yang berbeda itu habis. Sedangkan 1 kotak yang tersisa ia simpan di kulkas karena tidak mampu menghabiskannya sekaligus.

Waktu mengisi perut sudah habis, kini dia beralih kepekerjaanya. Dia memeriksa gelas minumannya, di bagian bawah gelas itu ada flashdisk yang sengaja ditempelkan. Flashdisk berukuran kecil yang berisi terkait misi yang akan diberikan padanya.

Tanpa pikir panjang Zora langsung menyalakan leptop miliknya dan memeriksa isi dari flashdisk itu, disana ada beberapa foto dan informasi pribadi dari target kali ini. Ada juga foto orang-orang yang menjadi keluarga dan orang terdekat target.

'Jadi ini misi pembunuhan?' batik Zora.

"Ini cukup merepotkan karena membutuhkan waktu." gumam Zora.

Di dalam file yang Zora baca target bernama Satya Arga Bintara anak bungsu dari pemilik perusahaan BN Gurp yaitu perusahaan terbesar di negri ini, orang yang selalu diperhatikan awak media dan setiap gerak-geriknya selalu menjadi trending topik di berbagai situs gosip.

Dia menjadi target pembunuhan kerena telah maraih posisi yang berhak bersaing dengan kedua kakaknya untuk menjadi pewaris perusahaan BN Grup, dan saat ini Satya menjabat sebagai Direktur dari anak perusahan BN Grup yang menangani jasa pengawalan atau bodyguard.

"Jadi aku harus menyamar sebagai bodyguard?" tanya Zora pada dirinya sendiri.

Pada misi kali ini Zora harus mendekati target terlebih dahulu karena tidak mungkin melakukan aksi pembunuhan secara langsung seperti yang biasa dia lakukan, target dijaga dengan ketat karena sudah beberapa kali mengalami percobaan pembunuhan namun gagal karena memiliki sekertaris yang cukup kompeten sebagai pendamping dan pelindungnya.

"Ternyata ini cukup merepotkan" keluh Zora.

Di flashdisk juga tersedia identitas baru yang akan Zora gunakan sebagai penyamaran, ini akan memakan waktu yang cukup lama karena walaupun dia berhasil menyamar sebagai karyawan tidak ada jaminan dia akan bekerja dibawah direktur Satya. 

"Jadi aku harus cepat bergerak ya." gumam Zora.

Kebetulan Saat ini BN Bodyguard grup sedang membuka lowongan pekerjaan, dengan cepat Zora mengirim Cv dan surat lamaran kerjanya via email, dan saat ini dia hanya perlu menunggu panggilan interview.

Sambil mempelajari apa yang harus ia lakukan pada saat interview, Zora merenung untuk sekarang posisinya aman, sebagai bodyguard harus memiliki keterampilan beladiri dan Zora memiliki kemampuan itu.

...

Dilain tempat, sore hari tempat Satya Arga Bintara berada.

Seorang pria gagah dengan duduk sambil menggigit ujung bolpoin, di mejanya terdapat berbagai macam berkas yang menumpuk. Ia mengenakan kemeja putih yang lengannya tergulung keatas, dilengkapi dasi bercorak garis biru yang longgar sehingga menampakan sebagian dadanya.

Dia adalah Satya Arga Bintara berusia 26 tahun, masih sibuk dengan pekerjaannya, membolak-balikan kertas yang ada didepannya lalu mengalihkan pandangannya ke arah komputernya. Tanpa sadar ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan kerjanya, orang itu tidak menyapa dan menunggu Satya dengan tenang dan sabar tanpa mengganggu pekerjaannya.

"Astaga, sejak kapa kamu masuk?" ucap Satya spontan karena kaget melihat sekertarisnya yang berdiri di depannya.

"Saya sudah masuk sejak tadi tuan."  jawabnya Andika, 

Andika adalah sekertaris sekaligus bodyguard dari Satya, orang yang sangat dipercayai oleh Satya sampai sekarang. Mereka bertemu 3 tahun yang lalu, saat itu Andika sedang mengalami masa sulit karena ibunya mengalami kecelakaan.

Dari kecelakaan itu ibu Andika kehilangan banyak darah dan stok golongan darah yang cocok dengan ibu Andika sedang kosong, Satya yang saat itu berada di rumah sakit itu menawarkan darahnya yang kebetulan cocok dengan darah ibu Andika.

Karena merasa tak tega melihat Andika tampak putus asa, Satya sedikit tergerak hatinya ketika melihat seorang pria dewasa menangis di depan orang lain, itu merupakan  sesuatu yang memalukan bagi Satya.

Tapi Andika meneteskan air mata tanpa memperdulikan orang disekitarnya dengan putus asa memohon kepada dokter yang merawat ibunya untuk melakukan yang terbaik, itu membuktikan betapa berharganya seorang ibu bagi Andika.

Sebagai balas budi Andika menawarkan diri bekerja untuk Satya, karena tidak ada yang bisa ia tawarkan kepada orang kaya seperti Satya sebagai ucapan terimakasih.

Tentu saja Satya menolak dengan tegas, karena ia menganggap Andika tidak memiliki potensi untuk bekerja dengannya. Tapi Andika tidak menyerah disitu saja dia mampu menunjukan potensinya hanya dalam waktu 3 bulan setelah Andika memaksa Satya untuk memberikannya kesempatan.

"Kenapa kamu tidak mengentuk pintu terlebih dahulu?" kesal Satya.

"Saya sudah mengetuk, tapi tuan muda tidak mendengar sama sekali." ungkap pria itu.

"Lalu kenapa kau tidak memanggilku?" tanya Satya lagi.

"Saya tidak bisa mengganggu pekerjaan tuan muda." jawabnya lagi.

"Ya sudahlah. Ada yang ingin kamu sampaikan?" tanya Satya.

"Untuk jadwal makan malam, Tuan besar mengundang tuan muda untuk datang kekediaman utama." ungkap Andika dengan wajah sedikit khawatir.

Itu karena jika tuan besar ayah dari Satya pemilik dari perusahaan BN Grup mengundang anak-anaknya untuk makan malam, memiliki keluhan terkait pekerjaan diantara mereka.

Selama ini Satya selalu menjadi kambing hitam kakak-kakaknya, dan perlahan itu mengurangi kepercayaan tuan besar pada putra bungsunya. Tetapi tuan besar merupakan orang yang adil dan tenang sehingga tidak termakan rayuan dan omongan semata, karena itulah sampai saat ini Satya masih tetap berada diposisinya sebagai direktur.

"Apa kakak-kakakku akan hadir?" tanya Satya.

"Iya tuan muda." 

"Bagaiman pergerakan mereka selama ini?" 

"Sejauh ini para tuan muda tidak melakukan hal yang mencurigakan untuk menjebak anda." jelas Andika yakin.

"Baiklah, sampaikan kepada ayahku kalau aku akan datang." ujar Satya.

"Baik tuan muda." jawab Andika perlahan mundur meninggalkan ruangan itu.

Satya yang ditinggal sendirian diam tak melakukan apapun, dia sudah tidak memiliki mood yang baik untuk melakukan pekerjaannya. Lalu membuka salah satu laci yang ada dimejanya dan mengambil sebungkus rokok yang ada di sana.

Satya berdiri dari kursinya lalu merapikan rambutnya yang acak-acakkan, dia mengambil sebatang rokok dan membakarnya.

"Kita lihat apa yang akan dilakukan oleh kedua kakakku." batin Satya sambil tersenyum menyeringai.

...

Di lain tempat.

Salah satu hotel mewah, terlihat tempat tidur yang sudah berantakan. Dua insan yang sedang berbaring dengan tubuh telanjang ditutupi selimut, dua orang tersebut saling berpelukan. 

Pria yang sedang memainkan rambut dari wanita yang berada dalam pelukannya, sedangkan wanita dengan rambut coklat kulit putih penuh dengan bekas ciuman merasa senang dan menggeliat dengan manja.

Drrtttt Drrtttt Drrtttt.

Getar ponsel terdengar di samping tempat tidur, pria itu meraih ponsel dengan malas dan matanya masih tertutup, tanpa melepaskan pelukannya dari wanita itu.

"Ada apa?" 

"Mohon maaf karena saya mengganggu waktu istirahat tuan muda, saya ingin menyampaikan kalau malam ini tuan muda diundang oleh tuan besar untuk makan malam dikediaman utama." jelas suara dibalik ponsel.

"Ya baiklah. Siapa saja yang akan datang?" tanya pria itu penasaran.

"Seluruh tuan mud diundang." balas suara dibalik ponsel.

"Oke, sampaikan kepada ayahku tercinta kalau putranya akan hadir." ucapnya lalu mematikan ponselnya.

Pelahan pria itu membuka matanya, lalu tersenyum puas setelah mendengar kabar baik itu.

"Malam ini kamu harus menjalankan peranmu dengan baik." bisiknya kepada wanita yang terbaring disampingnya.

"Tentu saja tuan, saya sangat pandai bersandiwara." ucap wanita itu dengan penuh percaya diri. Lalu kedua tersenyum puas dan kembali berpelukan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 23 : Penyerangan

    Kaca mobil hampir pecah akibat pukulan, memperlihatkan retakan-retakan halus yang siap meledak menjadi serpihan-serpihan tajam. Zora memutar sorot matanya dengan tajam, masih belum menemukan sesuatu yang bisa dijadikan senjata untuk melawan.Rasa penyesalan menghampiri hati Zora, penyesalan terbesar yang menggerogoti dirinya. Ia ceroboh, menjadi terlena dalam kehidupan yang tampak normal dan cerah hanya dalam waktu 1 bulan. Seharusnya ia tidak pernah melupakan bayangan kehidupan gelapnya yang penuh darah.Nafas berat masih bergema di sebelahnya, mengisyaratkan bahwa Satya belum sepenuhnya kehilangan kesadarannya. Namun, kedipan matanya semakin lambat dan terasa berat, rasa sakit di dahinya seakan menusuk dan menjalar diseluruh bagian kepalanya.Darah yang keluar dari luka di dahinya terus mengalir tak terbendung, menyusul saat Zora merobek lengan kemeja putih polos yang ia pakai untuk menutupi luka tersebut. Setelah memberikan pertolongan pertama, ia kembali fokus mencari objek yang b

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 22 : Penyerangan

    Saat keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing, terlihat dari kejauhan seorang yang berlari dengan tergesa-gesa menghampiri Satya.Dengan nafas tersengal-sengal dia memperlambat langkahnya saat mendekati Satya. Wajahnya memerah dipenuhi keringat karena kehabisa nafas, ditambah rasa lelah yang membuat nafasnya tidak beraturan."I-ini pak, s-saya berlari kesini secepat mungkin." ucap Dani sekertaris Satya dengan suara yang terbata-bata, terdengar seperti orang yang kesulitan bernapas. Dia menarik nafas dalam-dalam untuk mengurangi rasa lelahnya yang berlebihan. "Kerja bagus." puji Satya merasa puas dengan usaha sekertarisnya itu. Dia memang mengancam akan memotong gajinya, jika ia tidak tepat waktu mengantarkan kunci mobil dan ponsel genggam milik Satya."K-kalah begitu apa saya boleh kembali kekantor? Pekerjaan saya sudah menumpuk." mohon Dani dengan wajah memelasnya. "Baiklah, jangan hubungi aku jika tidak ada urusan yang penting." pesan Satya, melambaikan tangannya untuk menyuruh

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 21 : Darah Satya Mendidih

    Seakan tidak terjadi apa-apa, Zora memasuki lift. Masih memegang tangan Johan, dia menekan tombol lantai 1. Mengabaikan Satya yang menatapnya dengan tajam, membuat jantung Zora berdetak tidak karuan. Entah mengapa dia merasa seperti telah tertangkap basah telah mencuri sesuatu. "Lepaskan tanganku." bisik Johan, Ia merasa tak enak karena di belakangnya ada Satya yang tidak mungkin wajahnya tak dikenali oleh Johan.Zora tak bergeming, dia tak menggubris bisikan pelan dari Johan yang berusaha membebaskan diri dari cengkraman tangannya yang semakin kuat."Padahal tanganmu sekecil ini, kenapa cengkramannya sangat kuat." kesal Johan. Dia menggeliat melepaskan tangannya dengan kasar.Zora yang tangannya di hempas begitu saja tersentak kaget, pikirannya yang fokus pada Satya tiba-tiba memudar.Dia melihat Johan yang menatapnya dengan bingung, lalu dia tersadar bahwa di lift itu juga ada Satya dan Andika yang masih melihatnya. Berbeda dengan dengan Satya yang matanya menyiratkan amarah, Andi

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 2 : di abaikan

    Bagaikan aliran air yang mengalir tanpa henti, waktu berlalu begitu cepat.Sudah satu bulan berlalu begitu saja, Zora bekerja dan beradaptasi dengan baik di kantor Satya. Walaupun ada beberapa orang tidak suka dan senang menjahilinya, namun dia memilih tetap diam mengabaikan dan tak membalas apa yang telah mereka lakukan terhadapnya. Begitu juga Satya selama satu bulan tidak datang mencari ataupun menanyakan kabarnya. Seolah tidak pernah saling mengenal, Satya hilang tak mencarinya seperti awal saat mereka bertemu, bahkan saat mereka berpapasan dikantor Satya langsung membuang muka dengan sombongnya. 'Sebenarnya aku mengharapkan dia lebih menyukaiku sedikit lebih lama.' batin Zora. Zora berpikir ketertarikan Satya padanya hanya bersifat sementara. Yah itu memang tidak mungkin bertahan lama, mereka bertemu belum lama ini dan Satya sekarang mungkin sudah merasa bosan pikir Zora. Selama satu bulan penuh Zora tidak pernah memikirkan rencana untuk misinya, dia hanya fokus mendengarkan

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 19 : Saling Mengejek

    'Apa aku harus ikut mengantri juga?' batin Satya sambil melirik jam tangannya, mengangkat kepalanya menatap antrian panjang yang membentang di depannya. Dengan alis berkerut, Satya memejamkan matanya dan memantapkan pikirannya yang enggan mengantri. Mau tidak mau dia harus ikut mengantri, tidak mungkin untuk menerobos antrian hanya karena dia seorang direktur. Itu akan menimbulkan masalah nantinya. Setelah mengantri selama waktu 20 menit akhirnya tiba giliran Satya dan Zora di belakangnya, Satya memperhatikan makanan yang berderetan di depannya, ditangannya sudah ada nampan berwarna perak dan bagian isi yang berbeda bentuk dengan kesan yang sederhana. 'Pantas tercium aroma yang enak, ternyata makanannya cukup enak.' batin Satya. Makanan yang berjejeran di depannya terlihat menggiurkan, Satya manatapnya satu persatu. Sayur-sayur masih terlihat segar, mulai dari ikan yang dibaluri bumbu yang melimpah sehingga aromanya tercium dari jarak jauh. ‘Ohh, yang ini terlihat enak.’ batin Sa

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 18 : Makan siang bersama

    Ashan berjalan cepat menghampiri Zora, dengan niat ingin memarahinya. Zora tidak melakukan kesalahan apapun, tapi dimata Ashan yang dari awal sudah membencinya pasti setiap tindakan kecil apapun akan dijadikan sebuah kesalahan. Ashan mengepalkan tangannya dengan keras, wajahnya merah padam menahan kesal. Zora dari awal sama sekali tidak menunjukan rasa hormat sedikitpun padanya sebagai atasan. Ashan berpikir bagaimanapun dia sebagai karyawan baru harus menyadari posisinya di perusahaan ini. "GEAA" bentak Ashan. Seketika rauangan yang berisik langsung hening, begitu suara itu mencapai ujung di setiap telinga karyawan yang ada. Suara itu seharusnya mampu membuat telinga orang yang mendengarnya merasa sakit, mungkin karyawan yang berada disana sudah terbiasa hingga tidak ada reaksi yang serius. Mereka hanya diam menyaksikan apa yang akan pemimpin mereka lakukan terhadap gadis itu. Termasuk Zora, dia tidak menanggapi suara lantang yang menyebut nama samarannya itu dengan kasar. Berunt

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status