Paginya Mulan bangun dalam keadaan badan yang remuk redam. Selangkangannya terasa sangat sakit dan perih. Mungkin milikya sudah lecet karena semalam. Dia bahkan tidak yakin bisa bangun dalam keadaan badan yang sakit begini. Jangankan berjalan, mengubah posisi tidurnya saja terasa sangat berat.
Juan benar-benar menghajarnya habis-habisan tadi malam. Memang pria itu berperilaku sangat lembut, terlampau lembut sampai dirinya pun terbuai. Namun, Juan seakan tidak pernah puas, menghajarnya sampai dirinya mau pingsan. Pria itu seakan melepaskan sesuatu yang sudah lama dipendam. Mulan kembali ingat bagaimana buasnya Juan.
Di tengah lamunannya, Mulan merasakan pelukan yang makin mengerat di pinggangnya. Jangan lupa pula kepala yang berada di dadanya dan menggesek di sana. Mulan sampai menahan napas karena sensasi geli akibat ulah Juan. Ini masih pagi dan pria itu seakan ingin terus menggodanya.
“Juan, lepas,” pinta Mulan yang merasa risih dengan keadaan bada
Suara gesekan marmer dan alas kaki mengudara, membuat beberapa orang yang berdiri di depan pintu langsung menundukkan pelana. Bersikap tegak dan hormat pada seseorang yang datang dengan aura mengerikannya. Tidak ada yang berani membuka suara, bahkan melirik pun hanya akan mengantar kepala. “Dia sudah di dalam?” tanya suara itu dengan nada dingin. Tatapannya lurus pada pintu bercat cekelta itu. Banyak emosi dalam tatapan rumitnya yang membuat orang sekitar semakin takut. “Iya, Sir.” Pria yang tak lain adalah Bruce tersenyum dingin. Kedua tangan yang berada di samping tubuhnya mengepal. Rahangnya mengetat dengan emosi yang seperti magma, siap tumpah kapan saja. Dia sudah sangat menunggu waktu ini. Jiwa iblisnya berontak, meminta dikeluarkan secepat mungkin. Setelah anak buahnya membuka pintu, Bruce masuk ke dalam. Setiap hentakan kakinya seperti malaikan pencabut nyawa yang siap menebas pedang kapan saja. Anak buahnya di luar sana hanya bisa meneguk lud
Kini Mulan kembali bertemu dengan Alex secara sembunyi. Mulan sedikit merasa longgar karena pengawal sialan itu selalu pergi dan keluarganya sibuk dengan masalah perusahaan. Sedangkan pengawal lain bisa dengan mudah Mulan kelabui. Dia menemui Alex karena ada hal yang akan mereka bahas bersama.Mereka berdua saling berhadapan dengan tatapan berbeda. Mulan tengah berpikir keras sampai lipatan di keningnya makin banyak. Sementara Alex masih duduk dengan tenang dan menyesap teh hangatnya. Pria itu diam-diam mengamati semua perubahan ekspresi yang Mulan tampilkan.‘Cukup menarik,’ batinnya dengan senyum yang terkulum.“Jadi, dugaanku benar,” kata Mulan setelah mengeluarkan napas panjang. Tatapannya kembali bertemu dengan Alex, “Jika memang kami kembar, bagaimana caranya kami terpisah?”“Maya diculik setelah persalinan ibumu.”“Dan Mom tidak curiga sama sekali?” tanya Mulan dengan mulut
“Jadi, ada apa?” tanya Mulan tanpa mau basa-basi. Dia berusaha bersikap tenang dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Tatapannya mengamati pria di depannya yang secara terang-terangan memberi sikap tak suka padanya.Mulan mendecih dalam hati. Ternyata seperti ini sifat asli pengawal itu. Pengawal yang jarang bicara dan bersikap dingin ternyata cukup menyebalkan dan menganggu. Padahal sejak awal, Mulan merasa tidak mengusik pria itu, bahkan tidak membuat masalah sedikit pun. Namun, sepertinya Bruce memang tidak pernah menyukainya karena permainan konyolnya dengan Maya. Peduli setan, bukan Mulan yang memulai. Dia hanya memanfaatkan keadaan.“Kapan permainan kalian berakhir?”Mulan menaikkan sebelah alisnya, pertanyaan itu lagi. Tanpa dijelaskan, Mulan tahu ke arah mana percakapan ini.“Kamu rindu Maya?” pancing Mulan yang mulai melancarkan dugaannya. “Jika kamu rindu, kenapa tidak temui Maya saja dan janga
Juan pulang saat waktu sudah sangat larut. Langkahnya pelan, penuh kehati-hatian memasuki sebuah kamar yang sekarang sering didatanginya. Entahlah, seperti ada magnet tersendiri yang membuat langkahnya kemari. Rasa lelah dan penatnya hilang saat melihat wajah damai wanita di atas ranjang itu.Kesibukan di kantor perlahan memang membuat pikirannya tersita. Bukan hanya itu, waktunya pun terpotong banyak dengan masalah yang belum juga selesai.Sepanjang dia turun ke dunia bisnis, ini pertama kalinya menghadapi masalah pelik yang seakan berdatangan bersamaan. Setelah beberapa pihak meretas keamanan perusahaan, laporan bocor, produk yang mengalami masalah dan terpaksa ditarik dari pasaran, sekarang bertambah dengan beberapa kerja sama yang batal dengan alasan yang di luar nalar.Juan menebak ada sebuah tangan penggerak di belakang masalah ini. Entah kenapa dia yakin, orang-orang ini hanya boneka yang menuruti perintah seseorang. PR besar bagi mereka adalah mencari ta
Kriss menatap bangunan di depannya dengan tenang. Setelah setengah jam hanya berdiam di dalam mobil, dia memutuskan untuk turun. Dia harus memangkas waktu karena masih banyak hal yang harus dilakukannya.Setelah meyakinkan diri, Kriss melangkahkan kakinya mendekati bangunan tersebut. Bunyi gesekan sepatu mahal dan lantai menggema, menarik perhatian beberapa orang yang dilewatinya. Kriss hanya menatap lurus ke depan, tidak menghiraukan tatapan penuh pertanyaan dari sekitar.Orang-orang yang tadinya sibuk dengan kegiatan masing-masing, menghentikan gerakannya. Mereka serempak menatap Kriss yang lumayan mencolok. Sebuah tempat kumuh di mana kegiatan gelap berlangsung. Judi, minuman, dan juga jual beli manusia.Kriss menahan diri untuk tidak mendengus jijik. Dia tidak suka dengan keadaan bangunan dan aromanya yang terlalu menyengat. Fokusnya hanya mencari Robin. Menurut informasi anak buahnya, lelaki itu sering berada di sini untuk berjudi.Kriss jadi berpiki
Mulan mengendap masuk ke dalam ruang kerja Kriss. Setelah memastikan lelaki tersebut berangkat kerja, Mulan tak membuang waktu sedikitpun. Dia mengeledah beberapa berkas dalam laci kerja dalam ruangan itu. Beruntung kunci masih tergantung di sana yang sekaligus memudahkan aksinya. Dia membaca beberapa berkas dengan cepat, melakukan scanning isi berkas siapa tahu hal yang paling dibutuhkannya. Mulan percaya tidak ada hal bersih di dunia ini, termasuk kinerja perusahaan milik Kriss. Dan inilah PR-nya. Mencari rahasia yang bisa menjadi senjatanya untuk menjatuhkan Kriss dan semua kekayaannya saat ini.Mulan terus membuka beberapa kertas, mengacak isi laci dengan tergesa-gesa, hingga tak sengaja menjatuhkan selembar foto. Mulan memungut foto tersebut dan terbelalak. Dadanya berdentum keras melihat siapa orang dalam foto tersebut.Dua lelaki mengampit satu wanita.Mulan mengerjap. Dia jelas sangat tahu siapa orang dalam foto tersebut. Kriss, Ro
Di ruang kerjanya, Kriss tampak melamun. Dia mengetuk meja dengan pen di sela jarinya. Sedangkan tatapan lurus ke depan. Otaknya sedang memutar kilas balik kenangan masa lalu. Suasana yang sepi mendukung perasaan sendu dalam hatinya.Sejak pertemuannya dengan Robin kemarin, tidak ada sehari pun tanpa memikirkan Lucy. Otaknya seakan kembali diingatkan bagaimana hari terakhir mereka bertemu, sekaligus hari terakhir dia melihat tatapan sendu wanita itu.Tiba-tiba kenangan seakan berbondong dan menghajar ketenangannya selama ini. Kriss memejakan mata, menerima semua memori masuk ke dalam pikirannya.“Kita harus berpisah,” ujar Lucy di tengah tangisnya.Kriss diam dengan tangan yang mengepal. “Kenapa?” tanyanya berusaha menjaga intonasi suara agar tidak meledak saat ini juga. Demi Tuhan, sejak memutuskan bersama, perpisahan adahal hal yang sangat Kriss hindari. Dia sangat mencintai wanita ini, meski hubungan ini jelas salah
Sudah beberapa hari ini Maya merasa badannya meriang. Kepalanya seakan diputar, dan perutnya sering bergejolak. Seakan ingin memuntahkan sesuatu. Namun tidak ada yang keluar, selain cairan bening. Maya benar-benar frustasi. Keringat dingin membasahi keningnya. Tubuhnya sudah sangat lemah setelah sepagi ini memuntahkan makanan dari dalam perutnya. Dengan tertatih, dia bergerak menuju ranjang. Meringkuk di sana sambil menekan perutnya sekuat tenaga. Dia mengerang, rasa nyeri teramat perih dirasakannya. Sudah beberapa hari keadaan tubuhnya lemah seperti ini. Kebiasaan muntah hebat di pagi hari dan indera penciumnya yang terlalu sensitif, menolak aroma yang terlalu menyengat. Keadaan tubuhnya ini jelas menghambat pekerjaannya. Maya tidak leluasa bekerja di bar, bahkan dia harus mati-matian menahan gejolak di perutnya karena aroma menyengat dari alkohol dan nikotin di sekitar