Share

20. Daripada Nunggu yang Nggak Pasti

Kantor Nicho yang dingin terkena AC terasa percuma. Ananta merasa kini ia sesak. Hanya berdua dengan seorang pria yang tampan. Kaya. Tinggi. Perfect man.

Apalagi tadi bosnya mengatakan nama Stanley, menghubungi dirinya berkali-kali. Hanya sebatas menelepon. Tanpa menyusulnya ke kantor. Tanpa menolongnya. Padahal pasti Stanley tahu kalau sebelumnya gawainya mati.

'Saat aku butuh kamu kemana? Jangan bilang kamu hanya nongkrong di cafe sama teman-teman yang porotin kamu terus.'

"Karena kamunya belum bangun. Jadinya aku angkat. Aku yakin dia pasti khawatir sama kamu. Makanya ia telepon berkali-kali." Nicho menimpali.

"Apa?" Reflek Ananta berteriak.

"Hei, telingaku nggak pekak loh."

"Maaf pak! Maaf!" Setelah itu ia menundukkan kepalanya, memandang ke bawah. Ia tidak berani menatap bosnya dengan tampang kucel seperti itu.

"Yah, nggak apa-apa. Kamu cuci muka dan tanganmu dulu sana. Lalu makan. Baru pulang."

"Baik pak!" Hanya itu. Ya, hanya itu yang bi
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status