Share

Antara Luka dan Rasa
Antara Luka dan Rasa
Penulis: amaranthmara

1 - RASA DALAM DIAM

7 Agustus 2009

Sudah genap satu bulan Kira resmi menjadi anak SMA. Orang bilang SMA adalah masa di mana seseorang mencari jati diri. Bergaul dengan banyak teman, mencoba hal-hal baru, belajar mencintai apa yang kita suka, dan menerima apa yang tidak kita suka. Pada masa ini kita juga akan melakukan banyak kesalahan, tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita dapat mengambil hal positif dari setiap kesalahan yang kita lakukan. Orang bilang SMA juga masa yang paling indah sebab biasanya pada saat inilah cinta pertama hadir.

Bagi Kira tak ada yang berubah dalam hidupnya. Hidupnya terasa sama seperti sebelumnya. Hanya mengulang rutinitas yang sama setiap hari mulai dari berangkat sekolah pukul tujuh pagi sampai tiga sore, lalu pulang ke rumah dan belajar atau sekadar mengerjakan tugas sepulang sekolah. Di saat Kira merasa bosan paling ia hanya akan mengajak sahabatnya, Reka dan Mae, untuk jalan-jalan atau sekadar bermain di rumah salah satu dari mereka.

Hari ini rasanya melelahkan. Dimulai dari Kira yang telat masuk sekolah hingga akhirnya harus dihukum berdiri di lapangan selama setengah jam. Membuat badannya terasa kaku karena terpanggang di bawah sinar matahari. Karena dihukum Kira baru bisa masuk kelas saat pelajaran kedua dan langsung disambut dengan ujian fisika yang memusingkan. Kira selalu berpikir bahwa fisika bukanlah passion-nya sebab sekeras apapun ia belajar tetap tidak mengubah pemahamannya akan mata pelajaran ini. Tidak sampai di situ ternyata Kira juga lupa membawa tugas biologinya, sehingga lagi-lagi ia dihukum oleh Bu Riska mengerjakan tugas tambahan yang langsung dikumpulkan hari ini.

Kira menghela napas panjang lalu meminum susu yoghurt yang sedari tadi ia pegang. Sudah sepuluh menit Kira menunggu di halte. Namun, bus yang biasa ia tumpangi belum juga datang. Sore ini langit terlihat suram, suara guntur bersahutan di atas cakrawala. Angin yang dingin berhembus cukup kencang membuat rambut pendeknya yang indah menari kesana kemari. "Sepertinya akan hujan," gumamnya pelan.

Benar saja tak lama kemudian hujan mulai turun. Tetes demi tetes air melewati indra penglihatan. Sepertinya langit mendengar lelahnya Kira dan mendatangkan hujan yang indah memang untuknya. Kira menyukai hujan. Menurutnya hujan itu indah. Suara gemericik air menyentuh tanah menenangkan pikiran dan aroma yang dihasilkan tanah ketika tersentuh air hujan menyejukkan hati. Ditambah lagi kehadiran pelangi selepas hujan memberikan keindahan yang tak kalah cantiknya.

Saat sedang fokus menikmati hujan tiba-tiba netranya menangkap seorang laki-laki─yang sering ia lihat setiap pulang sekolah saat menunggu bus di halte─datang ke arahnya berlari melewati hujan. Lelaki tampan bertubuh tinggi berkulit kecoklatan. Berwajah dingin namun memiliki pandangan yang meneduhkan. Tanpa Kira sadari ia selalu memperhatikan lelaki itu setiap bertemu di halte. Mengagumi mata indahnya tanpa sedikit pun mengenalinya. Bahkan saat ini walaupun seluruh baju dan rambutnya basah kuyup terkena hujan, Kira berpikir bahwa ia tetap saja terlihat tampan.

Kira memandangi lelaki itu tanpa jeda dan tanpa sadar saat ini lelaki itu sudah mengarahkan pandangannya pada Kira. Membuat keduanya kini saling bertukar pandang.

"Ada apa?" Pertanyaan lelaki itu membuyarkan lamunan Kira. Merasa malu tertangkap basah memperhatikan lelaki itu, Kira pun melotot dan membuka mulutnya sambil mencoba berpikir mencari alasan.

"Ah ... ya? Ehm, anu ... hujannya indah ya?" Baru saja Kira melontarkan pertanyaan, langsung disambut dengan suara guntur yang mengagetkan disusul hujan yang turun semakin deras. Bukan hujan yang indah turun diantara mereka, tetapi sebaliknya. Lelaki itu hanya diam terlihat bingung menanggapi ucapan perempuan dihadapannya. Mungkin lelaki itu berpikir hujan yang turun hanyalah hujan. Diliputi kegelapan langit yang penuh dengan awan hitam diiringi suara guntur yang mengerikan.

"Aduh Kira kenapa harus berbicara padanya,"  batin Kira dalam hati. Ia menyesali kalimat yang keluar dari mulutnya.

Namun, wajah lelaki itu terus memandangi Kira dengan raut penuh pertanyaan. Seperti mengharapkan penjelasan dari ucapan Kira tadi. Lelaki itu mungkin mengira bahwa Kira memiliki pertanyaan lain yang lebih serius. 

Kira mencoba membuka mulutnya yang kini bergetar karena tatapan lelaki itu terus tertuju padanya. Membuat dirinya semakin gugup. "Ehm ... lebih suka hujan atau matahari?" lanjut Kira bertanya.

Lelaki itu mengerutkan alisnya terlihat bingung dengan pertanyaan yang Kira berikan.

Sementara Kira mencoba menahan napas karena terkejut dengan ucapannya sendiri. "Aduh Kira pertanyaan macam apa itu." batinnya. Sepertinya kewarasan Kira sudah hilang. Rasanya saat ini ia ingin menghilang saja. Berusaha melontarkan pertanyaan untuk berdalih, tetapi justru pertanyaan aneh yang akhirnya keluar dari mulut Kira. Tentu bukan pertanyaan itu maksud dari pandangan Kira tadi.

"Ah tidak usah dijawab—" sahut Kira panik sambil menggelengkan kepala dan melambaikan telapak tangan di hadapan lelaki itu. "Maaf," sambungnya.

Lelaki itu memusatkan pandangan melihat hujan di depan matanya. Dengan lembut menjawab, "Matahari." Lelaki itu menggerakkan netranya kembali memandang Kira. Kali ini dengan senyuman yang terlukis indah di wajahnya.

Tak menyangka bahwa pertanyaan anehnya akan dijawab, Kira justru melanjutkan dengan pertanyaan lain. "Kenapa?" tanya Kira penasaran.

"Hmm tidak tahu ...." ucap lelaki itu seraya menaikkan bahu. "Matahari itu cerah dan membawa kehangatan. Tidak seperti hujan yang terkesan muram dan selalu membawa kesedihan." Lelaki itu berbicara dengan nada yang lembut. Nada suaranya terdengar seperti seseorang yang sedang lelah. Kira pikir lelaki ini cukup aneh karena menjawab pertanyaan seseorang yang tidak ia kenal sama sekali. Tapi tentunya Kira lah yang lebih aneh karena melontarkan pertanyaan absurd kepada orang asing.

Namun, entah mengapa rasanya lelaki itu menjawab pertanyaan Kira dengan serius dan tanpa disangka saat ini ia terus memandangi Kira lekat sambil tersenyum tipis. Senyuman yang menghangatkan.

Sungguh rasanya Kira ingin pingsan melihat senyum manisnya. Indah dan menenangkan layaknya pelangi yang datang setelah hujan. Ralat. Layaknya mentari yang memberikan kehangatan. 

Perlahan hujan mulai mengecil dan menyisakan gerimis tipis yang terlihat begitu indah. Sore ini turunnya hujan dan hadirnya lelaki itu merupakan perpaduan terindah yang pernah Kira lihat. Bahkan titik air hujan saat ini terasa begitu hangat saat dirinya mencoba menyentuh tetesan hujan yang jatuh dengan tangannya.

Diam-diam keduanya tak tahan menyunggingkan senyum tipis dengan pandangan saling berpaling. Berusaha menahan senyum sebisa mungkin. Berusaha menyembunyikan rasa sedalam mungkin.

Sejak kapan tepatnya perasaan ini muncul, tentu keduanya tak tahu. Terkadang perasaan datang begitu saja tanpa sebab dan tanpa alasan. Datang tiba-tiba tanpa disengaja. Tanpa harus melakukan apa-apa.

Rasanya seperti menemukan cinta pertama?

-----------------------------------------------------------------------

Cinta pertama adalah pengalaman yang paling membahagiakan

Ia datang dengan cara paling sederhana 

Saat pertama kali aku tak bisa menahan senyum ketika memandangnya

Saat merasa hidupku penuh warna, meski dikelilingi hujan deras penuh kegelapan

Aku tau itu rasanya, ketika berada di sampingnya

-----------------------------------------------------------------------

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status