"Mone?"Rafka terkejut saat bertemu Mone menggeret kopernya di minimarket hotel. Di sebelah tangannya Mone tampak membeli beberapa kaleng minuman beralkohol.Rafka sendiri belum bisa tidur, mungkin efek kafeinnya baru terasa, hingga memutuskan untuk membeli rokok di minimarket yang masih berada di lingkungan hotel."Aku mau bayar." Mone menunjuk kasir yang berada di belakang Rafka, mengisyaratkan agar Rafka minggir, sebab menghalangi jalan Mone.Rafka pun minggir, membiarkan Mone menyelesaikan transaksinya. Ia masih bertanya-tanya, mengapa jam satu malam Mone malah membawa koper?"Kamar di sini udah penuh, aku mau nyari penginapan deket sini." Mone menjelaskan, sambil memberikan beberapa lembar uang pada kasir.Rafka semakin tidak paham. Ini sudah jam satu malam. Untuk apa Mone mencari penginapan lagi? Jika mereka bertengkar seperti malam itu, bukankah seharusnya Pandu yang mengalah dan mencari penginapan lain?"Kamu tau penginapan lain deket sini?" Mone sudah berbalik, kini bertanya
Kaleng ketiga kembali dibukanya setelah dua minuman kaleng Mone habis. Tanpa banyak bicara, Mone menikmati minuman kalengnya, sambil memperhatikan pemandangan kota Jogja pada malam hari dari jendela hotel.Tak banyak kendaraan yang melintas, hanya satu atau dua dalam setiap menitnya. Mone menyesap minuman dalam kalengnya, meski kepalanya mulai terasa pusing karena efek alkohol yang sudah mulai bekerja, Mone tetap menghabiskan kaleng ketiganya. Berharap seluruh isi dalam kepalanya lenyap seketika. Berharap seluruh rasa sakitnya dapat luruh selagi kesadarannya mulai mengabur.Mone menyandarkan kepalanya pada bagian belakang sofa. Saat ini posisi duduknya menyamping, untuk persiapan tidur di sofa. Hari sudah semakin malam saat Mone ngotot akan mencari penginapan lain, dan Rafka, yang saat itu mati-matian mencegah Mone untuk tidak keluar dari area hotel lalu menyarankan agar Mone tidur di kamarnya.Tadinya, Rafka ingin menyarankan Mone agar tidur di kamar Fara. Hanya saja, Rafka berusaha
12 Tahun Yang LaluKijang super milik Bapak digunakan Pandu selama Bapak cuti kerja. Pandu mengantarkan Mone yang ngotot ingin masuk kuliah, padahal Pandu yakin kondisi Mone belum stabil. Selama dua malam, Pandu mendengar Mone terus menangis di dalam kamarnya.Namun hari ini, dengan wajah yang semakin memprihatinkan, Mone memilih untuk masuk kuliah. Akhirnya Pandu memaksa untuk mengantar Mone karena takut terjadi sesuatu dengan Mone saat di jalan."Mas nunggu di KFC depan, ya. Kalo kamu gak mau ikut kelas sampe abis, nanti Mas jemput di sini."Mone menatap Kakak tirinya yang sejak hari ibunya meninggal tampak mengkhawatirkannya. "Mas Pandu pulang aja, nanti aku pulang sendiri. Makasih, Mas." Mone turun dari kijang tersebut tanpa mengindahkan ucapan Pandu kemudian.Sepanjang perjalanan menuju kelasnya, Mone bertemu beberapa orang yang dikenalnya. Mereka mengucapkan bela sungkawa pada Mone, saat itu Mone berusaha tersenyum tegar menanggapi seluruh ucapan bela sungkawa teman-temannya.Ta
"Mone!" Dika berteriak dengan dramatis, lalu memeluk Mone diikuti dengan teman-temannya.Beberapa orang di stasiun ikut menoleh karena perilaku teman-teman Mone yang tampak rusuh saat melihat Mone ada di sana."Gila, Raf. Lo lagi latihan poligami apa gimana?" Deni yang melihat keberadaan Fara, yang ia ketahui sebagai pacar Rafka saat ini, jelas tidak mengerti saat melihat Mone ikut datang dengan Rafka."Gak sengaja ketemu," sahut Rafka."Eh kalian nginep di Vila ya? Gue mau ikut dong." Perhatian Mone kini sepenuhnya dengan teman-temannya.Bagas yang lebih dahulu terpikirkan untuk mengeluh saat mendengar ucapan Mone. "Ah kacau! Kamarnya cuma dua, Mon. Alamat tidur di ruang tamu lagi deh.""Lo udah pada kerja masih aja nyewa vila dua kamar gitu. Udah tau tidur gak pada bisa diem, seneng amat tumpuk-tumpukan." Mone memprotes dengan kelakuan mereka, mengingat terakhir kali mereka berlibur ke vila di kawasan Puncak, Bogor. Kamar yang hanya ada dua, sedangkan mereka berjumlah tujuh orang sa
Mobil yang di rental Rafka mampir ke hotel terlebih dahulu sebelum berlanjut ke vila yang telah di pesan teman-temannya untuk stay selama di Jogja. Rafka dan Mone perlu mengambil beberapa barang yang masih tertinggal di hotel.Mone bersyukur dengan kebetulan hari ini, setidaknya niat menghabiskan waktu dengan Pandu selama di Jogja yang berakhir tragis, tergantikan dengan liburan bersama teman-teman SMA nya. Meskipun Mone seringkali di teror dengan pertanyaan yang sama, ke mana saja selama delapan tahun, dan mengapa teman-temannya ikut menjadi korban dalam kandasnya hubungan Mone dan Rafka karena tidak diberi kabar Mone sama sekali.Menanggapi pertanyaan itu Mone hanya tertawa tanpa ada niatan untuk bercerita. Ia hanya menjawab sekenanya, seperti, "Pokonya delapan tahun ini gue sibuk nanjak karir, lanjut S2, ikut training sana sini, hadir seminar, terus fokus ikut tes buat naik jabatan deh. Demi bisa berkata 'Bye kemiskinan, welcome kekayaan dan kejayaan'."Beruntung teman-temannya tak
Setelah seharian jalan-jalan ke tempat wisata di sekitaran Jogja, Mone dan teman-temannya tampak kelelahan dan berebut tempat tidur. Total kasur yang hanya ada tiga, terdiri dari dua ukuran double dan satu single, yang mana diletakkan dalam satu kamar satu Kasur single dan double, dan kamar satunya lagi satu kasur double.Sebenarnya perhitungan tempat tidur sudah diatur sedemikian rupa untuk mereka yang semula hanya berlibur lima orang. Satu kamar dengan satu Kasur double akan diisi oleh Rafka dan Bagas, sedang kamar satunya untuk Dika, Farel, dan Deni. Tapi semuanya kacau karena Mone ikut menginap dan memakai satu Kasur berukuran double. Jadilah dua Kasur yang tersisa menjadi rebutan anak-anak cowok."Enggak, enggak! Lo minggir, ini kasur gue. Lo tidur di sofa sana!" Dika menendang Bagas yang sudah hendak mengambil tempat tidurnya."Geseran, kek. Gue nyetir dari pantai kidul ke sini, pegel woi." Bagas masih berusaha menyempil di antara Dika dan Farel."Rafka, sempit! Lo tidur gak bis
Mone mengembuskan napasnya, menyadari sosok tersebut. Saat Dika ingin berdiri untuk menghampiri Pandu, Mone bangun terlebih dahulu dan mengatakan itu adalah kenalannya. "Aku ngasih tau aku di mana, gak minta supaya kamu nyusul, ya!" Kalimat pertama yang diucapkan Mone bukan lagi sapaan, lebih seperti desisan. Menyadari teman-temannya yang tampak memperhatikan Mone – terutama Rafka – Mone menarik Pandu menjauh dari tempatnya berdiri. Kasak-kusuk kini terdengar, beberapa yang didengar Mone meliputi, "Gue bilang juga apa, gak mungkin Mone gak punya pacar." "Ampe bela-belain nyusul ke Jogja." "Emang tuh cowok lagi di Jogja kok." Rafka menimpali ucapan teman-temannya. Mone mengabaikan ucapan teman-temannya dan fokus menjauh dari jangkauan mereka. Setelah cukup jauh, barulah Mone benar-benar menatap Pandu yang kini berdiri di hadapannya. "Kamu gak bilang nginep bareng Rafka." Mone melongo mendapati pernyataan Pandu barusan, "Mas, ya ampun. Barusan kamu liat di sana ada siapa aja?"
Jam makan siang, Dika diseret Rafka untuk makan pecel lele yang lokasinya cukup jauh dari gedung kantor mereka. Dika tidak satu kantor dengan Rafka, tapi kantor mereka tetangga gedung, jadi tak jarang keduanya makan siang bersama.Lokasi warung pecel lele yang cukup jauh dari gedung kantor jika berjalan kaki, sampai harus naik motor Dika, membuat warung tersebut tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengunjung yang kebanyakan membeli untuk dibungkus."Lo seneng amat si nyari makan jauh-jauh," keluh Dika, sambil mengaduk es teh manis yang baru datang dan masih menunggu pecel ayam pesanannya."Sumpek, Dik makan daerah sono mulu. Rame. Mana ngantri. Di ajak makan daerah sini yang agak sepi, anak kantor gue gak pada mau.""Kantin gedung kantor lo kan sepi tuh.""Ya sepi, makanannya gapada enak."Tak lama pecel ayam pesanan Dika dan pecel lele pesanan Rafka datang, keduanya kini fokus menghabiskan makanan terlebih dahulu, mengingat waktu istirahat hanya satu jam."Raf, lo tau akun instag