Karena sudah memutuskan untuk tinggal bersama, Bella dan Raffa berniat belanja beberapa kebutuhan rumah, terutama bahan makanan. Stok di rumah Bella sudah menipis, terlebih mereka akan membutuhkan lebih banyak mulai sekarang.
"Ini kartu ATM buat untuk kamu. Kodenya 121314, kamu boleh pakai untuk belanja apapun sesukamu, Bella" Raffa menyodorkan kartu berwarna biru kepada istrinya.
"Mas, jangan berlebihan. Aku masih punya tabungan kok." Bella mencoba untuk menolak pemberian Raffa dengan halus.
"Ini kewajiban aku, loh. Aku ini suamimu yang harus memberimu nafkah. Jadi tolong di terima, ya." Raffa memaksa Bella untuk menerima pemberiannya.
"Baiklah, aku terima. Terimakasih, Mas." Bella memasukkan kartu itu ke dalam dompet. Raffa tersenyum sumringah. Dia tampak sangat bahagia wanita itu menghargai pemberiannya.
Lalu lelaki itu menggandeng Bel
Sejak insiden antara Raffa, Bella, dan Raffi terungkap kemarin, Bella belum pernah lagi datang ke rumah keluarga Dirgantara. Terakhir Bella ke sana saat mengambil koper dan melihat isi kamar Raffi.Hari ini Bella dan Raffa mau berkunjung ke kediaman keluarga Dirgantara, yang tidak lain adalah rumah orang tua mereka. Bella dibantu Raffa memasak beberapa menu favorit keluarga. Sesampainya di sana, mama dan papa Raffa menyambut mereka dengan hangat. Sindi memeluk Bella erat."Aku fikir kamu masih marah gara-gara kejadian kemarin, Bell," ujar Sindi saat kami sama-sama menyiapkan makan siang di dapur."Aku sudah belajar menerima kenyataan, Sin. Lagipula Raffa selalu perhatian danbaik sama aku," katanya sambil menata piring di meja makan."Alhamdulillah, aku seneng banget dengernya, Bell. Kak Raffa memang baik. Dia orang yang bertanggung jawab dan tulus. Aku yakin dia bisa bahagiain kamu kok.
Suasana kantin kampus yang ramai tidak mengganggu Bella dan Sindi yang sedang menikmati makanan mereka. Selama makan, mereka membahas banyak hal. Walau mereka selalu bertemu hampir setiap hari, tetapi obrolan mereka tidak pernah mati.“Bella, aku mau jodohin kamu sama seseorang. Aku rasa kamu bakalan cocok banget sama dia. Soal wajah dan kekayaan, tidak perlu diragukan lagi. Aku pastikan dia sempurna.” Sindi tiba-tiba berbicara dengan nada serius. Dua manik matanya yang hitam kecoklatan fokus menatap sahabatnya, Bella."Apa-apaan kamu, Sin! Main jodoh-jodohin aja! Memangnya aku segitu nggak lakunya, ya? Kamu tau, kan? Aku masih bucin akut sama kak Raffi."Bella mengatakan itu dengan nada lumayan tinggi dan sedikit ketus. Dia mencoba mengklarifikasi pernyataan Sindi sahabatnya tentang rencana perjodohan antara dengan teman kakak sahabatnya tersebut."Sssst! Kurangi volume bicaramu, Bell. Coba kamu perhatikan, semua mata yg ada di ka
Perlahan matahari menuju ke arah barat untuk mengembara ke belahan dunia yang lain. Langit berwarna jingga tua berpadu dengan kuning cerah terhampar luas. Bella memandang keindahan semesta itu lewat jendela kamarnya yang menghadap ke arah barat.Hanya sendiri. Sebuah kesunyian yang awalnya begitu menakutkan, kini sudah membuat Bella terbiasa. Semenjak ayah dan ibunya meninggal yang disebabkan oleh kecelakaan tragis beberapa tahun lalu, kesepian itu terkadang membekukan hati gadis cantik itu.Terkadang Bella merasa iri pada Sindi sahabatnya. Dia masih memiliki orang tua yang lengkap ditambah lagi seorang kakak yang baik hati seperti Raffi. Biasanya, saat Bella merasa kesepian menerpa dengan begitu kejam, hanya mereka tempat dia berbagi.Dulu saat ayah dan ibu Bella masih ada, mereka selalu memanjakan gadis itu. Bella masih belum lupa, setiap pagi ibunya selalu memasak nasi goreng untuk mereka sarapan. Ayahnya
Floresta Cafe. pukul delapan malam kurang lima belas menit Bella sampai di lokasi. Dia melihat hampir seluruh tamu yang hadir menatap ke arahnya dengan tatapan penuh makna. Bella sedikit canggung. Saat pertama gadis itu memakai gaun merah dengan taburan gliter itu, Sindi bilang dia terlihat sangat cantik.Benar saja. Saat Bella melihat ke cermin, dia seperti bukan melihat dirinya. Wajar jika penampilannya mampu membius mereka yang hadir di kafe itu. Bella berusaha tenang. Jalan lurus ke arah meja nomor delapan. Dari kejauhan dia melihat seorang pria duduk sambil menatap layar ponsel. Rambut lelaki itu sedikit panjang seperti tokoh anime favorit Bella, dia juga memakai kacamata yang memberikan kesan dewasa. Bella pun gugup."Kamu sudah datang, silakan duduk," ujar lelaki itu lembut sambil berinisiatif menyiapkan kursi untuk Bella duduk.Bella tersanjung. Meskipun baru bertemu dia merasa diperlakukan dengan bai
Nyanyian burung menandakan hari akan segera dimulai. Bella menggeliat, meregangkan otot tubuhnya yang sedikit kaku. Kenangan semalam masih teringat jelas di dalam ingatannya. Dia mengecek jari manisnya, takut semua itu hanya mimpi. Bella tersenyum saat mendapati cincin berlian itu masih melingkar di jari manisnya.Semuanya terlalu manis untuk Bella lupakan. Sekarang Bella sudah didera rasa rindu pada Raffa. Bella baru sadar, semalam dia tidak meminta kontak lelaki itu. Bodoh! umpatnya dalam hati. Dia kemudian memutuskan untuk menelepon Sindi. Gadis itu harus menjelaskan semuanya pada Bella."Ada apa, Bell? Tumben pagi-pagi telpon aku."Suara Sindi sedikit serak di ujung sana. Sepertinya dia baru saja bangun tidur."Hari ini ke rumah aku dong, mau curhat nih. Jelasin ke aku, siapa Raffa sebenarnya," ucap Bella tanpa basa-basi."Oke, siap. Aku mandi dulu ya." Sindi langsung menutup telpon dari B
Hari ini Sindi mengajak Bella untuk pergi ke salon. Dia akan melakukan perawatan diri sebelum menjadi pengantin. Sengaja mereka berangkat pagi hari karena cuaca saat ini sedang tidak bersahabat. Musim kemarau menyebabkan suhu udara menjadi sangat panas di siang hari dan hujan di sore hari.Bella sebenarnya tidak terlalu hobi melakukan perawatan salon. Selain pemborosan, Bella lebih suka perawatan sendiri di rumah. Tapi untuk hari ini dia menurut saja. Kata Sindi, ini keinginan Raffi.Sambil menunggu Sindi datang, Bella memandangi foto Raffa yang sekarang Bella jadikan wallpaper. Beberapa hari lalu Sindi mengirimkan padanya via e-mail. Itupun Bella harus merengek untuk mendapatkan foto itu. Sayangnya Raffa tidak mengizinkan Sindi memberikan kontaknya pada Bella.Rasanya Bella sudah sangat rindu pada Raffa. Dia Sangat ingin berjumpa dengan lelaki itu. Meskipun hanya satu menit saja tidak
Bella sekarang ada di depan cermin. Beberapa perias pengantin pilihan keluarga Dirgantara merias wajah gadis itu. Akhirnya hari yang Bella tunggu datang juga. Hari ini ijab qabul antara dia dan Raffa Dirgantara dilangsungkan. Momen yang mungkin tidak akan dia lupakan seumur hidup.Sindi mendampingi Bella sejak lepas subuh tadi. Katanya saat ini Raffa sedang melaksanakan peresmian ikatan sakral mereka di sebuah masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.Setelah ijab qabul dilaksanakan, Raffa akan menjemput Bella untuk pelaksanaan resepsi."Saya terima nikah dan kawinnya, Bella Ananda dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai," Sindi memutar pesan suara kiriman Raffi.Artinya sekarang Bella sudah sah menjadi istri Raffa. Tiba-tiba jantung gadis itu berdegup lebih kencang. Bisa jadi, wajahnya akan pucat pasi jikatidak ditutupi make-up. Sejak semalam dia sudah tidak bisa tidur
Raffa menggandeng Bella kembali ke kamar. Badan wanita itu terasa sakit semua. Resepsi adalah momen yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Meskipun hanya duduk sambil berpose layaknya model, namun rasa lelah akan langsung mendera setelah acara berakhir."Biar aku gendong. Kamu pasti capek, kan?"kata Raffa sambil menutup pintu kamar sekaligus menguncinya.Tanpa menunggu jawaban Bella, Raffa mengangkat tubuh ramping wanita itu dan menurunkannya pelan di ranjang mereka. Bella bersyukur, dia bisa kembali merasakan nikmatnya merebahkan diri ke atas kasur. Hampir seluruh otot di tubuh Bella melemas, tidak kaku seperti tadi saat mereka berada di atas pelaminan."Aku mau mandi dulu sebentar, kamu ganti baju, gih. Sindu sudah membelikanmu banyak baju tidur. Ambil saja di situ." Raffa menunjuk sebuah lemari baju yang terletak di pojok kamar. Setelah itu dia berjalan ke arah kamar mandi. Sesaat kemu