Ara mematung, saat ini dirinya yang sedang memeluk bayi Tuan Putri, berada di tengah-tengah suasana mencekam. Ara menatap ke arah Raja Iblis lalu berbalik menatap Kaisar alam langit, ini pertama kalinya Ara melihat langsung Sang Kaisar. Selama ini Ara hanya melihatnya dari lukisan di buku yang dibacanya yang menceritakan betapa hebat dan agungnya Sang Kaisar.
"Biarkan bayi itu diasuh oleh ayahnya! Dan Anda harus memberikan perhatian selama anak itu tumbuh dewasa, itulah permintaan saya!" ujar Raja Iblis.
"Baik!" jawab Sang Kaisar.
Ara menatap bayi mungil yang berada di dalam pelukannya, bagaimana Raja Iblis tepatnya kakek bayi ini menyerahkan bayi lucu ini kepada suku alam langit.
Walaupun alam langit memiliki begitu banyak norma yang harus dipatuhi namun hal itu tidak menjamin para Dewa dan Dewi di sana memiliki tabiat yang baik. Bayangkan bagaimana bayi kecil yang memiliki darah iblis ini diasuh oleh ibu tiri yang merupakan Dewi Agung alam langit, hal itu sudah membuat hati Ara diliputi kecemasan.
Ara berlutut dan memohon "Biarkan saya tetap berada di sisi bayi ini, menjadi pengasuhnya. Tuan Putri menolong saya, dirinya mengangkat saya menjadi pelayannya dan budi baik itu harus dibalas!"
"Jika itu yang kamu inginkan maka akan saya kabulkan! Namun kamu harus melepaskan semua kekuatan sihir gelap yang kamu miliki! Apakah kamu bersedia?" tanya Sang Kaisar.
"Tentu!" jawab Ara yakin.
"Apakah Anda menyetujuinya?" tanya Sang Kaisar kepada Raja Iblis.
"Ya!" jawab Raja Iblis.
Walaupun bayi itu adalah cucu kandungnya, namun karena kebencian yang begitu kuat terhadapnya alam langit membuat dirinya tidak menginginkan bayi itu.
Raja Iblis tidak peduli apapun yang terjadi pada bayi itu setelah berada di alam langit, oleh karena itu Raja Iblis meminta Kaisar terlibat dalam kehidupan bayi itu. Raja Iblis yakin kehidupan yang akan dilalui Sang Cucu akan penuh liku, dan beruntung Ara pelayan putrinya bersedia berkorban untuk mengikuti bayi itu ke alam langit.
"Jika begitu, kita sepakat!" ujar Sang Kaisar, lalu beliau menghilang kembali ke alam langit bersama Ara dan bayi itu.
Raja Iblis memerintahkan semua prajurit kembali ke alam iblis. Perang tidak terjadi, namun setidaknya alam langit juga telah menerima tanggung jawab mereka. Dendam itu masih ada, Raja Iblis akan kembali mengumpulkan prajurit dan menanti kesempatan yang tepat untuk menyerang alam langit.
Ara yang masih memeluk bayi itu telah berpindah tempat, saat ini dirinya berdiri di tengah-tengah aula megah dengan pilar-pilar besar menyangga langit-langit aula yang sangat tinggi.
"Berlutut!" ujar Sang Kaisar lalu berjalan naik ke singgasananya yang berada di sisi kanan singgasana Kaisar Langit, penguasa alam langit dan seluruh alam lainnya.
Ara berlutut dan menunduk, dirinya berada di hadapan penguasa Agung seluruh alam, Kaisar Langit. Ara memeluk erat bayi itu dan berharap semua berjalan lancar.
Ara merasakan tubuhnya melemah, kekuatan sihir gelapnya yang tidak seberapa sudah dihilangkan saat dirinya masuk ke alam langit. Tidak masalah, asalkan dirinya diberi tempat di sisi bayi ini.
"Bayi itu akan dibesarkan dalam keluargamu! Bayi itu adalah putri sulung Dewa Malam, Rigel!" titah Kaisar Langit.
"Titah diterima!" ujar Dewa Malam dan istrinya Dewi Angin sambil bersujud dan memberi hormat kepada Kaisar Langit.
Dewi Angin marah karena jalinan kasih suaminya dengan Putri Iblis, namun tidak ada yang dapat dilakukannya. Titah Kaisar Langit adalah absolut dan harus dipatuhi. Jadi Dewi Angin menekan kebenciannya dan menerima anak haram berdarah iblis menjadi putri sulungnya.
Akhirnya masalah besar antara alam langit dan alam iblis terselesaikan. Namun perjalanan hidup berliku bayi itu baru akan dimulai. Bayi yang diterima dengan kebencian tidak akan tumbuh dengan mendapatkan kasih sayang maupun perhatian. Dewa Malam tidak banyak berkata, kesalahannya cukup besar dan sebagai akibatnya, dirinya harus merawat bayi itu seumur hidupnya.
Ara mengikuti Dewa Malam dan Dewi Angin kembali ke kediaman mereka. Kediaman megah yang berada di sisi Selatan alam langit. Namun mereka tidak tinggal di sana melainkan di Paviliun mungil yang berada di halaman belakang kediaman utama.
Beruntung Ara memutuskan untuk merawat bayi itu, setidaknya dirinya akan menemani dan menyayangi bayi ini dengan tulus.Kehidupan di alam langit terasa sangat lambat bagi Ara. Boleh dikatakan mereka dikucilkan, Ara akan menyiapkan makanan dengan bahan makanan yang dikirim setiap minggunya dari kediaman utama. Dewa Malam maupun Dewi Angin tidak pernah sekalipun mengunjungi bayi Aranjo.
Ara mendengar dari percakapan para pelayan lainnya, Dewi Angin telah mengandung dan kediaman utama sedang dalam suka cita.
Kehidupan Ara dan Aranjo hanya berputar di sekitar Paviliun halaman belakang kediaman Dewa Malam. Mereka hidup dalam kesederhanaan dan itu cukup karena mereka merasa damai.***
Tidak terasa 500 tahun telah berlalu, Aranjo tumbuh menjadi gadis kecil yang lucu. Usia 500 tahun sama dengan usia 5 tahun di dunia fana. Aranjo tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat cantik dan pintar. Namun sayang, Dewa Malam maupun Dewi Angin tidak menyekolahkan Aranjo seperti putri-putri kandung mereka.
Aranjo kecil akan sembunyi-sembunyi melihat ke dalam ruangan kediaman utama saat saudarinya belajar. Aranjo anak yang pintar, dirinya cepat memahami ajaran yang diberikan oleh Sang Guru.
Walaupun tidak mendapatkan pendidikan formal, namun dirinya sudah dapat membaca dan menulis serta sangat menyukai pelajaran sastra yang membosankan.
Keseharian Aranjo hanya bersama dengan Ara, pengasuhnya. Penghuni kediaman utama termasuk dengan para pelayan selalu mengabaikan keberadaan mereka. Mereka ada, tapi seperti tidak terlihat.Aranjo, gadis kecil yang sangat cantik dan menggemaskan, dirinya dapat menarik perhatian para pelayan. Awalnya para pelayan selalu mengabaikan dirinya, namun senyum gadis mungil itu mampu menggerakkan hati mereka dan mulai menyayangi dirinya.
Hal tersebut diketahui oleh Dewi Angin dan beliau sangat marah. Di dalam tubuh mungil Aranjo mengalir darah suku iblis, hal itu memberikan aura penggoda khas suku iblis mengelilingi tubuh mungilnya. Dapatkah dibayangkan di usia belia Aranjo itu sudah memiliki aura sepekat itu apalagi saat dirinya beranjak dewasa.
Semua pelayan yang berhubungan dengan Aranjo langsung dihukum dan di keluarkan dari kediaman utama Dewa Malam. Dewa Angin memerintahkan tidak boleh ada satu pelayan pun yang boleh menatap wajah Aranjo, karena gadis itu memiliki sihir gelap yang tabu.
Segera kabar itu tersebar ke seluruh alam langit. Dewa Malam tidak mengatakan apapun seakan menyetujui setiap tindakan isterinya, Dewi Angin. Aranjo keturunan suku iblis yang karena kebaikan Sang Kaisar diijinkan tinggal di alam langit, namun iblis tetaplah iblis. Gadis kecil itu dikenal memiliki aura iblis dan tabu untuk menatap wajahnya secara. langsung.Di usia 500 tahun, Aranjo diperintahkan untuk selalu mengenakan cadar termasuk saat gadis kecil itu tidur. Ara merasa sedih, namun dirinya tidak dapat berbuat apapun. Ara kecewa akan ketidak pedulian Dewa Malam yang mana adalah ayah kandung Aranjo dan Sang Kakek, Raja Iblis.
Archer berlumuran darah dan sama sekali tidak melawan. Ia hanya berharap perasaan Aranjo dapat tergerak, melihatnya seperti ini. Sedangkan Asmodus semakin menggila dan memukul, membabi buta.Aranjo berteriak, histeris. Namun, ia tidak mampu menggerakkan tubuh. Ya, dalam hatinya, ia berteriak melihat bagaimana Archer babak belur. Apalagi, tidak ada yang dapat dilakukan.Sampai pada satu titik, Asmodus mencengkeram leher Archer dan mengangkatnya tinggi. Tawa puas, menggema, melihat betapa banyak darah yang membasahi tubuh Dewa Agung itu."Hmmm, tidak menarik, karena kamu tidak melawan. Namun, itu bagus. Aku dapat memusnahkanmu, lebih cepat."Cengkeraman semakin kuat dan membuat Aranjo, semakin panik.'Aku mohon, jika Surga memang ada, maka dengarkan doaku. Aku mencintai Archer dan Dewa itu juga mencintaiku, aku mohon biarkan aku terlepas dari belenggu ini, agar dapat menolongnya. Aku tidak peduli, walaupun jiwaku menjadi taruh
"Para Dewa Agung, aku butuh kekuatan kalian untuk menyegel gerbang alam bawah ini. Jadi, saat Asmodus musnah, kerusakan cukup terjadi di alam bawah dan tidak menyebabkan kerusakan di luar itu!" ujar Kaisar Langit dengan tegas."Baik, Yang Mulia Kaisar Langit!" seru para Dewa Agung terkuat di Alam Langit.Para Dewa melompat turun dari atas punggung Pegasus yang masih terbang. Membentuk formasi di sekitar gerbang alam bawah dan mulai menyalurkan energi kekuatan sihir mereka."TUNGGU!"Para Dewa Agung dan Kaisar Langit menatap ke sosok yang berani bersuara.Robert Gao melangkah maju, tepat ke hadapan sang Kaisar Langit. Ia keluar bersama dengan semua mahluk dari alam bawah dan tetap berada di dekat gerbang, untuk melihat apa yang terjadi."Bagaimana dengan Archer? Ia masih berada di dalam dan kalian menyegel gerbang ini. Bagaimana ia dapat keluar dan bagaimana jika ia membutuhkan bantuan?" seru Robert Gao, yang mer
Robert berusaha bernapas, tetapi itu begitu sulit. Tidak lagi berusaha melawan, Robert merogoh sesuatu dari saku pakaiannya. Berhasil, walaupun dengan susah payah. Dengan wajah yang sudah memerah karena kehabisan napas, Robert berhasil mengangkat kalung dengan leontin darah suci ke hadapan Griffin.Seketika tangan yang mencengkeram leher, dilepaskan dan membuat tubuh Robert terhempas kuat ke tanah.Berusaha keras mengisi paru-paru dengan oksigen, Robert benar-benar kesulitan. Sedikit lebih lama lagi, maka ia akan musnah.Griffin berdiri mematung dan menatap ke tangan manusia abadi yang menggenggamnya leontin itu. Griffin tahu itu adalah bagian dari dirinya, tetapi bagaimana itu bisa ada di tangan manusia abadi itu?"Dari mana kamu mendapatkan itu?" tanya Griffin dingin."A-Anda menitipkan kepadaku! Dan berpesan, untuk mengembalikannya saat ini," ujar Robert dengan suara yang begitu lemah.Griffin menunduk dan menatap
Tangan Aranjo terulur, mendekati artefak itu. Ujung jari telunjuk, menyentuh benda itu dan seketika cahaya terang menyelimuti Aranjo. Ia menghilang bersama dengan benda itu, kembali kepada sang pemilik.***Keesokan harinya, Griffin keluar dari paviliun dan tetap berada di sana untuk beberapa saat. Menunggu, menunggu Aranjo keluar dari paviliun.Setelah menunggu beberapa saat, Leander datang menghampirinya."Ayo, kita harus segera pergi ke alam bawah. Lentera cahaya sudah ada padaku," ajak Leander.Diam dan tidak menanggapi ucapan Leander."Kamu menunggu Aranjo?" tanya Leander.Griffin mengangguk."Dia sudah kembali ke Alam Iblis," ujar Leander. Ya, ia tidak berbohong, memang benar Aranjo telah kembali ke Alam Iblis, walaupun bukan ke istana. Namun, Leander yakin Griffin tidak akan bertanya lebih jauh, sebab mengira Aranjo kembali ke istana.Ragu sejenak, tetapi pada akhirnya Gri
"Bagus, jika kamu menyukainya," balas Griffin dan merasa lega, tidak harus merubah warna rambutnya ini.Seketika, kesadaran akan cincin ilusi miliknya yang belum dikembalikan, membuat Aranjo langsung duduk. Gerakannya itu membuat rambut Griffin yang berada dalam genggamannya, tertarik.Griffin langsung memalingkan wajah dan menatap ke arah Aranjo, yang sudah dalam posisi duduk."M-Maaf," ujar Aranjo dan segera melepaskan rambut itu."Tapi..., Hei! Kembalikan cincin ilusi, milikku!" ujar Aranjo lantang, saat teringat akan cincin itu."Ini?" tanya Griffin, sambil mengangkat tangannya tepat di hadapan Aranjo, perlahan membuka kepalan tangan dan cincin ilusi itu ada di atas telapaknya.Melihat cincin itu, Aranjo langsung hendak mengambil. Namun, Griffin memindahkan tangannya, sehingga tangan Aranjo hanya menggapai angin."Kembalikan!" seru Aranjo yang mulai kesal. Mabuk, membuat otaknya tidak dapat berp
Perjamuan makan diadakan oleh Kaisar Langit. Kembali mereka diundang ke aula, untuk mengikuti perjamuan itu.Aranjo mengagumi keindahan Alam Langit dan matanya, tidak henti melihat-lihat.Perjamuan yang cukup meriah dan dihadiri oleh begitu banyak Dewa, serta Dewi.Aranjo duduk di balik meja rendah, yang berada tepat di antara meja Leander dan Griffin. Alunan musik dari harpa, mengiringi tarian indah yang dipertontonkan di tengah-tengah aula. Tarian yang isisipkan dengan kekuatan sihir, membuat apa yang dilihat begitu menakjubkan.Aranjo menatap dengan mulut menganga, akan keajaiban tarian yang ada di hadapannya.Leander memalingkan wajah dan menatap ke arah Griffin. Seperti perkiraannya, siku Griffin diletakkan di atas meja, dengan tangan menopang wajahnya. Ya, Griffin menatap ke arah Aranjo. Mahluk agung itu terlihat jelas seperti sedang jatuh cinta.Leander menghela napas, ia khawatir akan apa yang akan