Share

8. Arjuna.

Author: SIM
last update Last Updated: 2021-01-01 11:16:48

Arjuna menatap langit-langit kamar. Matanya memang terpejam, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Jiwanya masih sepenuhnya terjaga. Kembali teringat empat hari yang lalu di mana Julia mengusirnya dengan tatapan jijik campur benci.

Pria itu mengusap wajahnya gusar. Matanya kembali menatap nyalang. Ia bangun dan duduk bersimpuh di atas kasur, merenungi kesalahannya. Dengan keadaan gelisah ia menatap tanggalan di atas meja yang berada tepat di sebelah kasur. 

Tanggal tiga belas, tercoret dengan lingkaran merah. Arjuna menandai pada tanggalnya. Hari saat dia meniduri perempuan itu. Hari di mana kehormatan adik tirinya sendiri ia renggut.

Di tengah keterpurukan rasa bersalah itu, ponselnya berbunyi nyaring.

Klik. 

Arjuna menggeser tombol warna hijau. Mengangkat telepon dengan perasaan jengkel.

Siapa malam-malam begini yang berani menggangguku?

"Ada apa?"

"Arjuna, kau tahu …."

Arjuna menjauhkan ponselnya. Ia menatap nama kontak di layar ponselnya. Jonatan. Pria yang sekarang masuk ke daftar salah satu orang yang dibencinya.

“Jangan menghubungi aku lagi, Bajingan!"

Klik. 

Arjuna kembali menutup teleponnya. 

Baru satu detik berlalu, lagi-lagi ponselnya berdering. Itu dari Jonatan. Walau enggan, Arjuna tetap menggeser tombol hijau dan kembali mendekatkan ponsenya ketelinga.

"Hei, aku belum selesai bicara!" bentak Jonatan dari seberang. 

"Aku mengantuk, dasar pengganggu!"

"Hei dengar …." Jonatan terdengar menarik nafas. "Tadi aku melihat Julia, gadis sok suci itu."

Selalu saja. Julia ... Julia ... Julia yang selalu menghantui pikirannya. Arjuna tahu, hidupnya sekarang tidak akan tenang seperti dulu lagi bila Julia tidak segera memaafkannya, bahkan maaf saja tidak akan cukup. Dan sialnya Jonatan ikut membahas topik tentang Julia malam ini.

"Diam, Brengsek, dia memang suci, dan kau seharusnya bertanggung jawab karena sudah membuatku menodainya!" Ada rasa tidak terima ketika Jonatan mengejeknya dengan kalimat “gadis sok suci”.

"A-apaaa? Jadi waktu itu dia masih perawan? Tapi kenapa sekarang Julia bersama orang lain. Kalau dia gadis baik-baik maka kau pasti tidak akan percaya sekarang gadis itu benar-benar sudah menjual tubuhnya lagi."

"Apa … apa maksudmu?" Nada bicara Arjuna terdengar geram.

"Aku melihat dia bersama pria asing berjalan menuju kamar, dan gadismu itu sama sekali tidak memberontak. Dia ada di bar-ku kau tahu? Kalau kau tidak percaya, aku akan mengirimkan fotonya padamu."

"Kenapa kau tidak bilang dari tadi!" bentak Arjuna. 

Arjuna berdiri menyambar jaket kulit bewarna coklat tuanya. Ia berjalan gusar mencari kunci motornya tanpa mematikan ponselnya. 

"Aku sudah bercerita. Kau saja yang tidak mendengarkan ceritaku sampai selesai. Memangnya kau kenapa?"

"Dia masih di bar?" tanya Arjuna memastikan.

"Mereka menyewa kamar!"

"Sialan! Cegah mereka!"

Arjuna berlari menuju garasi setelah menggenggam kunci motornya dengan erat. Tidak ada waktu untuk mengendarai mobil, lebih cepat naik motor.

***

Brak. 

Arjuna melangkah dengan tatapan nyalang setelah berhasil mendobrak pintu. Arjuna masih menggunakan helm “full face” untuk menutupi wajahnya, sehingga orang-orang di sana tidak mengetahui kalau itu Arjuna. 

Arjuna maju dengan langkah lebar menghampiri lelaki yang tengah menindih tubuh Julia. Sekali hempas lelaki bertubuh gempal itu terpelanting jatuh ke pojok ruangan. 

Julia memekik ketakutan. Perempuan malang itu segera menutupi bagian tubuhnya yang terekspos, walau hasilnya tetap sia-sia. Ia menangis terisak dengan wajah yang terlihat berantakan.

Arjuna yang tengah meneliti keadaan Julia semakin geram ketika mendapati leher Julia yang memar bewarna merah, juga tatapan syok, dan kosong. 

"Berani-beraninya kau sentuh dia!" 

Satu pukulan berhasil mengenai rahang lelaki bertubuh gempal itu. Lelaki itu memekik kesakitan.

"Si-siapa kau?" tanyanya dengan marah sembari mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah. Lelaki bertubuh gempal itu menatap Arjuna yang masih memakai helm dengan marah. 

"Aku calon suaminya, Bedebah!" teriak Arjuna ikut marah. Berkali-kali ia nyalangkan tinju pada wajah lelaki itu. Lelaki itu hanya bisa menangkis pukulan Arjuna tanpa mampu melawannya lagi.

"Hei, apa yang kau lakukan ... hentikan! Aku tidak tahu kalau kau calon suaminya!" seru lelaki bertubuh gempal itu tak berdaya. Wajahnya babak belur, hidungnya patah, nafasnya tersedat-sedat. "Kumohon hentikan!" Lelaki itu terus memohon.

Arjuna menatap Julia prihatin. Perempuan itu berusaha menutupi tubuhnya dengan putus asa. Arjuna maju menghampiri Julia, ia menarik lengan perempuan itu. Menutupi tubuh Julia dengan jaket kulitnya. Lalu mengajaknya pergi. 

"Cepat ikuti aku!"

Arjuna melangkah lebar tanpa melepas genggaman tangannya pada Julia. Di belakang, Julia terlihat kesusahan untuk menyamai langkah lebar Arjuna. Langkah kakinya terasa kaku. Lelaki itu terus membawa Julia pergi dari tempat terkutuk itu.

Malam ini kebetulan pengunjung bar sangat ramai. Sesekali tubuh mereka bertabrakan dengan pengunjung yang asyik berjoget heboh. Arjuna menarik Julia, lalu lelaki itu mendekapnya untuk melindungi dari tangan jahil para lelaki yang terang-terangan menjawil tubuh Julia.

"A-aku takut," bisik perempuan itu sambil menyembunyikan tubuhnya di dalam dekapan Arjuna.

"Jangan takut. Kamu aman bersamaku."

Julia mengangguk. Berkali-kali menoleh kebelakang memastikan lelaki gempal tadi tidak mengikutinya.

"Apakah dia masih mengejar kita?"

Arjuna menatap Julia. Ia semakin menguatkan genggaman tangannya pada Julia. "Aku tidak tahu, tapi kemungkinan iya. Kita harus cepat."

Arjuna berhenti di depan montor ninja bewarna putihnya.

Julia menatapnya heran. Perempuan itu mengira Arjuna akan menyuruhnya pergi begitu saja setelah menolongnya lolos dari kejaran pria tadi. Tetapi ternyata tidak, Arjuna masih menggengamnya erat. 

"Kita akan ke mana?" tanya Julia menatap lelaki asing yang masih memakai helm di depannya dengan penasaran.

"Ke tempatku yang jauh lebih aman,” jawab Arjuna pendek.

"Kamu siapa? Kenapa menolongku sampai sejauh ini?"

Arjuna melepas helmnya. Dan saat itu juga Julia mundur selangkah, matanya melebar sambil menutup mulutnya yang menganga. Tubuhnya terasa lumpuh. Ia masih trauma dengan Arjuna. 

"Pak Arjuna?"

"Dengar, aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menolongmu. Jadi jangan berburuk sangka dulu padaku," Arjuna menangkup wajah Julia yang tampak semakin ketakutan.

Perempuan itu merespon dengan penolakan, ia mendorong tubuh Arjuna. Membuat jarak di antara mereka lagi. Hendak berlari menjauh. Tetapi Arjuna segera menarik tangannya lagi. 

"Saya tidak mau dibantu oleh anda."

Arjuna mengusap rambutnya. Pandangannya menyapu pada sekitar parkiran memastikan tidak ada yang mengikutinya. Kembali menatap Julia dengan gusar. "Lupakan kejadian terkutuk itu. Lupakan rasa bencimu padaku, tolong jangan bersikap seformal itu bila tidak sedang bekerja padaku. Paham!" kata Arjuna dengan kedua tangan yang mencengkram bahu Julia erat.

Julia mengangguk ketakutan. Ia merasa Arjuna tengah mengancamnya. "Kamu mau apa? Aku mau pergi dari sini. Jangan ganggu aku lagi, please!" Julia berkata dengan menahan ketakutannya. 

"Hei, kalian!"

Arjuna dan Julia menoleh. Lima lelaki berbadan besar dengan setelan formal berjalan mendekat. Bisa ditebak mereka adalah bodyguard lelaki gempal tadi.

"Perintahkan sesuatu padaku. Kamu mau aku menghajarnya, atau kita kabur sekarang?" tanya Arjuna tegas.

"Hei, awas kalian!" Kelima lelaki itu berjalan semakin mendekat.

Julia menatap kaku. Ketakutanya bertambah berkali-kali lipat.

"Cepat perintahkan aku untuk menghajarnya Julia. Lagipula aku sudah lama tidak sesemangat ini!" Arjuna tersenyum miring setelah memberikan penawaran pada Julia. 

Perempuan itu sama sekali belum menjawab. Arjuna menarik Julia untuk mundur ketika para bodyguard tadi datang. Arjuna mulai melemaskan tangannya, dan bersiap mengambil ancang-ancang. "Baiklah, aku sudah lama tidak bertarung …. "

"Kita … kabur …."

Arjuna menatap kepalan tangannya yang digenggam oleh Julia. Hangat. Perempuan itu menatapnya penuh permohonan juga ketakutan.

"Kita kabur saja."

Arjuna mengangguk dengan senyuman tipis, lalu memakaikan helmnya pada Julia.

"Pakai ini!"

Dan Arjuna melajukan motornya dengan kecepatan penuh meninggalkan tempat terkutuk itu.

Bersambung. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Arjuna & Julia (INDONESIA).    45. Tamat.

    Bonus. Arjuna dan Julia adalah pasangan suami istri yang bahagia. Delapan bulan setelah pernikahan mereka, mereka dikaruniai seorang putra yang diberi nama Arka. Kehadiran Arka membawa keceriaan baru dalam kehidupan mereka.Arka tumbuh dengan pesat. Di usianya yang ke-8 bulan, dia sudah mulai bisa berjalan dan sesekali memanggil "papa" dan "mama". Arka juga suka sekali menunggu di depan pintu, menanti kepulangan sang papa dari bekerja. Setiap kali Arjuna pulang, Arka akan berlari ke arahnya dan memeluk kakinya dengan erat. Arjuna selalu menyempatkan waktu untuk bermain dengan Arka, menggendongnya, dan membacakannya cerita. Julia pun tak kalah sayang dengan Arka. Dia selalu sabar dan telaten mengurus Arka, memandikannya, memakaikannya baju, dan memberinya makan.Suatu hari, Arjuna harus pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan selama beberapa hari. Julia merasa sedih karena anaknya harus berpisah sementara dengan papanya. Namun, dia tetap tegar dan berusaha untuk tidak menunjukkan

  • Arjuna & Julia (INDONESIA).    44. Pulang.

    Arjuna dan Julia menyambut sang buah hati dengan penuh rasa haru dan bahagia. Sejak kepulangan Julia dari rumah sakit, Arjuna dengan penuh semangat mempelajari segala hal tentang mengurus bayi. Dia dengan telaten memandikan, mengganti popok, dan menggendong buah hati mereka dengan penuh kasih sayang.Suatu sore, Julia mengamati Arjuna dari atas kasur saat dia memandikan bayinya. Arjuna dengan penuh kelembutan membersihkan tubuh mungil sang bayi, sesekali mengajaknya berbicara dengan suara yang begitu lembut. Julia tersentuh melihat betapa Arjuna begitu menikmati momen tersebut, dan rasa cinta serta kasih sayangnya terhadap buah hati mereka semakin kuat."Terima kasih, Arjuna," bisik Julia dengan penuh rasa haru.Arjuna menoleh ke arah Julia dan tersenyum. "Apa pun untuk anak kita," jawabnya dengan penuh kasih sayang.Hari-hari Arjuna dan Julia pun diwarnai dengan kebahagiaan sebagai orang tua baru. Mereka saling bahu membahu dalam mengurus buah hati mereka, dan cinta serta kasih sayan

  • Arjuna & Julia (INDONESIA).    43. Menunggu.

    Jantung Arjuna berdegup kencang, rasa cemas dan khawatir mewarnai wajahnya. Ia duduk di kursi tunggu rumah sakit, menunggu kabar dari sang istri yang tengah menjalani operasi caesar di dalam ruangan yang terlihat sangat tertutup itu. Operasi yang sudah ditunggu-tunggu sekaligus penuh kekhawatiran, karena ini adalah anak pertama mereka.Jam demi jam terasa begitu lama. Arjuna terus memanjatkan doa, memohon kelancaran operasi dan keselamatan bagi istri tercinta. Bayangan wajah sang istri selalu terngiang di benaknya, senyumannya yang hangat dan tawa riang yang selalu menghiasi hari-harinya. Kegiatan istrinya yang suka sekali memasak aneka kue membuatnya teringat pilu. Tiba-tiba, pintu ruangan operasi terbuka. Seorang suster dengan wajah teduh melangkah keluar, membawa selimut kecil berwarna putih. Arjuna bangkit dari kursinya, jantungnya berdebar semakin kencang."Pak Arjuna," Suster itu tersenyum hangat, "Ini putra Bapak." Perlahan, suster membuka selimut itu, memperlihatkan wajah mun

  • Arjuna & Julia (INDONESIA).    42. Operasi Caesar.

    Arjuna berjalan cepat mengikuti perawat yang sudah mendorong istrinya di atas brankar rumah sakit untuk segera dilakukan pemeriksaan. Sedari tadi yang ia lihat Julia hanya menggerang kesakitan dengan mata terpejam. Sungguh Arjuna yang melihat itu ikut merasakan kengerian. Sebagai calon bapak-bapak yang menunggu anaknya lahir dengan kepanikan yang luar biasa, mestinya ia tidak tenang. ***Semua tahap pemeriksaan telah dilakukan. Dokter spesialis kandungan menyarankan Julia untuk segera melakukan operasi caesar hari itu juga dikarenakan posisi janin belum sesuai, juga volume ketuban yang malah berkurang. Tentu saja itu bukanlah hal yang bagus untuk calon bayi. Julia sudah mulai tenang tidak kesakitan lagi. Iya berbaring dengan nyaman di atas brankar. Arjuna menarik kursi, dan duduk di dekat istrinya. Ia mengusap kening istrinya, lalu tersenyum manis. "Kamu mau minum?" tawar Arjuna menyodorkan air mineral ke arah Julia. Para perawat sudah pergi. Kamar VVIP yang sangat luas itu teras

  • Arjuna & Julia (INDONESIA).    41. Curhat.

    Julia Pov. Seperti hari-hari sebelumnya. Hari ini aku berangkat bekerja dihantar oleh suamiku, Arjuna. Di dalam mobil terasa sunyi, aku maupun dia sama-sama saling menutup mulut. Tidak ada basa-basi seperti biasanya. Hanya ada suara desah nafas lelahku yang sepertinya kebanyakan memikirkan masalah akhir-akhir ini. Yah, lagi-lagi masalah sepele. Selalu saja kepikiran. Sebenarnya aku masih memikirkan perihal semalam. Tentang keinginan Arjuna untuk tetap menjadikan aku istri selamanya. Sebenarnya hal itu diluar ekspektasiku. Kadang aku berpikir untuk tidak bersama selamanya. Tiba-tiba menjelang kelahiran anakku, entah kenapa hatiku menjadi plin-plan. Aku merasa seperti keberatan untuk terus menjadi istrinya. Terkadang pikiran terburukku muncul, aku tidak ingin meneruskan pernikahan ini. Bagaimana kalau aku tidak bisa sepenuhnya mencintainya? Atau bagaimana kalau dia selama ini hanya berpura-pura baik di depanku saja? Maksudku di luar sana, seorang pebisnis besar pasti memiliki selingku

  • Arjuna & Julia (INDONESIA).    40. Belanja Keperluan Bayi.

    Julia mengerang. Ia melepaskan pelukan suaminya. Namun pelukan itu tak mau terlepas. Semakin erat. Ia juga bahkan sudah mencubit-cubit lengan Arjuna supaya mau melepaskannya, namun suaminya tetap tak bergeming. Julia menghela nafas pendek. "Aku mau mandi. Lengket semua badanku," ujar Julia dengan intonasi lirih. Terlalu pagi untuk bicara dengan intonasi agak tinggi. "Sebentar lagi ... tunggu lima menit lagi," Arjuna merengek, menenggelamkan wajahnya ke dalam rambut panjang istrinya. Menghirup aroma wangi yang semerbak. Sambil tetap masih memeluk istrinya. Julia mengambil ponselnya yang berada di nakas dengan susah payah. Lalu menyetel stopwatch dengan hitungan dimulai lima menit. Ia dengan anteng menikmati setiap detik waktu yang mulai berkurang. Sesekali mengusap lembut wajah suaminya. Jemari lentiknya bermain di sana. Sedang Arjuna semakin tidur terlelap

  • Arjuna & Julia (INDONESIA).    39. Malam Menuju Pagi.

    Pukul 10 malam. Julia menarik selimutnya dan bersiap-siap untuk segera tidur. Arjuna yang berada di sampingnya masih sibuk dengan laptopnya. Lelaki itu masih harus meneliti beberapa berkas yang akan dia kerjakan besok di kantor. "Bagaimana keadaan di kafe untuk beberapa hari ini?" tanya Arjuna memecah keheningan. Lelaki itu menatap ke arah Julia yang juga tengah menatap ke arahnya. Julia mengatur posisi berbaringnya sebelum menjawab. "Kafe kita mengalami peningkatan yang cukup drastis. Hampir setiap hari kafe kita ramai dengan pengunjung," jawab Julia antusias. Lalu ia kembali teringat beberapa waktu yang lalu, ia sangat disibukkan ketika kafe sedang ramai-ramainya dengan pengunjung yang ternyata kebanyakan adalah teman kantornya sendiri. "Kebetulan weekend kemarin teman-teman kantor banyak yang datang ikut melariskan kafe kita," ujar Julia menggebu-gebu. Arjuna mengangguk mendengarkan seluruh cerita dari Julia dengan khidmat. Jadi, usahanya ketika melakukan promosi di kantor bebera

  • Arjuna & Julia (INDONESIA).    38. Promosi Kue.

    Beberapa hari berlalu. Menjelang istirahat di kantor. Arjuna terlihat sibuk dengan ponsel pintarnya. Matanya fokus menatap tajam gambar menu makanan yang tertera di layar ponselnya. Masih dalam mode konsentrasi diiringi perutnya yang mulai berbunyi."Pesan ini saja, atau yang ini?" ujarnya yang lebih tepat untuk diri sendiri. Ia masih sibuk memilih-milih daftar menu makanan di suatu aplikasi yang tertera. Beberapa menu yang ia lihat dalam keadaan lapar membuat semuanya terasa begitu menggiurkan. Di ruangan itu, Arjuna hanya sendiri, tidak ada yang bisa ia mintai pendapat. Beberapa daftar makanan pesanannya sudah masuk ke dalam list pembayaran dan tinggal menunggu pengantar makanan datang membawakan makanan yang sudah ia pesan. ***Seorang perempuan berkaca mata minus tengah memegang ganggang telepon. Jemari lentiknya dengan lihai memencet angka-angka yang tertera di sana. Segera angka-angka tersebut tersambung pada tujuan yang sudah ditetapkan di kantor tersebut. Tak lama setelah itu

  • Arjuna & Julia (INDONESIA).    37. Jalan-jalan.

    Seperti rencana awal yang telah ditetapkannya kemarin. Hari ini Julia berniat untuk pergi ke rumah papanya. Akan tetapi, tadi pagi-pagi sekali perempuan itu menangkap gerak-gerik mencurigakan dari suaminya, yang ternyata Arjuna memutuskan untuk ikut mengantar sekaligus mengawasi Julia. Sampai selamat tentunya. Mungkin lelaki itu baru sadar bahwa dia sudah harus siap siaga mulai dari sekarang. Takut terjadi apa-apa yang tidak diinginkan. "Kita naik motor lagi, ya," ajak Julia yang kelewat antusias, sampai ia mengabaikan mimik muka Arjuna yang tiba-tiba berubah menjadi pelik, dengan satu lirikan heran mengarah pada Julia. "Serius kamu mau naik motor lagi?" tanya Arjuna berusaha untuk bersabar dengan tingkah aneh-aneh istrinya yang menurutnya lumayan ekstrim untuk seseorang yang sedang hamil tua. Sekarang istrinya sedang hamil tua, bagaimanapun ia menginginkan yang terbaik untuk istrinya. "Iya.""Coba jelaskan secara singkat alasan kamu sangat menyukai berpergian naik motor?" "Sebena

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status