"Terima kasih, Bi. Aku menyayangimu." Ia memeluk Fasha dan wanita tua yang dipeluknya juga membalas dengan lembut.
Emely pun keluar dari istana, mencari keberadaan Aralt yang tak ada di rumah tersebut. Ketika ia mencari-cari, banyak pasang mata yang memandanginya begitu lekat, ia sendiri menggaruk kepala karena terheran, apakah ada sesuatu yang salah dalam dirinya? Ataukah penampilannya aneh setelah memakai pakaian Bibi Fasha? Tidak dan tidak sama sekali! Karena pakaian Bibi Fasha adalah pakaian yang paling nyaman dipakainya dari semua pakaian yang ia coba, dan juga, pakaian Bibi Fasha seperti daster yang memiliki kain dingin.
Yang membuatnya menjadi pusat perhatian adalah, pakaian yang ia pakai membuatnya terlihat imut, sekaligus seksi dikarenakan area di atas dadanya, terekspos begitu saja, apalagi dengan kulit putih dan mulus itu.
"Permisi, Nona. Apa Anda melihat Alpha Aralt di sekitaran sini? Atau Anda pernah melihatnya baru saja atau beberapa menit, bahkan jam yang lalu?" tanyanya ke seseorang yang kebetulan lewat di depannya.
"Alpha berada di luar pack, Nona. Di sebelah selatan sana, sepertinya ia tidak jauh dari pintu gerbang," jawabnya.
"Terima kasih."
"Sama-sama."
Emely menuju arah selatan dan mencari-cari di mana gerbang tersebut berada, ketika ia melihatnya, dirinya pun segera ke sana hingga akhirnya telah sampai dan tak menemukan siapa pun di sini.
"Aralt, kau di mana?"
"Aralt!" teriaknya dan terus memanggil alpha tersebut hingga dia sendiri tidak sadar telah keluar dari perbatasan pack.
"Haish, dia tidak ada, lebih baik aku pulang sekarang." Ketika ia berbalik, jantungnya berdebar kencang karena bingung, di mana dirinya sekarang.
"Hutan, di mana ini?" Ia berusaha mengingat-ingat jalan kembali, tapi pikirannya blank dan langsung kosong.
"Kenapa aku bodoh sekali? Mencarinya sampai keluar jalur sejauh ini. Aralt, Aralt! Tolong aku."
"Argh, seandainya aku punya kemampuan layaknya serigala atau makhluk lain yang dapat bergerak dengan cepat, aku tidak akan kesusahan seperti ini," resahnya, mengembuskan napas kasar kemudian menendang daun-daun yang ada di depannya.
Lelah berdiri, ia pun duduk di sebelah batang pohon yang besar dan menunggu seseorang yang akan lewat di sini, baik secara kebetulan atau memang keberuntungannya untuk selamat dari ketersesatan. Namun ia yakin, jika Aralt akan mencarinya.
"Di mana Emely?!" Aralt bertanya ke omega yang sedang bekerja di dapur. Semuanya menggeleng tidak tahu, Aralt menghela napas khawatir, dirinya mencari keberadaan Fasha. "Bibi, di mana?"
"Nak, kamu mencari apa? Kenapa khawatir seperti itu?"
"Bi, Emely tidak ada di kamar, dan aku terus mencarinya dari sore sampai sekarang, dan dia tidak kutemukan!"
Fasha langsung panik seketika. "Bibi pun tidak tahu, Nak. Terakhir kali dia datang tadi siang dan meminjam baju Bibi."
"Baju Bibi berwarna apa yang dia pinjam?"
"Warna merah, Nak."
"Terima kasih, Bi. Aku akan terus mencarinya."
Aralt terus mencari keberadaan Emely, juga berusaha menemukan suatu informasi atau sebuah petunjuk dengan mengunjungi semua rumah rakyatnya, hingga ia mendapatkan jawaban dari seorang wanita yang mengatakan, "Dia mencari alpha di gerbang pack bagian selatan."
"Kapan?!"
"Si-siang tadi, Alpha. Sekitar jam tiga."
Dirinya memang sempat ada di sana. Namun, ia telah pulang di jam tersebut. Aralt berterima kasih kemudian menuju gerbang selatan dan terus meneriaki nama Emely.
"Emely!" Tak ada jawaban.
"Jason, keluarlah. Aku membutuhkan bantuanmu sialan!"
Jason terbangun. Mengetahui isi pikiran Aralt, instingnya tajam begitu saja dengan menggunakan indra penciumannya dan berhasil menghirup aroma Emely walau terasa samar.
"Dia keluar dari pack ini dan kurasa, mate kita berada di luar, lebih tepatnya memasuki area hutan."
Telepati dari wolf-nya membuat Aralt semakin panik, ia berubah dalam sekejap dalam mode serigala dan berlari begitu cepat menerobos hutan yang begitu luas dan terus mengendus aroma yang membekas dari mate-nya.
"Eungh, Aralt? Kau kah itu?" gumam Emely, ia tertidur dengan bersandar di batang pohon, punggungnya tentu terasa pegal, ia pun segera membuka mata dan hutan telah menggelap dengan kicauan burung hantu yang mendengung di telinganya.
"Aku masih di sini? Dan ke mana Aralt? Apa dia tidak mencariku?" tanyanya dengan nada yang sedikit takut. Emely menyesal mencari Aralt sampai sejauh ini, bahkan lupa untuk berpikir jika kemungkinan, saat ia datang ke gerbang itu, Aralt sudah pulang.
Napas Emely tersekat, ia mendengar sesuatu, sebuah langkah yang menginjak dedaunan begitu terdengar kasar, ia menutup mulut serta matanya, untuk meredam suara. Suara tersebut semakin mendekat, dan ia berusaha meredam isak tangisnya karena sudah terlalu takut.
Tolongkah aku, siapa pun. Bagaimana jika di belakang sana adalah monster? A-aku tidak ingin meninggal dalam keadaan mengenaskan!
"Siapa di sana?" Emely membulatkan mata, setelah dia mendengar suara tersebut, ia mendengar pula geraman serigala ketika seseorang telah berada di depannya yang merupakan, pelaku dari pertanyaan tadi.
"Aku tak dapat menebak, bahwa kau ini seorang apa? Kau ... argh, sulit ditebak. Namun, aku akan mengurusmu nanti, karena hewan di belakangku ini begitu mengganggu, sepertinya dia membutuhkan daging untuk mengisi perutnya yang keroncong," ujar pria itu, tanpa berlama-lama, ia diterkam begitu saja oleh hewan di belakangnya karena terlalu berbasa-basi. Bagaimana dengan Emely? Wanita ini telah memejamkan mata terlebih dahulu, dan ia tidak akan membuka mata sekarang karena sudah yakin jika teriakan itu menunjukkan betapa sakitnya koyakan dari seekor serigala.
Emely tak mendengar apa pun lagi, apakah pria itu sudah tamat? Kemungkinan iya, dan apakah selanjutnya, dia yang menjadi korban? Karena sekarang, suara geraman begitu jelas di pendengarannya.
"Siapapun, tolong aku," lirih Emely, pasrah dengan hidupnya yang berada di ujung tanduk.
Tak ada sakit sama sekali, yang terasa hanyalah sebuah sentuhan dari bulu yang agak halus menerpa wajah Emely. Wanita itu membuka matanya pelan-pelan, ketika pandangannya terbuka, ia menatap serigala berbulu keemasan dengan mata hijau yang jernih dan menenangkan.
Dirinya menyentuh wajah serigala tersebut dan mendapatkan respon yang lucu ketika hewan buas di depannya langsung menoel-noelkan diri.
"Kenapa kau tidak melukaiku?"
Serigala tersebut menggeleng, kemudian menjilat pipi Emely yang membuat wanita itu hanya memejamkan mata walau dalam dirinya, terbesit sedikit perasaan jijik. Tapi itu sementara waktu saja, karena Emely langsung menghapusnya dengan senyum yang terbit di sudut bibir.
"Jangan takut mate," ucap serigala-Jason-menenangkan wanitanya. Emely cukup terkejut, mendengar kata mate, mengingatkan dirinya kepada Aralt.
"Aralt?"
Jason menggeram, sementara Aralt sedang tertawa kencang sembari berkata, "Ha ha, Emely ternyata mengingat wajah tampanku."
"Diam kau, bodoh!" balas Jason melalui telepati, sementara Aralt tetap tertawa, puas melihat serigalanya yang amat kesal.
"Jason, panggil aku Jason. Jangan si pria bodoh itu," ucap serigala itu dengan nada yang sedikit merengek. Emely sempat tertegun, dirinya tersenyum kemudian dan merasa agak lucu mendengar Jason yang kesal kepada Aralt.
"Kau serigala yang gagah, maafkan aku tidak bisa merasakan kehadiran kalian, bukan kejadian ini saja, bahkan pertemuan pertama dengan mate-ku sebelumnya, aku pun tak merasakan kehadirannya, entah ... ada apa dengan diriku ini?" heran Emely, ia tak memiliki kemampuan spesial, yang bisa dikatakan, ia tak lebih dari seorang manusia biasa.
Jason dan Aralt terdiam, Emely adalah mate-nya, mereka yakin itu, cuman ... Emely tak dapat merasakan hal yang sama, begitupun dengan pasangan yang sebelumnya, jadi kedua raga dalam satu tubuh itu menyimpulkan, bahwa tak ada keraguan dalam mereka lagi, untuk menandai Emely.
Yah, Aralt akan melakukan itu dengan syarat, Emely telah siap.
"Mate, naiklah ke punggungku, kau tidak takut berada di sini terus?" tanya Jason. Emely mengangguk, benar pertanyaan Jason, kenapa dia tetap ingin di sini? Apalagi suasana hutan sangatlah sepi dan terangnya bulan hanya nampak sedikit-sedikit dikarenakan lebatnya hutan begitu menghalangi.
Emely berdiri, dan berusaha naik ke tubuh serigala besar itu, bahkan Jason harus menurunkan punggungnya terlebih dahulu agar mate-nya mudah menggapai.
Para anak-anak kini beranjak menjadi dewasa setelah melewati beberapa tahun yang menyenangkan sedari anak-anak ke remaja, dan meranjak ke usia yang sebenarnya.Xavier Canavaro kini berada di red moon pack, dirinya menjadi alpha di sana, sementara sang kakak, jelas memimpin di canavaro pack. Para pendahulunya telah pensiun, di mana Aralt dan Emely, serta Reinard dan Lisa tinggal menikmati masa tua mereka, walau di umur yang tua, mereka tetap awet muda, terutama Emely yang masih cantik seperti tahun-tahun sebelumnya, yang membuat Aralt maupun Jason, semakin hari pula, semakin mencintai sang mate."Sayang, kenapa waktu begitu tidak terasa? Anak yang kita gendong belasan tahun yang lalu, sudah beranjak dewasa, terutama Xavier, padahal ... aku masih menganggap kakak-beradik itu anak-anak," ujar Aralt. Emely mengangguk setuju atas apa yang mate-nya katakan, ia merasa bahwa kemarin dirinya menggendong Xavier, tapi kini, ia telah menjadi alpha di
Seorang anak berusia 8 tahun sedang memandang sang adik yang tengah menangis dalam gendongan sang ayah, bunga sweet alyssum berada pada genggamannya untuk memberikan hadiah kepada ibu karena telah memberinya adik baru."Mamah, bunga untukmu, kuharap kau menyukainya."Emely menatap sang putra dengan polosnya memberi setangkai bunga yang paling ia sukai."Ini bunga kesukaan Mamah, di mana kamu mendapatkannya?""Di taman, aku menyabutnya bersama Naori."Naori adalah anak dari Reinard dan Lisa, yah ... pria itu telah menemukan mate dan dianugerahi seorang anak kecil yang cantik, selalu mengikuti Fredo di mana pun ia pergi."Terima kasih sayang, lalu ... di mana Naori?" tanya Emely, mencari keberadaan anak cantik itu."Ada di luar, Mah. Dia menungguku, tapi aku tak bisa keluar dengan cepat karena aku masih ingin melihat adik kecil," jawabnya. Emely tersenyum, mengu
Reinard dan Aralt menyusul, mereka mendapati empat musuh yang ternyata berhasil melewati mereka dengan keadaan yang telah mengembuskan napas terakhir, dan itu disebabkan oleh Ace yang sedang santai menjaga mate dan putranya."Semuanya telah dibereskan, tak ada yang perlu dikhawatirkan, selain 34 cylops di depan sana. Ck, aku pikir telah berakhir. Namun, musuh semakin banyak," ujar Ace. Sementara Freeze langsung berada di barisan depan dengan wajah yang tersenyum, lalu mengeluarkan kekuatannya dan membuat para monster mata satu itu membeku lalu perlahan hancur beserta daging yang terlepas dari tulang-tulang mereka."Begitu mudah untuk dihancurkan, akan tetapi ... musuh selalu datang dari mana saja. Ace, urus yang di sebelah selatan, sementara diriku mengurus di sebelah utara, mengerti?""Tentu, serahkan padaku."Sekarang, hanya ada Reinard, Aralt, dan beberapa warrior tingkat S yang menjaga Emely dan Fre
Sungguh malang nasib Aralt yang telah dimarahi oleh Emely lantaran membuat Fredo menangis kencang. Tak ingin mendapatkan kemarahan yang berlanjut, Aralt langsung berganti posisi dengan Jason. Kau pasti bisa mengurus mate kita.Sialan kau, di saat Emely marah, kau baru mengingatku?Tak usah banyak bicara, lakukan saja.Ck."Ish, lihatlah ... Fredo terus menangis karenamu." Jason ditatap tajam oleh mate-nya, beberapa menit kemudian, Emely memerhatikan warna mata Aralt yang kini berbeda. Di saat itu, dirinya mengembuskan napas. "Jason?""Iyah, mate."
"Emely, berbaliklah."Ketika Emely ingin berbalik, kepalanya ditahan pelan. Emely heran, apakah Fasha yang melakukan itu? Nyatanya tidak, melainkan seseorang yang amat ia rindukan."Emerald?!"Emerald tersenyum. Mulutnya berbicara, tapi tidak bersuara. Untungnya dewi bulan memberikan kesempatan agar ia bertemu dengan wanita kesayangannya, untuk terakhir kali, dan dia amat bersyukur dan bahagia ketika mate-nya telah mendapatkan kebahagiaan yang baru.Dewi bulan, kumohon ... izinkanlah Emely-mateku-untuk mendengar lirihan suaraku~pinta Emerald~Emerald pun berbicara, dan permintaannya terkabulkan oleh sang dewi bulan yang sedang tersenyum saat ini, memandang moment mengharukan tersebut."Mate, aku selalu memaafkanmu, dan aku telah tenang bersama dewi bulan di sana. Aku selalu merindukanmu, dan teruslah merindukanku, sebagai hadiah ... tanda diriku yang berada di le
"Dia adik iparku, Bi. Adik dari mantan mate-ku, Emerald. Dia begitu menyayangi kakaknya yang telah meninggal, kemungkinan ... penyerangan ini terjadi disebabkan oleh rasa dendamnya kepadaku, yah ... ini semua karenaku, karena mate-ku tak melihatku ketika ia mengembuskan napas terakhir," jawab Emely, dan tangisnya pun pecah dan terus menyalahkan diri, ia amat egois karena terus merengek ke Glourius untuk ikut berburu, sementara Emerald sangat membutuhkannya. Ia tak berguna, bahkan tanda yang telah diberikan oleh Emerald masih berada pada dalam dirinya, ketika dirinya bercermin, ia selalu memandang tanda tersebut dan terus merindukan Emerald."Nak, jangan salahkan dirimu, yang berlalu merupakan takdir dari dewi bulan, kita hanya dapat menjalani. Jangan menangis dan terus merasa bersalah, karena kau sedang mengandung saat ini, ingat anakmu, juga anak Aralt dan Jason, mengerti?"Emely berusaha mengontrol diri, dirinya menghirup udara kemudian mengembusk