Kejadian tadi malam membuat kelas menjadi lebih tegang daripada sebelumnya. Saat makan siang, mereka tidak lagi fokus pada pertanyaan-pertanyaan remeh tentang kehidupanku sebelumnya, dan memilih membicarakan pembunuhan itu. Namanya Juliet Manson. Usianya tak jauh beda dengan gadis sebelumnya. Dibunuh tanpa ada saksi mata, dan menghebohkan. Smith menunjukkan foto mayatnya, tetapi Joce segera menjerit dan menepisnya. Angela tampak pucat, lantas menjauhan nampan makannya.
Aku tidak terlalu ingin bergabung dengan kelompok siswa, tetapi mereka cukup bisa ditoleransi. Lebih berisik dari kelompok-kelompok lain, tetapi mereka penyuka gosip. Mereka sering menceritakan banyak hal, dan itulah yang kuinginkan. Kecuali Smith, dia orang yang menginginkan kepopuleran dan perhatian. Sehingga ketika dia mendekatiku, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak membuatnya tersinggung.
Di sisi lain kantin, Daniel sering melambai padaku dari kelompok anak-anak populer setiap kali mata kami bersirobok. Pagi-pagi tadi, Daniel menungguku di tempat parkir, dan caranya menghela napas lega saat melihatku membuatnya tampak lebih menyenangkan. Pembicaraan kami tidak berlangsung lama, karena sejak kedatanganku kemarin, aku telah memutuskan kelompok yang berbeda dengannya.
Naomi Brown duduk cukup jauh dari kami. Temanku dari kelas biologi itu tampak sedikit tersisih. Aku menyukai kebaikan hatinya, tetapi tidak bisa melakukan apa pun. Angela memberi tahu tentang dirinya yang menolak untuk bergaul sejak tahun pertama, dan tidak ada lagi yang mau benar-benar mengajaknya berbicara.
“Dia orang baik,” kata Angela. Gadis itu tidak menjelek-jelekkan seseorang. Tetapi aku bisa menangkap kesan tidak suka saat dia berkata ‘orang baik’. “Maksudku, seseorang bisa memilih bagaimana dia hidup. Yah ... dia kelihatan nyaman dengan kesendiriannya, jadi kami sih tidak mau mengganggu.”
Dilihat dari cara dia melirik Joce saat mengatakan kalimat terakhir, aku penasaran bagaimana Naomi menolak ajakan makan siangnya. Aku menyesap cola-ku.
“Lupakan tentang Naomi, Hyde!” perintah Joce. Dia menarik lengan bajuku, dan menunjuk Daniel dengan sudut matanya. “Apa yang kau lakukan pada Danny sehingga dia tergila-gila padamu?”
“Aku tidak merasa dia tergila-gila padaku,” kataku. Daniel kembali tersenyum dan melambai, sehingga ucapanku sama sekali tidak meyakinkan. “Maksudku, dia memang manis. Bukankah dia selalu baik pada semua orang?”
Joce tampak berpikir sebentar, dan membalas lambaikan Daniel yang tidak ditujukan untuknya.
“Dia memang manis dan baik,” ucapnya sambil terkikik geli. “Semua orang menyukainya.”
Tentu saja. Joce bahkan tidak menyembunyikan ketertarikannya. Orang seperti Daniel membuat semua gadis berpikir memiliki kesempatan, jadi aku tidak heran dengan sikap Joce. Aku telah bertemu banyak lelaki yang sepertinya, dan tidak pernah berakhir dengan baik.
Di sisi lain, Smith mencibir Joce. Mereka segera terlibat dalam perdebatan, dan aku memilih untuk menyingkir. Joce segera menjauhkan dirinya guna memberiku jalan keluar. Smith yang sedari tadi duduk di atas punggung kursi Leo turun. Dia segera menyejajariku, sambil membawa nampannya yang baru habis setengah. Setelah memastikan aku bukan pelarian pecandu, mereka mencoba mendekatiku. Popularitasku naik dua hari terakhir, tetapi pasti akan turun minggu depan. Menjadi murid pindahan di tengah semester memang selalu seperti ini.
“Apa kau punya waktu minggu ini?”
Aku meletakkan nampan, lantas berjalan kembali ke kelas. “Selalu ada yang harus kulakukan setiap hari.”
“Maksudku,” dia mendahuluiku, dan berjalan mundur sembari terus menatap. “Aku mengajakmu makan malam minggu ini. Kalau kau tidak keberatan.”
“Terima kasih, Smith,” kataku. “Tapi menjadi murid pindahan di tengah semester memberiku banyak PR untuk dikejar. Mungkin lain kali.”
“Lain kali,” ulangnya senang. Crap. “Yeah ... kau benar. Lain kali.”
Saat kami sampai di depan kelasku, dia segera tersenyum, dan berjalan ke kelasnya sendiri. Aku tidak menyangka dia tidak peka dengan penolakanku. Astaga, aku seharusnya tidak mengatakan lain kali. Orang-orang yang lewat menatapku, sebelum aku segera masuk ke ruang kelas.
Sudahlah. Permasalahan ketertarikan Smith terasa jauh lebih mudah di atasi ketika guru yang masuk segera menghimbau untuk tidak berkeliaran sendirian. Pembunuh itu masih berkeliaran. Ancamannya jauh lebih merepotkan daripada masalah remaja sementara ini. Aku ingin pergi menyelidikinya pagi ini, tetapi itu tidak mungkin. Salah-salah aku dicurigai terlibat karena datang di saat pembunuhan itu terjadi. Meskipun sebenarnya aku terlibat dengan cara yang berbeda daripada yang mereka pikirkan.
Smith telah menunggu begitu kelas selesai. Aku menghela napas. Sampai kapan dia akan mencoba. Daniel lewat dari kelas sebelah, dan melambai. Aku melirik Smith yang tampak jengkel, dan memutuskan untuk mengajak Daniel bicara.
“Hai!”
“Sudah terbiasa dengan sekolah?”
“Yup.”
Kami berjalan bersisian, dengan Smith yang semakin jengkel. Kerumunan kami semakin banyak saat Joce melompat ke lenganku dari belakang di antara aku dan Daniel.
“Hai, Danny!” sapanya riang. “Bukankah kalian akan bermain basket sore ini?”
“Yeah. Kau ingin ikut?”
Saat mendongak, aku bisa melihat Daniel fokus menatapku. Sehingga aku bisa tahu bahwa pertanyaan itu untukku. Akan tetapi, Joce tampaknya tidak peduli. Dia mengeratkan pelukannya pada lenganku.
“Ya, aku akan ikut,” jawabnya riang. Dia menoleh padaku. “Kau juga, kan, Hyde?”
Aku tersenyum, lantas menarik tanganku begitu sampai di loker. Joce tidak menunggu jawabanku, karena dia segera menarik diri dan menuju loker. Smith juga tidak mengekoriku dan memilih ke lokernya sendiri. Angela tidak begitu tertarik. Sayangnya, Daniel memang keras kepala. Dia berdiri menyandar di sebelah lokerku. Matanya tetap mengawasiku bahkan ketika aku fokus membuka pintu loker.
Saat membuka pintu loker, aku menemukan kertas putih. Itu bukan milikku. Kertas itu tampak diselipkan dari celah di bagian atas pintu loker. Tergeletak begitu saja bersama baju olahraga. Aku menoleh ke pintu keluar. Ada banyak siswa yang berlalu lalang, aku tidak bisa memastikan siapa yang meletakkannya. Akan tetapi, ini pasti bukan surat cinta. Satu-satunya kemungkinan adalah orang bertudung semalam.
Kalau begitu, orang itu ada di sekolah ini? Siapa? Kelas Joce dan Angle selesai setelah aku keluar. Berarti bukan salah satu dari mereka. Akan tetapi, bisa jadi mereka meletakkannya setelah jam istirahat makan siang. Kalau begitu artinya, kemungkinan pelaku lebih luas lagi. Aku menghela napas, dan meletakkan buku serta mengambil kertas itu.
“Ada apa?” tanya Daniel penasaran.
“Bukan apa-apa,” tukasku sembari menutup pintu. “Ngomong-ngomong soal tawaranmu, aku menghargainya, tetapi sepertinya aku tidak bisa pergi hari ini.”
Daniel hanya tersenyum padaku, tetapi tatapannya tertuju pada kertas di tanganku.
“Aku mengerti,” katanya. Suaranya berisi sedikit kekecewaan yang membuat jantungku terasa berat. Tidak. Dia tidak mengerti sama sekali, tetapi aku tidak berniat meluruskannya. “Kalau begitu, sampai nanti.”
“Lain kali. Aku pasti akan menontonmu.”
Daniel tersenyum senang. “Yeah. Bye!”
Aku mengerjap. Astaga, aku tidak mengerti kenapa kata lain kali untuk Daniel dipenuhi janji, sementara untuk Smith hanyalah alasan untuk menolaknya. Kenapa juga aku menjanjikannya sesuatu? Daniel memang menawan, tetapi seharusnya hanya itu.
Aku mendesah lelah, lantas membuka surat itu. Tulisannya hanyalah dua kalimat sederhana. ‘Tunggu di taman pukul 7 PM. Jangan kunci pintu penumpangmu!’
TBC
Hydenia ditelan kekuatannya.“Sialan!”Luc harus menyelesaikan hal ini secepat mungkin, atau tidak ada waktu untuk menarik gadis itu kembali dari kegilaannya. Semakin lama orang itu hidup, semakin banyak penderitaan yang dimilikinya. Black Mist memakan penderitaan itu, mengembalikan trauma yang terkubur dalam, menjadikannya lemah, dan pada akhirnya membuat pemiliknya gila.Black Mist seharusnya tidak dimiliki manusia manapun, tetapi Hydenia memilikinya.Itu adalah alasan Luc bersamanya. Bukan hanya karena gadis itu pemberani dan sangat menarik, tetapi juga kekuatan gila yang mengendap di dasar tubuhnya. Sebuah pasir hitam yang mengerikan. Begitu melihatnya, Luc bisa melihat kengerian yang akan ditimbulkannya bila dia lepas kendali.Meski begitu, Hydenia adalah orang yang sangat menganggumkan. Kepercayaan dirinya. Caranya mengangkat kepala. Keanggunannya saat bertarung. Semua itu membuatnya terus berada di sebelahnya. Keinginan ‘ak
Sihir adalah sesuatu yang paling misterius. Akan tetapi, ada hal yang lebih misterius daripada sihir.Kekuatanku.Awalnya, aku adalah Pemburu Artemis biasa yang menggunakan senjata. Ibu mengajariku dengan baik, tetapi hanya sampai sana. Aku bukan pemilik sihir. Aku bukan pemburu yang mengagumkan. Akan tetapi, aku bukan orang naif.Aku membunuh dan membunuh bila diperlukan. Bahkan tanpa ragu. Aku pemberani dan tidak kenal takut. Aku tak peduli pada siapa yang ada dihadapanku. Sehingga aku bisa menantang malaikat maut dengan kata tak sopan tanpa takut mereka akan mencabut nyawaku.Karena mereka takkan melakukannya.Saat Luc kuberitahu alasannya, dia tertawa sangat keras. “Kau benar. Aku takkan membunuhmu. Kecuali apa yang ada di dalamku mulai membuat masalah.”Dulu, aku masih begitu muda dan bertanya, “Apa yang ada di dalamku?”“Pedang bermata dua. Sesuatu yang hebat. Sesuatu yang berbahaya.&r
Tubuhku terpelanting saat cakar Smith menghantam dengan kekuatan penuh.Kekuatannya terlalu besar untuk ditahan. Aku hanya mampu menghindarinya dan bila pedang dan cakar kami bertabrakan, aku pasti kalah. Pertama, aku harus menyelesaikan ini dengan kecepatan, jadi aku mengubah pedangku menjadi lebih kecil dan mudah digunakan. Pemikiran itu berjalan lurus ke tanganku, dan pedang panjang itu berubah menjadi belati.Smith menyerang lagi. Kali ini serangan itu berhasil kuhindari dan pohon di belakangku hancur sebagian. Cakar itu bahkan bisa menghancurkan sebagian pohon yang solid. Tenang, Hyde. Kau telah menghabiskan hidupmu dengan bertarung dan hanya hidup dengan bertarung. Melawan serigala seperti ini takkan ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya.Akan tetapi, aku tetap khawatir dengan Daniel. Semua rencana ini akan berhasil bila Daniel selamat, atau dibunuh saja. Sayangnya, aku tak tega melakukannya. Oleh karena itu, pilihan kami hanya satu menyelamatkannya dan
Orang-orang itu berteriak bersahut-sahutan. Aku tidak bisa memastikan mereka yang mengetahui penyergapan kami adalah hal baik atau buruk, tetapi yang paling penitng, aku bersyukur kami telah berpencar.Aku melemparkan pedang panjang untung Luc. Kami tidak ingin menggunakan sabitnya, jadi Luc selalu meminjam kekuatanku. Sementara aku mulai membidik dengan busur. Serigala-serigala itu terus bermunculan selagi kami mulai menyerbu ke tempat ritual.Tiga serigala kembali muncul dan pasti ada lebih banyak. Luc menapak tanah, kemudian dia menghilang. Dalam satu kedipan lelaki itu berada di belakang mereka, siap menebas, tetapi tampaknya mereka sudah mendapat pelatihan. Mereka tidak menolah, hanya langsung melompat pergi.Sang Penyusup pasti memberitahu mereka cara melawan malaikat maut.Malaikat Maut memiliki kecenderungan bertarung dengan teknik teleportasinya. Teknik itu hanya dimiliki oleh Malaikat maut, karena mereka menggunakan gerbang menuju negeri orang m
Air terjun. Pohon raksasa kembar. Jalan setapak. Mobil-mobil.Serena segera menyadari tempat apa yang kami bicarakan. Dua hari kemudian kami segera menyusun rencana. Serena sudah sembuh sepenuhnya, Kei telah sadar. Aku dan Luc masih belum mencapai kesepakatan untuk menceritakan kejadian sebenarnya, tapi kami telah berbaikan.“Kita akan bertarung bersama lagi,” katanya. Dia mencium tanganku perlahan. “Kita akan sama-sama keluar dari kekacauan ini.”Aku tertawa kecil. “Kau bahkan tidak bisa mati.”“Kehilanganmu sama saja mati bagiku.”Itu terdengar seperti lagi-lagi pernyataan cinta, tetapi Luc hanya tersenyum. Satu dari sedikit senyumnya yang tulus dan kami bersiap berangkat.Ada banyak ambulan yang siap masuk begitu kami selesai. Entah apa yang dikatakan Sheriff Steel, tetapi yang terpenting mereka akan di sana begitu kami menghentikan banyak manusia serigala.Di pertempuran, kematian ad
“Kau harus kembali jika sesuatu terjadi.”Itu adalah kali kelima, atau mungkin lebih, Luc mengatakannya. Dia menuntunku ke tempat tidur seolah aku adalah orang sakit, tetapi aku tidak tega menolaknya. Aku menyentuh lengan Luc.“Aku akan baik-baik saja,” kataku untuk kesekian kalinya.Naomi bergerak gelisah di pintu kamar dan Serena hanya bersungut-sungut. Mereka diberitahu tentang bahaya perjalanan Link itu, tetapi kami tahu itu adalah satu-satunya cara. Aku harus menemukan Daniel dan orang-orang itu secepat mungkin. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padanya. Bila mereka tiba-tiba saja memutuskan akan melakukan ritual itu sekarang, tidak ada yang bisa menyelamatkan Daniel lagi.Aku menarik napas perlahan dan mengeluarkannya dari hidung.Tangan Luc menggenggamku. Cukup erat, tetapi tidak menyakitkan. Ekspresinya masih menunjukkan ketidak terimaaan, tetapi aku cukup keras kepala untuk menolaknya.Aku merilekskan