Share

Rubah Api ch. 4 : Surat

Kejadian tadi malam membuat kelas menjadi lebih tegang daripada sebelumnya. Saat makan siang, mereka tidak lagi fokus pada pertanyaan-pertanyaan remeh tentang kehidupanku sebelumnya, dan memilih membicarakan pembunuhan itu. Namanya Juliet Manson. Usianya tak jauh beda dengan gadis sebelumnya. Dibunuh tanpa ada saksi mata, dan menghebohkan. Smith menunjukkan foto mayatnya, tetapi Joce segera menjerit dan menepisnya. Angela tampak pucat, lantas menjauhan nampan makannya.

Aku tidak terlalu ingin bergabung dengan kelompok siswa, tetapi mereka cukup bisa ditoleransi. Lebih berisik dari kelompok-kelompok lain, tetapi mereka penyuka gosip. Mereka sering menceritakan banyak hal, dan itulah yang kuinginkan. Kecuali Smith, dia orang yang menginginkan kepopuleran dan perhatian. Sehingga ketika dia mendekatiku, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak membuatnya tersinggung.

Di sisi lain kantin, Daniel sering melambai padaku dari kelompok anak-anak populer setiap kali mata kami bersirobok. Pagi-pagi tadi, Daniel menungguku di tempat parkir, dan caranya menghela napas lega saat melihatku membuatnya tampak lebih menyenangkan. Pembicaraan kami tidak berlangsung lama, karena sejak kedatanganku kemarin, aku telah memutuskan kelompok yang berbeda dengannya.

Naomi Brown duduk cukup jauh dari kami. Temanku dari kelas biologi itu tampak sedikit tersisih. Aku menyukai kebaikan hatinya, tetapi tidak bisa melakukan apa pun. Angela memberi tahu tentang dirinya yang menolak untuk bergaul sejak tahun pertama, dan tidak ada lagi yang mau benar-benar mengajaknya berbicara.

“Dia orang baik,” kata Angela. Gadis itu tidak menjelek-jelekkan seseorang. Tetapi aku bisa menangkap kesan tidak suka saat dia berkata ‘orang baik’. “Maksudku, seseorang bisa memilih bagaimana dia hidup. Yah ... dia kelihatan nyaman dengan kesendiriannya, jadi kami sih tidak mau mengganggu.”

Dilihat dari cara dia melirik Joce saat mengatakan kalimat terakhir, aku penasaran bagaimana Naomi menolak ajakan makan siangnya. Aku menyesap cola-ku.

“Lupakan tentang Naomi, Hyde!” perintah Joce. Dia menarik lengan bajuku, dan menunjuk Daniel dengan sudut matanya. “Apa yang kau lakukan pada Danny sehingga dia tergila-gila padamu?”

“Aku tidak merasa dia tergila-gila padaku,” kataku. Daniel kembali tersenyum dan melambai, sehingga ucapanku sama sekali tidak meyakinkan. “Maksudku, dia memang manis. Bukankah dia selalu baik pada semua orang?”

Joce tampak berpikir sebentar, dan membalas lambaikan Daniel yang tidak ditujukan untuknya.

“Dia memang manis dan baik,” ucapnya sambil terkikik geli. “Semua orang menyukainya.”

Tentu saja. Joce bahkan tidak menyembunyikan ketertarikannya. Orang seperti Daniel membuat semua gadis berpikir memiliki kesempatan, jadi aku tidak heran dengan sikap Joce. Aku telah bertemu banyak lelaki yang sepertinya, dan tidak pernah berakhir dengan baik.

Di sisi lain, Smith mencibir Joce. Mereka segera terlibat dalam perdebatan, dan aku memilih untuk menyingkir. Joce segera menjauhkan dirinya guna memberiku jalan keluar. Smith yang sedari tadi duduk di atas punggung kursi Leo turun. Dia segera menyejajariku, sambil membawa nampannya yang baru habis setengah. Setelah memastikan aku bukan pelarian pecandu, mereka mencoba mendekatiku. Popularitasku naik dua hari terakhir, tetapi pasti akan turun minggu depan. Menjadi murid pindahan di tengah semester memang selalu seperti ini.

“Apa kau punya waktu minggu ini?”

Aku meletakkan nampan, lantas berjalan kembali ke kelas. “Selalu ada yang harus kulakukan setiap hari.”

“Maksudku,” dia mendahuluiku, dan berjalan mundur sembari terus menatap. “Aku mengajakmu makan malam minggu ini. Kalau kau tidak keberatan.”

“Terima kasih, Smith,” kataku. “Tapi menjadi murid pindahan di tengah semester memberiku banyak PR untuk dikejar. Mungkin lain kali.”

“Lain kali,” ulangnya senang. Crap. “Yeah ... kau benar. Lain kali.”

Saat kami sampai di depan kelasku, dia segera tersenyum, dan berjalan ke kelasnya sendiri. Aku tidak menyangka dia tidak peka dengan penolakanku. Astaga, aku seharusnya tidak mengatakan lain kali. Orang-orang yang lewat menatapku, sebelum aku segera masuk ke ruang kelas.

Sudahlah. Permasalahan ketertarikan Smith terasa jauh lebih mudah di atasi ketika guru yang masuk segera menghimbau untuk tidak berkeliaran sendirian. Pembunuh itu masih berkeliaran. Ancamannya jauh lebih merepotkan daripada masalah remaja sementara ini. Aku ingin pergi menyelidikinya pagi ini, tetapi itu tidak mungkin. Salah-salah aku dicurigai terlibat karena datang di saat pembunuhan itu terjadi. Meskipun sebenarnya aku terlibat dengan cara yang berbeda daripada yang mereka pikirkan.

Smith telah menunggu begitu kelas selesai. Aku menghela napas. Sampai kapan dia akan mencoba. Daniel lewat dari kelas sebelah, dan melambai. Aku melirik Smith yang tampak jengkel, dan memutuskan untuk mengajak Daniel bicara.

“Hai!”

“Sudah terbiasa dengan sekolah?”

“Yup.”

Kami berjalan bersisian, dengan Smith yang semakin jengkel. Kerumunan kami semakin banyak saat Joce melompat ke lenganku dari belakang di antara aku dan Daniel.

“Hai, Danny!” sapanya riang. “Bukankah kalian akan bermain basket sore ini?”

“Yeah. Kau ingin ikut?”

Saat mendongak, aku bisa melihat Daniel fokus menatapku. Sehingga aku bisa tahu bahwa pertanyaan itu untukku. Akan tetapi, Joce tampaknya tidak peduli. Dia mengeratkan pelukannya pada lenganku.

“Ya, aku akan ikut,” jawabnya riang. Dia menoleh padaku. “Kau juga, kan, Hyde?”

Aku tersenyum, lantas menarik tanganku begitu sampai di loker. Joce tidak menunggu jawabanku, karena dia segera menarik diri dan menuju loker. Smith juga tidak mengekoriku dan memilih ke lokernya sendiri. Angela tidak begitu tertarik. Sayangnya, Daniel memang keras kepala. Dia berdiri menyandar di sebelah lokerku. Matanya tetap mengawasiku bahkan ketika aku fokus membuka pintu loker.

Saat membuka pintu loker, aku menemukan kertas putih. Itu bukan milikku. Kertas itu tampak diselipkan dari celah di bagian atas pintu loker. Tergeletak begitu saja bersama baju olahraga. Aku menoleh ke pintu keluar. Ada banyak siswa yang berlalu lalang, aku tidak bisa memastikan siapa yang meletakkannya. Akan tetapi, ini pasti bukan surat cinta. Satu-satunya kemungkinan adalah orang bertudung semalam.

Kalau begitu, orang itu ada di sekolah ini? Siapa? Kelas Joce dan Angle selesai setelah aku keluar. Berarti bukan salah satu dari mereka. Akan tetapi, bisa jadi mereka meletakkannya setelah jam istirahat makan siang. Kalau begitu artinya, kemungkinan pelaku lebih luas lagi. Aku menghela napas, dan meletakkan buku serta mengambil kertas itu.

“Ada apa?” tanya Daniel penasaran.

“Bukan apa-apa,” tukasku sembari menutup pintu. “Ngomong-ngomong soal tawaranmu, aku menghargainya, tetapi sepertinya aku tidak bisa pergi hari ini.”

Daniel hanya tersenyum padaku, tetapi tatapannya tertuju pada kertas di tanganku.

“Aku mengerti,” katanya. Suaranya berisi sedikit kekecewaan yang membuat jantungku terasa berat. Tidak. Dia tidak mengerti sama sekali, tetapi aku tidak berniat meluruskannya. “Kalau begitu, sampai nanti.”

“Lain kali. Aku pasti akan menontonmu.”

Daniel tersenyum senang. “Yeah. Bye!”

Aku mengerjap. Astaga, aku tidak mengerti kenapa kata lain kali untuk Daniel dipenuhi janji, sementara untuk Smith hanyalah alasan untuk menolaknya. Kenapa juga aku menjanjikannya sesuatu? Daniel memang menawan, tetapi seharusnya hanya itu.

Aku mendesah lelah, lantas membuka surat itu. Tulisannya hanyalah dua kalimat sederhana. ‘Tunggu di taman pukul 7 PM. Jangan kunci pintu penumpangmu!’

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status