Pagi hari Bianca sudah bersiap-siap menuju Afford Company. Sebelumnya ia sudah menanyakan mengenai Affod Company kepada Caroline. Tapi Caroline pun tidak begitu mengetahui tentang CEO dari Afford Company.
Ketika Bianca bertanya tentang Afford Company kepada Caroline, Adiknya hanya menggambarkan sosok CEO yang dia bilang sangat tampan dan memiliki atletis. Ini benar-benar membuat Bianca malas mendengarkannya.
Bianca hari ini berpenampilan sangat cantik. Ia mengenakan long dress berwarna tosca tanpa lengan dan dipadukan dengan perhiasan tidak berlebihan. Ini merupakan salah satu rancangannya. Ia memang pandai dalam merancang gaun.
Bianca selalu membawa sang assistant dalam pertemuannya dengan perusahaan yang ingin menjalin kerja sama dengannya.
Setibanya Bianca di Afford Company, Benar semua yang diceritakan Lily dan Caroline. Afford Company adalah perusahaan yang sangat besar. Bahkan Afford Company jauh lebih besar dari Lancaster Company.
"Hi saya Bianca, designer dari paris. saya sudah ada janji meeting CEO kalian." ucap Bianca kepada salah satu receptionist.
"Nona Bianca, nona bisa langsung naik ke lantai 58 tempat ruang meeting dengan Tuan Arthur" jawab Receptionist dengan ramah.
Bianca dan Lily menuju Lantai 58, tempat bertemu dengan CEO dari Afford Company. Sebenarnya ia bisa saja pergi bersama Caroline, tapi ia sengaja untuk tidak pergi bersama sang adik.
Bianca yang sudah datang lebih awal, harus menunggu CEO yang dia harus temui. Ia pun sedikit penasaran dengan sosok CEO yang akan ia temui. Lily dan Caroline sangat mengagumi ketampanan pria itu. Itulah yang membuat Bianca sedikit penasaran.
Tiga puluh menit sudah Bianca menunggu. Ia benar-benar kesal karena dibuat menunggu cukup lama. Waktu 30 menit menurutnya sangatlah berharga. Awalnya ia ingin meninggalkan ruang meeting, tapi dicegah oleh assistantnya.
"Nona Bianca, tunggulah sebentar lagi nona."
Bianca membuang napas kasar. "Jika dalam waktu sepuluh menit dia belum datang juga, aku akan tinggalkan. Kau tahu kalau aku sibuk minggu ini." seru Bianca yang mulai kesal.
Tiba-tiba sosok pria masuk keruang meeting, benar apa yang digambarkan Caroline dan Lily. Sosok pria yang sangat tampan memasuki ruang meeting.
Bianca mulai membelalak matanya kaget dengan pria yang menghampirinya. Begitu pun sang pria yang kaget dengan gadis dihadapannya.
"K-Kau?" Bianca yang tidak percaya salah satu pria bajingann yang dia temui di club waktu itu berada dihadapannya.
"Ternyata dunia ini sempit sekali, anda Nona Bianca?" sapa pria itu dingin sambil tersenyum licik kearah Bianca
Bianca hanya diam karena kaget dengan pria yang ada dihadapannya saat ini.
"Jadi kau Tuan Arthur?" tanya Bianca yang tidak percaya jika pria yang pernah dia temui ini adalah CEO dari Afford Company.
"Ya, It's me" ucap Arthur dingin
Tiba-tiba Arthur meminta Lily Assistant Bianca dan Alvin Assistantnya untuk meninggalkan mereka berdua.
"Apa mau mu!" seru Bianca.
Arthur menyeringai. "Calm down nona, aku pun tidak tahu jika kau adalah seorang designer"
"Sudah, intinya aku menolak kerjasama dengan mu." ketus Bianca menatap tajam ke Arthur.
"Apa kau masih ingin memiliki butik di New York? Jika kau masih menginginkan karir anda saat ini. Berhentilah membuat ku marah." tukas Arthur, tajam.
"Apa kau mengancam ku?" seru Bianca.
"Aku tidak mengancam, Aku hanya menggunakan kuasa ku untuk mempermudah apa yang aku inginkan." balas Arthur.
"Bajingann" umpat Bianca.
"Nona, Aku juga tidak tahu kalau kau adalah seorang designer terkenal di Paris, yang dikirim oleh Assistant ku untuk menemui ku. Tapi sepertinya aku ingin bekerja sama dengan mu." ucap Arthur dengan menarik sudut bibirnya membentuk senyuman.
"Aku sudah katakan. Aku tidak mau. Apa kau tidak mengerti?" geram Bianca berusaha menahan emosinya
"Lalu apa kau juga tidak mengerti ucapan ku tadi hem? Tidak kah kau mencintai pekerjaan mu?" seru Arthur yang meninggikan suaranya.
Bianca terdiam sejenak. ia tidak tahu harus berbuat apa. Bianca sangat yakin jika ia menolak kerja sama ini, ia akan kehilangan karirnya. Arthur benar-benar pria yang sangat licik. Memanfaatkan kuasa yang dia miliki.
Bianca membuang napas kasar. "Baiklah, berikan aku kontrak kerja samanya"
Arthur tersenyum puas. "Cepat tanda tangani ini" Arthur menyerahkan kontrak kerja samanya.
"Satu tahun hidup ku akan seperti dineraka." batin Bianca.
Bianca menerima kontrak kerja sama itu lalu menda tanganinya.
"Sudah tidak ada lagi, kalau begitu aku permisi." pamit Bianca, ia langsung beranjak meninggalkan Arthur. Sedangkan Arthur, ia tersenyum saat melihat Bianca pergi meninggalkan ruang kerjanya.
"Tuan, apa Nona Bianca sudah tanda tangan kontrak?" tanya Alvin yang kini sudah berada di dalam ruangan.
"Sudah, dia tidak ada pilihan selain menanda tangani kontrak kerja dengan ku." jawab Arthur dengan seringai di wajahnya.
"Katakan pada ku, bagaiman kau mengenal Bianca?" tanya Arthur, dingin
"Nona Bianca adalah salah satu designer terkenal di Paris. Dulunya dia tinggal di Paris, yang saya tahu beberapa hari lalu dia baru saja pindah dari Paris ke New York"
"Apa dia sudah menikah?"
"Saya tidak tahu tuan, tapi saya pernah melihat Nona Bianca bersama seorang gadis kecil yang sangat cantik." j
Arthur mengerutkan keningnya. "Dia sudah memiliki anak?"
"Saya tidak tahu tuan, apa tuan ingin saya menyelidikinya?"
"Tidak perlu, aku belum membutuhkannya. Nanti jika aku ingin tahu mengenai dia, aku akan meminta mu."
"Baik tuan."
***
Bianca duduk di kursi kerjanya. Ia baru saja kembali dari pertemuan dengan pemilik Afford Company. Saat Bianca tengah melihat hasil rancangannya, terdengar dering ponsel miliknya, ia langsung melihat ke layar Caroline menghubunginya.
"Ya lin" sapa Bianca saat panggilannya terhubung.
"Kakak, Bagaimana hasiil meeting dengan Tuan Arthur? Dia pria yang sangat tampan dan berkharisma bukan?" suara Caroline terdengar dari seberang line.
"Semua berjalan baik sayang, Kakak sudah menandatangani kontrak kerja sama dengan Afford Company . Kontrak kerja sama selama satu tahun. Jadi kakak juga bisa menjaga mu di sana" jawab Bianca yang terpaksa berbohong. Ia tidak mungkin menceritakan pada Caroline.
"Aku senang sekali ka, kakak bisa terpilih jadi designer di Afford Company. Aku tahu kakak ku memang hebat. Ka apa kau juga mengagumi Tuan Arthur?"
"Untuk apa kakak mengangguminya? kakak sama sekali tidak tertarik padanya."
"Kenapa ka? dia sangat tampan? ka jangan selalu memikirkan masa lalu ku ka. Aku sudah melupakannya. kakak harus memiliki masa depan yang baik."
"Caroline, sudah jangan lagi membahasnya. Kakak tidak ingin membahas itu. Fokus kakak sekarang hanya membauat mu dan Annabeth bahagia. Sudah ya kakak tutup,"
Bianca langsung mematikan telelponnya dan meletakan ponselnya di atas meja. Ia tidak ingin mendengar bujukan adiknya tentang mencoba dekat dengan para pria.
Justin turun dari mobil, dia mengancingkan jasnya masuk ke dalam perusahaan ayahnya. Hari ini, Justin menggantikan posisi Arthur. Ya, di usianya yang ke dua puluh delapan tahun, Arthur meminta Justin mengambil alih perusahannya. Tidak hanya Afford Company, tapi perusahaan perfilman milik Lucero Company berada dalam kendali Justin. Sang adik Nathan juga memiliki posisi yang tak kalah penting dengan Justin. Nathan memegang kendali perusahaan Afford Company dalam bidang property dan majalah. Untuk Lucero Company, Drake khusus meminta Nathan menangani perusahaan teknologinya. Sebelumnya Justin menetap di Barcelona selama dua tahun, untuk memperlajari Lucero Company. Namun, sekarang Justin memilih untuk menetap di New York. Karena bagaimanapun dia memiliki tanggung jawab perusahaan ayahnya.Joseph dan Hazel, adik kembar Justin yang kini berusia dua puluh tahun, mereka tengah menyelesaikan master degree di Oxford University. Diusia yang masih sangat muda, Joseph dan Hazel berhasil menyeles
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Bianca meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar, anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. Arthur selalu mencium Bianca selama proses persalinan. Kebahagian Bianca dan Arthur begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka sepasang laki-laki dan perempuan. Kali ini, keinginan Arthur sudah terwurjud, memiliki anak perempuan."Nyonya Bianca, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungil itu dalam gendongan Bianca. Semua tim medis kini sudah membersihkan alat medis di dalam ruang operasi. Mereka semua kemudian pergi setelah melakukan pemeriksaan terhadap Bianca dan bayi kembarnya.Arthur meminta perawat untuk segera memindahkan Bianca di ruang rawat VVIP. Setelah proses IMD, tidak lama kemudian Bianca di pindahkan di ruang rawat VVIP sesuai permintaan Arthur.Kini seluruh keluarga Arthur dan keluarga Bianca masuk ke dalam ruang rawat Bianca. N
"Arthur, kau ingat, kan hari ini kita harus ke rumah orang tuaku?" kata Bianca mengingatkan suaminya itu. Sejak tadi, dia melihat Arthur yang tengah fokus pada iPad di tangannya. "Iya sayang, aku ingat. Sebentar ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," jawab Arthur. Tatapannya teteap menatap layar iPad. Bianca mendengus. Dia melangkah mendekat ke arah Arthur, dan duduk di samping suaminya itu. "Tadi pagi justin sudah menghubungiku, putramu itu terus mengingatkan kita untuk tidak terlambat."Kemarin, Justin dan Nathan sudah lebih dulu dijemput oleh assistant Drake. Tentu Bianca sudah tidak lagi terkejut, karena kedua putranya itu sangat dekat pada kakek mereka. Terlebih Drake selalu memanjakan Justin dan Nathan. Bahkan Drake telah membangun sebuah perusahaan untuk Justin dan Nathan.Arthur meletakan iPadnya ke atas meja, lalu dia mengalihkan pandangannya ke arah Bianca. "Kau tidak apa-apa keluar sekarang? Minggu depan kau sudah melahirkan, aku hanya takut terjadi sesuatu padamu, say
Suara keributan terdengar membuat Tasya yang tengah tertidur pulas, langsung terbangun. Tasya berlari keluar kamar menuju suara keributan itu."Astaga Alfred...Aldrich... Kenapa kalian berdua bertengkar?" Tasya mendekat ke arah dua putranya yang ribut. "Mommy, look. Ka Aldrich merusak robotku!" tunjuk Alfred pada robotnya yang telah rusak. "Aldrich, kenapa kau merusah robot Alfred?" Tasya menundukan kepalanya, dia mengelus lembut pipi gemuk Aldrich. "Aku tidak sengaja, Mommy.." ucap Aldrich dengan penuh penyesalan. Tasya mendesah pelan. Ini bukan pertama kali mainan Aldrich atau Alfred rusak. Hal yang membuat Tasya sakit kepala, adalah harga mainan milik Aldrich dan Alfred. Bagaimana tidak? Altov memberlikan mainan pada anak kembar mereka, denga harga yang fantastis. Seluruh mainan milik Alfred dan Aldrich adalah mainan termahal. Harga ratusan ribu dollar hingga jutaan dollar. Bahkan rasanya Tasya sulit bernapas setiap kali Altov memberikan anak kembarnya itu mainan dengan harga f
Viola mematut cermin. Dia melihat seluruh tubuhnya, memastikan tubuhnya sudah kembali seperti dulu. Ya, kehamilan pertama Viola, membuatnya mengalami kenaikan berat badan cukup parah. Bahkan Viola, tidak mau keluar rumah karena malu dengan bentuk tubuhnya. Meski Richo, tidak pernah mengeluh sedikitpun, Richo juga selalu mengatakan Viola sangat cantik. Tapi tetap saja, Viola tidak pernah percaya diri jika keluar rumah. Dengan Berolah raga dan melakukan rangkaian perawatan kecantikan, membuat bentuk tubuh Viola sudah kembali seperti dulu. Kini dirinya sudah percaya diri seperti sedia kala. "Mommy....." pekik Kylie melangkah mendekat ke arah Viola.Viola mengalihkan pandangannya, dia melihat putrinya mendekat ke arahnya. Namun, tatapan Viola melihat wajah muram putrinya itu. Dia langsung menundukan tubuhnya. "Hi sweetheat, kenapa wajahmu bersedih?" "Mommy, where is Ka Justin? I wanna meet Ka Justin.." Kylie mencebik, dia mengerutkan bibirnya. Viola tersenyum, dia mengelus pipi Kylie.
Suara teriakan Annabet begitu keras membuat Steven dan Caroline yang masih tertidur, langsung membuka mata mereka dan segera menghampiri suara teriakan Annabeth. Mereka beranjak dari tempat tidur, lalu berlari keluar kamar. "Sayang, kau kenapa berteriak sepagi ini?" Caroline melangkah, mendekat ke arah Annebth yang kini menangis. "Ada apa sayang? Kenapa kau menangis?" "Adam, menyembunyikan bonekaku!" tunjuk Annabeth pada adiknya. Tangisnya, sesegukan. Sedangkan Caroline langsung menatap putra bungsunya yang tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya. Adam Steven Evans, putra Caroline dan Steven yang berusia empat tahun ini begitu aktif. Tidak heran, melihat tingkahnya yang hampir setiap hari membuat Annabeth menangis. Caroline dan Steven, hampir setiap hari mendengar suara tangis Caroline. Alasannya? Tentu saja karena Adam selalu mengambil barang-barang kesukaan Ananbeth dan menyembunyikannya. Steven membuang napas kasar, dia mengusap kepala putranya. "Boy, Daddy sudah mengataka