Paris, Prancis.
Aurora Bianca Lancaster, seorang designer yang sangat cantik dan terkenal di Paris. Tiga tahun tinggal di Paris membuatnya menjadi seorang designer terkenal berkat hasil kerja kerasnya selama ini.
Bianca tinggal bersama adik perempuannya Aurelia Caroline Lancaster. Tahun ini Bianca memutuskan untuk pindah ke New York. Bianca telah sukses memiliki beberapa butik di Paris, Italia, Meksiko dan juga Irlandia.
Bianca memilih karirnya sebagai seorang designer karena kecintaannya kepada fashion. Sedangkan Caroline memilih karir sebagai model karena mimpinya adalah menjadi Model International yang terkenal.
Kejadian pahit yang menimpa Caroline, membuat Bianca hanya fokus pada adiknya itu. Terjebak one night stand dengan pria asing, hingga membuat dirinya hamil itu adalah mimpi terburuk di hidup Caroline. Tidak hanya itu, setelah keeluarganya tahu kejadian yang menimpa Caroline, Bianca di paksa untuk menikah dengan pria yang telah di pilihkan oleh orang tuanya. Namun, saat pesta pertunangan Bianca melarikan diri. Sejak dulu memang Bianca tidak pernah mempercayai seorang pria.
Dua minggu setelah acara pertunangan, Bianca kembali pulang ke rumah. Dan ternyata Adam ayahnya kembali mendesak Bianca untuk bertunangan dengan pria yang telah keluarganya pilihkan itu. Dengan tegas, Bianca kembali menolak pertuangan itu. Rasa Emosi Adam tidak bisa tertahan, hingga akhirnya Adam memberika pilihan pada Bianca. Pilihan tetap bertunangan atau keluar dari rumah. Dan tidak ada pilihan lain bagi Bianca, dia memilih untuk keluar dari rumah dengan membawa Caroline sang adik yang tengah mengandung.
Kerja keras Bianca selama ini mendapatkan hasil yang sangat luar biasa. Banyak perusahaan fashion dan majalah yang memakai hasil rancangannya. Bianca berjanji setelah dirinya sukses dia akan kembali ke Amerika. Tidak hanya Bianca yang memiliki kesuksesan, kini Caroline berhasil mewujudkan impiannya menjadi Model terkenal di Paris.
“Ka, jadi butik kakak di sini siapa yang menangani jika assistent kakak ikut kita ke New York?” tanya Caroline.
“Aku sudah mendapatkan manager butik, dia akan melaporkan seluruh butik-butik kakak bukan hanya yang di Paris tapi juga lainnya," jawab Bianca
Carolin mengangguk. "Ka aku ingin memberitahu sudah mendapatkan tawaran di Afford Company. Dia menawarkan ku untuk menjadi model di sana. Dan apa kau tahu jika Afford Company itu perusahaan terbesar di Amerika. Bukan hanya bergerak di bidang majalah tapi fashion, property, advertising, investasi dan masih banyak lagi.”
“Benarkan? Aku senang mendengarnya. Kau memang sangat hebat," balas Bianca dengan tatapan bangga pada Caroline.
Caroline mendesah pelan. "Aku seperti ini semua karena kakak, kalau bukan kakak mungkin aku sudah menjadi pengemis di jalanan."
"Bicara apa kau ini! Kau tidak akan pernah menjadi pengemis! Sudah aku tidak ingin kau membahas masa lalu mu lagi!" seru Bianca.
Caroline tersenyum, dia langsung memeluk erat Bianca. "Aku sudah melupakannya ka, terima kasih sudah menjaga ku dan Annabeth."
***
New York - USA
Suara detuman musik terdengar hingga keluar. Arthur turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam The Carnegie club. Sebuah klub malam yang terkenal di New York. Seperti biasa, Arthur akan menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang.
Para pelayan berpakaian seksi tengah sibuk mengantarkan minuman. Sesekali para wanita berusaha mencoba menggoda Arthur. Tapi sayangnya tidak ada satu wanita yang Arthur sukai malam ini. Biasanya Arthur hanya tidur dengan seorang wanita yang sama hanya satu kali. Arthur tidak suka jika dia harus tidur dengan wanita yang sama.
“Akhirnya kau datang ke sini," suara Steven berseru saat melihat Arthur mendekat ke arahnya.
Arthur duduk di hadapan Steven, kemudian memanggil pelayan untuk membawakan vodka.
"Kenapa kau sudah lama tidak datang?" Steven menyesap wine di tangannya.
"Kau tahu jawabanya," balas Arthur singkat.
"Sayang, apa kau merindukan ku?" seketika Jane yang baru saja datang langsung duduk di pangkuan Arthur.
"Menyingkirlah Jene," tukas Arthur.
Jane mendekatkan bibinya di telinga Arthur. "Apa kau tidak merindukan ku? Aku sangat merindukan mu."
"Cepat kau menyingkir atau aku akan kasar pada mu!" desis Arthur.
Jane mendesah kasar, dia bangun dan langsung berjalan meninggalkan Arthur. Steven tersenyum tipis melihat Jane yang langsung pergi.
"Dude, kau ini kenapa? Kau masih tidak ingin tidur dengan wanita yang sama?" Steven terkekeh pelan, dia langsung memanggil Brianna untuk menemani dirnya.
Brianna, wanita cantik berambut merah ini melangkah mendekat ke arah Steven dan duduk di pangkuan Steven dengan tangannya yang melingar di leher Steven.
"Kau ingin siapa malam ini Arthur? Aku bisa memberikan kualitas yang terbaik," seru Steven. Tangannya tidak henti merema pinggang Brianna hingga membuat wanita itu melenguh.
Arthur menaikan sebelah alisnya, menatap kumpulan wanita yang berada di hadapannya. "Well, aku rasa wanita dengan baju merah itu terlihat sangat cantik malam ini." Arthur menyeringai menatap lekat wanita yang duduk tidak jauh dengannya.
"Allright, aku akan membawakannya untuk mu." Steven mengedipkan sebelah matanya, sengaja memanggil wanita yang di tunjuk oleh Arthur.
Kemudian wanita itu melangkah mendekat ke arah Arthur. Tanpa di minta wanita itu sudah duduk di pangkuan Arthur.
"Siapa nama mu?" Arthur menarik dagu wanita yang duduk di pangkuannya itu.
Wanita itu mendekatkan bibirnya di bibir Arthur. "Emily," bisiknya.
Arthur menyeringai, kemudian dia menyatukan bibirnya dengan bibir wanita itu. Melumatnya dengan lembut. Kemudian Arthur melepaskan pagutannya.
"Apa aku melewatkan sesuatu?" seru Richo yang baru saja datang. Dia tidak datang sendiri tentu bersama dengan Leyna wanita berambut pirang yang selalu menemani dirinya.
"Kau baru datang? Aku pikir kau tidak datang," tukas Steven, dia kembali menyesap wine.
Richo tersenyum tipis. "Tenang saja, aku tidak mungkin tidak datang."
"Terserah, lebih baik kau bersama dengan Arthur. Malam ini aku harus bersama dengan wanita ku." Steven beranjak berdiri bersamaan dengan Brianna. Mereka langsung meninggalkan Arthur dan Richo.
Richo menggeleng pelan, dia menuangkan wine ke gelas slokinya kemudian mulai menyesapnya. "Arthur, apa Jane sudah membosankan bagi mu?"
"kau sudah tahu jawabannya. Jadi tidak perlu bertanya," balas Arthur dingin.
"Kalau begitu aku yang akan mendekatinya," tukas Richo dengan seringai di wajahnya.
"Kau bisa mendekatinya sesuka mu." Arthur tersenyum sinis. "Aku ingin bersama dengan wanita ku, lebih baik kau nikmati watu mu dengan wanita mu."
Arthr beranjak berdiri, dan membantu Emily yang duduk di pangkuannya untuk berdiri. Arthur memeluk pinggang Emily, mereka langsung berjalan meninggalkan Richho. Sedangkan Richo, dia hanya tersenyum tipis melihat kedua temannya.
***
Justin turun dari mobil, dia mengancingkan jasnya masuk ke dalam perusahaan ayahnya. Hari ini, Justin menggantikan posisi Arthur. Ya, di usianya yang ke dua puluh delapan tahun, Arthur meminta Justin mengambil alih perusahannya. Tidak hanya Afford Company, tapi perusahaan perfilman milik Lucero Company berada dalam kendali Justin. Sang adik Nathan juga memiliki posisi yang tak kalah penting dengan Justin. Nathan memegang kendali perusahaan Afford Company dalam bidang property dan majalah. Untuk Lucero Company, Drake khusus meminta Nathan menangani perusahaan teknologinya. Sebelumnya Justin menetap di Barcelona selama dua tahun, untuk memperlajari Lucero Company. Namun, sekarang Justin memilih untuk menetap di New York. Karena bagaimanapun dia memiliki tanggung jawab perusahaan ayahnya.Joseph dan Hazel, adik kembar Justin yang kini berusia dua puluh tahun, mereka tengah menyelesaikan master degree di Oxford University. Diusia yang masih sangat muda, Joseph dan Hazel berhasil menyeles
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Bianca meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar, anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. Arthur selalu mencium Bianca selama proses persalinan. Kebahagian Bianca dan Arthur begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka sepasang laki-laki dan perempuan. Kali ini, keinginan Arthur sudah terwurjud, memiliki anak perempuan."Nyonya Bianca, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungil itu dalam gendongan Bianca. Semua tim medis kini sudah membersihkan alat medis di dalam ruang operasi. Mereka semua kemudian pergi setelah melakukan pemeriksaan terhadap Bianca dan bayi kembarnya.Arthur meminta perawat untuk segera memindahkan Bianca di ruang rawat VVIP. Setelah proses IMD, tidak lama kemudian Bianca di pindahkan di ruang rawat VVIP sesuai permintaan Arthur.Kini seluruh keluarga Arthur dan keluarga Bianca masuk ke dalam ruang rawat Bianca. N
"Arthur, kau ingat, kan hari ini kita harus ke rumah orang tuaku?" kata Bianca mengingatkan suaminya itu. Sejak tadi, dia melihat Arthur yang tengah fokus pada iPad di tangannya. "Iya sayang, aku ingat. Sebentar ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," jawab Arthur. Tatapannya teteap menatap layar iPad. Bianca mendengus. Dia melangkah mendekat ke arah Arthur, dan duduk di samping suaminya itu. "Tadi pagi justin sudah menghubungiku, putramu itu terus mengingatkan kita untuk tidak terlambat."Kemarin, Justin dan Nathan sudah lebih dulu dijemput oleh assistant Drake. Tentu Bianca sudah tidak lagi terkejut, karena kedua putranya itu sangat dekat pada kakek mereka. Terlebih Drake selalu memanjakan Justin dan Nathan. Bahkan Drake telah membangun sebuah perusahaan untuk Justin dan Nathan.Arthur meletakan iPadnya ke atas meja, lalu dia mengalihkan pandangannya ke arah Bianca. "Kau tidak apa-apa keluar sekarang? Minggu depan kau sudah melahirkan, aku hanya takut terjadi sesuatu padamu, say
Suara keributan terdengar membuat Tasya yang tengah tertidur pulas, langsung terbangun. Tasya berlari keluar kamar menuju suara keributan itu."Astaga Alfred...Aldrich... Kenapa kalian berdua bertengkar?" Tasya mendekat ke arah dua putranya yang ribut. "Mommy, look. Ka Aldrich merusak robotku!" tunjuk Alfred pada robotnya yang telah rusak. "Aldrich, kenapa kau merusah robot Alfred?" Tasya menundukan kepalanya, dia mengelus lembut pipi gemuk Aldrich. "Aku tidak sengaja, Mommy.." ucap Aldrich dengan penuh penyesalan. Tasya mendesah pelan. Ini bukan pertama kali mainan Aldrich atau Alfred rusak. Hal yang membuat Tasya sakit kepala, adalah harga mainan milik Aldrich dan Alfred. Bagaimana tidak? Altov memberlikan mainan pada anak kembar mereka, denga harga yang fantastis. Seluruh mainan milik Alfred dan Aldrich adalah mainan termahal. Harga ratusan ribu dollar hingga jutaan dollar. Bahkan rasanya Tasya sulit bernapas setiap kali Altov memberikan anak kembarnya itu mainan dengan harga f
Viola mematut cermin. Dia melihat seluruh tubuhnya, memastikan tubuhnya sudah kembali seperti dulu. Ya, kehamilan pertama Viola, membuatnya mengalami kenaikan berat badan cukup parah. Bahkan Viola, tidak mau keluar rumah karena malu dengan bentuk tubuhnya. Meski Richo, tidak pernah mengeluh sedikitpun, Richo juga selalu mengatakan Viola sangat cantik. Tapi tetap saja, Viola tidak pernah percaya diri jika keluar rumah. Dengan Berolah raga dan melakukan rangkaian perawatan kecantikan, membuat bentuk tubuh Viola sudah kembali seperti dulu. Kini dirinya sudah percaya diri seperti sedia kala. "Mommy....." pekik Kylie melangkah mendekat ke arah Viola.Viola mengalihkan pandangannya, dia melihat putrinya mendekat ke arahnya. Namun, tatapan Viola melihat wajah muram putrinya itu. Dia langsung menundukan tubuhnya. "Hi sweetheat, kenapa wajahmu bersedih?" "Mommy, where is Ka Justin? I wanna meet Ka Justin.." Kylie mencebik, dia mengerutkan bibirnya. Viola tersenyum, dia mengelus pipi Kylie.
Suara teriakan Annabet begitu keras membuat Steven dan Caroline yang masih tertidur, langsung membuka mata mereka dan segera menghampiri suara teriakan Annabeth. Mereka beranjak dari tempat tidur, lalu berlari keluar kamar. "Sayang, kau kenapa berteriak sepagi ini?" Caroline melangkah, mendekat ke arah Annebth yang kini menangis. "Ada apa sayang? Kenapa kau menangis?" "Adam, menyembunyikan bonekaku!" tunjuk Annabeth pada adiknya. Tangisnya, sesegukan. Sedangkan Caroline langsung menatap putra bungsunya yang tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya. Adam Steven Evans, putra Caroline dan Steven yang berusia empat tahun ini begitu aktif. Tidak heran, melihat tingkahnya yang hampir setiap hari membuat Annabeth menangis. Caroline dan Steven, hampir setiap hari mendengar suara tangis Caroline. Alasannya? Tentu saja karena Adam selalu mengambil barang-barang kesukaan Ananbeth dan menyembunyikannya. Steven membuang napas kasar, dia mengusap kepala putranya. "Boy, Daddy sudah mengataka