Siang itu Ashraf mengajak Yoriko makan siang di salah satu restoran terkenal di Gangnam. Keduanya memang terbiasa pergi keluar tanpa ada pengawalan yang berarti. Ashraf senang hidup seperti orang-orang biasa pada umumnya. Pria tiga puluh tahun itu tidak terlalu suka mencolok apalagi di tempat umum. Saat ini dia tengah duduk menikmati makan siangnya dengan menghadap ke jendela besar yang menampilkan jalan di depan restoran tersebut. "Ku rasa kau harus segera pindah dari rumahmu Yoriko, aku yakin kalau Tuan Lan sudah menyiapkan serangkaian rencana untuk menghabisi nyawamu." Ashraf berkata dengan tenang sembari sibuk menikmati makanannya. Yoriko yang mendengar itu sontak menghentikan kegiatannya. Dia menaruh sumpit di atas piring kecil dan menatap Ashraf datar. "Aku tahu, tapi di mana aku temukan tempat yang aman? kau tahu bukan kalau pada anggota mafia tidak bisa hidup dengan bebas dan memilih tempat tinggal sembarangan?" Yoriko menjawabnya dengan nada yang lirih. Saat ini mereka m
Di Kungmin sendiri semuanya masih berjalan seperti biasa, pekerjaan dan juga bisnis dari Blair Fulton masih berjalan tanpa ada gangguan apapun. Hanya saja, secara internal Tuan Lan selaku pemimpin Blair Fulton merasa terguncang atas apa yang terjadi. "Orang yang ku anggap tidak berguna itu adalah anak dari Choi Mujin," gumamnya yang mendadak panik. Dia khawatir berlebihan dengan apa yang mungkin sedang Ashraf rencanakan. Dini hari tadi setelah menelfon Yoriko, pria itu mengirimkan salah satu anak buahnya yang memang berada di Gangnam untuk mencari keberadaan Ashraf ataupun Yoriko. Kediaman keluarga Choi memang sulit untuk dilacak, tapi sebagai gantinya dia mendapatkan informasi mengenai keberadaan Yoriko yang rupanya berada di satu kota yang sama dengan Ashraf. Tidak perlu menunggu lama, Tuan Lan segera mengirimkan hadiah pada Yoriko berupa bom waktu dan juga kamera tersembunyi. Itu semua dia kirimkan sebagai pancingan saja, dan dia benar-benar mendapatkan apa yang dia cari. Ashr
Setelah merasa kalau Yoriko tenang dan masalah yang ada telah ditangani oleh Kim Dohan. Ashraf mengajak Yoriko untuk pindah ke rumah yang telah pria itu siapkan. Sepanjang perjalanan Yoriko hanya diam, entah apa yang ada di dalam pikiran perempuan itu. Ashraf juga tidak berniat untuk mencari tahu, karena dia yakin Yoriko akan memberitahunya jika itu diperlukan. Setelah berkendara kurang lebih dua puluh menit dengan kecepatan sedang, keduanya sampai di salah satu rumah di kawasan Gangnam yang memang letaknya tidak terlalu jauh dari kediaman keluarga Choi. "Yoriko, kau tenanglah. Di sini kau pasti aman," ucap Ashraf saat keduanya telah berada di halaman rumah. Yoriko mengangguk pelan tanda dia mengerti. Tidak lama kemudian ada seorang pria berusia sekitar lima puluhan datang mendekati mereka berdua dengan senyuman yang ramah tapi tetap sopan. Pria itu menundukkan kepalanya begitu melihat Ashraf dan jaraknya sekitar dua meter dari tempat Ashraf berdiri. "Salam Tuan Muda," ucap pria
"Ashraf aku sungguh minta maaf padamu," ucap Wang Yihan dengan nada yang lirih. Bahkan mungkin terdengar seperti gumaman saja. Ashraf diam, dia masih memperhatikan lawan bicaranya. Dia mencari kesungguhan atau kebohongan dibalik kata-katanya yang tampak lugu dan manis. "Aku tentu bisa memaafkan mu kapan saja Master, tapi lagi-lagi semuanya tidak akan berjalan begitu saja. Aku juga butuh imbalan, dan itu juga sudah ku katakan kemarin!" tegas Ashraf.Wang Yihan mengangguk paham, dia tentu masih mengingat semuanya dengan jelas. "Aku melakukan kebaikan ini bukan semata-mata karena aku orang yang baik atau iba dengan mu Master. Aku melakukan semua ini karena memerlukan keahlian mu," ucap Ashraf dengan tegas. "Tentu saja, dan aku sungguh berterima kasih atas itu." Wang Yihan menundukkan kepalanya dalam-dalam, sebagai bentuk berterima kasih paling tulus. "Kalau begitu, aku ingin kau datang bersama anggota yang lain ke markas besar nanti malam. " Ashraf kemudian bertepuk tangan dua kali.
Setelah acara pengangkatan Consigliere itu selesai, Ashraf mencari Yoriko. Rupanya perempuan itu tengah berbincang dengan Kim Dohan dan juga Tuan Mun. Ketiganya tampak berbincang ringan dan sesekali tertawa. "Yoriko!" Panggil Ashraf begitu jarak mereka sudah dekat. Yoriko pun menoleh, dia meletakkan gelas berkaki yang berisi anggur ke atas meja didekatnya. "Ya?" "Bisakah kau ikut denganku sekarang?" tanya Ashraf dengan nada yang datar."Tentu saja," jawabnya. Sedetik kemudian Ashraf dan Yoriko berpamitan dengan yang lain. Malam itu acara dilanjutkan dengan makan-makan bersama para anggota El Abro. Ashraf sendiri sudah berpamitan pada Lizi kalau dia akan pergi lebih dulu dan tidak akan kembali malam ini ke kediaman. Ashraf meminta kunci mobil dari salah satu anggotanya, dengan sopan anggota itu memberikannya. Yoriko sendiri masih berdiri mengekor dibelakangnya. "Ini! kau yang bawa," ucap Ashraf memberikan kunci mobil Mercedez Benz G-Class pada Yoriko. "Apa? aku yang membawanya?"
Ashraf yang telah selesai menelfon pun memperhatikan Yoriko. Dia menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jas dan ikut memperhatikan kamera tersembunyi yang di bawa Yoriko. "Kau tahu lambang apa ini?" tanya Yoriko sembari menunjukkan kamera itu padanya. Ashraf menggeleng pelan, dia memang tidak tahu tapi dia tidak kehilangan akal. "Aku tidak tahu, tapi seseorang pasti bisa memberitahu kita." Yoriko hanya mengerutkan kening sebagai jawaban, dia juga tidak tahu apa yang sedang direncanakan Ashraf kali ini. "Ayo masuk ke mobil dan kita lanjutkan perjalanan ke Hongdae," ajak Ashraf kemudian berjalan masuk ke mobil dan tetap duduk di kursi penumpang sama seperti niat awalnya tadi. Yoriko kemudian menurut dan melakukan hal yang sama. Perempuan itu mulai menyalakan mesin mobil mewah tersebut dan memulai perjalanan kembali. Sekitar pukul empat dini hari, keduanya sudah sampai di salah satu bar dengan pengunjung paling ramai di jalan Hongdae. Daerah itu memang selalu ramai oleh pengunju
"Ku rasa Nona Karalyn tidak perlu menanyakan hal seperti itu padaku." Yoriko mengatakannya diiringi senyuman yang manis. Dia menyingkirkan tangan Karalyn yang masih bertengger di lengannya. Karalyn hanya diam, dia memperhatikan tangan Yoriko yang berniat melepaskan diri darinya. "Karena yang jelas Nona, apa yang anggota biasa seperti ku rasakan tentu tidak akan berpengaruh apa-apa pada Tuan muda Choi." Yoriko melanjutkan ucapnya masih dengan nada yang tenang dan senyuman di wajahnya. "Ta-tapi --""Kalau Nona Karalyn masih ingin mendekati Tuan muda Choi, lebih baik nona lakukan saja sendiri tanpa melibatkan aku. Terimakasih, aku permisi Nona Karalyn Henderson!" Setelah mengatakan itu Yoriko menundukkan kepalanya memberi hormat kemudian dia beranjak dari bar itu untuk menyusul Ashraf yang sudah lebih dulu keluar dari bar. Sepanjang jalan Yoriko merasa kesal, dia tahu banyak perempuan yang menyukai Ashraf. Tapi baru kali ini ada yang meminta bantuan darinya. Entah kenapa rasanya dara
Yoriko mengerjapkan matanya, baru kali ini dia melihat Ashraf memiliki pandangan sedalam ini padanya. Belum lagi seulas senyum manis juga terbit di wajahnya yang tampan dengan garis wajah yang tegas. Sejenak Yoriko merasa tertawan oleh manik mata hitam milik Ashraf. Manik mata hitam itu begitu pekat tapi juga jernih, hal itu membuat Yoriko merasa perlu berlama-lama menatapnya. "Kau sudah tahu, jadi kedepannya jangan banyak bertanya." Yoriko mengerutkan keningnya begitu Ashraf berbicara dengan nada dingin yang benar-benar bertolak belakang dengan ekspresi wajahnya. Setelah itu Ashraf dan Tuan Mun sempat berbicara ringan sekitar sepuluh menit. Tak lama setelahnya mereka memutuskan untuk pergi dari restoran itu dan kembali pada pekerjaan masing-masing. Masih seperti sebelumnya Yoriko menjadi supir bagi Ashraf. Mereka berniat pergi ke kediaman keluarga Choi untuk beristirahat. "Istirahat lah Yoriko, nanti temui aku di jam tiga sore." Ashraf mengatakannya dengan tegas begitu mereka b