Share

2. Malam minggu

Author: Apri April
last update Last Updated: 2021-11-05 17:00:00

Malam minggu, kebetulan Mita ada janji untuk bertemu teman. Bukan cowok tapi cewek, yaitu Bianca. Temannya inilah yang akan membantu keberlangsungan riwayat pekerjaan.

Tanpa lelah Mita selalu bertanya tentang lowongan pekerjaan dengan Bianca. Kebetulan Bianca adalah staff HRD di perusahan yang cukup besar dan dia banyak kenalan serta koneksi yang mumpuni untuk mengetahui lowongan pekerjaan apa saja yang sedang di cari. Tapi memang dasarnya nasib Mita nggak mujur, jadi setiap kali Bianca memberi tau ada lowongan pekerjaan pasti ujung-ujung nggak berhasil.

Padahal Bianca sudah memberikan tips dan trik bagaimana membuat cv yang menarik perhatian perusahan.

Tetap saja.

Namun sebagai teman yang merasa punya hutang budi, Bianca tanpa lelah tetap membantu Mita sampai dapat pekerjaan, itu janjinya.

Dan sekarang Mita sedang memantaskan diri, memperhatikan dirinya di depan cermin, guna melihat apakah sudah rapi atau belum.

Karena Bianca akan memperkenalkan Mita dengan pacarnya yang bekerja di perusahaan elit berprofesi sebagai sekretaris CEO. Jelas berpenampilan rapih, sopan dan menarik perlu untuk memberikan kesan yang baik.

Tapi karena pertemuannya di luar kantor dan hari sabtu malam minggu, jadi Mita hanya memakai kemeja oversize bergaris yang dia masukkan ke celana jeans boyfriend. Menggunakan jelly shoes untuk menutupi ujung kakinya dan tas selempang kecil. Santai tapi sopan.

Dia kembali mematut dirinya di cermin. Melihat kedalam matanya yang sipit disana. Mita menghela nafas. Kali ini harus berhasil. Dia harus mendapat pekerjaan.

Harus!

"Mau kemana, Mbak?" Pertanyaan sopan menegur Mita ketika dia akan melewati ruang tengah.

Disana ada Bapak, Ibu dan Hansel yang sedang menonton acara TV. Yang tadi bertanya adalah Bapak.

Karena mendapat lirikan tajam dari Ibu Sri, Mita berdehem. Dia harus memberikan kabar baik lebih dulu walau hasilnya nanti nggak tau bagaimana.

"Mau ketemu Bianca Pak, katanya dia ada lowongan pekerjaan dan aku mau dikenalkan ke pacarnya yang kebetulan lagi cari pekerja."

"Asik, lo mau kerja Mbak?" Hansel menyahut.

Mita menampilkan senyum manisnya. Dan otomatis matanya semakin menyipit. "Do'ain geh ..." katanya.

Remaja laki-laki macho itu langsung menengadahkan kedua telapak tangannya tanda berdo'a. "Amin ..."

Dasar, kelakuan. Hansel dan Mita memang sebelas, dua belas. Gesreknya sering mirip.

Kemudian Mita menghampiri Ibu dan Bapak. Meminta restu agar pertemuan kali ini diperlancar dan menghasilkan kabar baik.

Sebengal-bengalnya Mita, dia masih percaya bahwa do'a orang tua adalah do'a yang terbaik bagi anaknya. Dulu ketika semasa kuliah dan sekolah, selain karna kerja kerasnya, berkat do'a ibu bapak juga Mita bisa wisuda dengan gelar cumlaude.

Hah, malam ini bersemangat sekali rasanya.

Mita mulai memakai helm bogo minions miliknya dan mulai menunggangi motor scoopy fi sporty keluaran tahun 2015. Lumayan lama dan sudah sering ngambek juga. Tapi bagaimanapun berkat motor itulah Mita berhasil wisuda dan mendapat gelar sarjana.

Dia berjanji jika sudah bisa mengumpulkan uang sendiri, dia akan membeli motor baru. Untuk sementara, pakai yang ada dulu.

Baiklah, dengan mengucap bismillah Mita menarik handle gas motor keluar dari halaman rumah sederhana di komplek Green Garden, Cilincing, Jakarta Utara.

Nampaknya malam minggu pertama di bulan Mei ini begitu cerah. Atau hanya perasaan Mita saja yang sedang berapi-api.

Gadis bermata sipit itu pun membuka kaca helm bogonya. Membiarkan angin malam menerpa wajah yang berkilau cerah.

Senyumnya terbit lebar. Dan Mita berteriak kencang diiringi laju motor yang semakin kencang. Hatinya sedang gembira, berharap jika hasilnya tidak zonk.

***

"Kenalin Mit, ini Kak Billy yang sering aku ceritain ke kamu."

Mita tersenyum ramah, mengulurkan tangannya terlebih dahulu ke hadapan pria dewasa dengan rambut klimisnya. Ia memakai kemeja kotak lengan panjang yang digulung dengan bawahan celana bahan. Terlihat sekali jika pria itu pekerja kantoran yang terpandang.

Sekretaris CEO, tentu profesi yang nggak bisa diremehkan.

"Halo kak, saya Mita temannya Bianca semasa SMA dan kuliah." Mita mendongak untuk menatap mata lawan bicaranya.

Tinggi banget. Mita hanya sebatas lengan pria itu dan Bianca lebih dibawahnya sedikit.

Sedangkan itu Billy menampilkan senyum manisnya. Pria maskulin itu menjabat tangan Mita dengan formal. "Hai Mita, saya Billy, akhirnya bisa ketemu, Bianca banyak cerita soal kamu."

Gadis sipit itu langsung melirik pada gadis berpenampilan feminim dengan dress bunga-bunganya. Tentang apa yang sudah diceritakan temannya itu. Apa soal dia yang cerewet minta lowongan pekerjaan atau tentang dirinya yang menyedihkan jadi pengangguran.

"Bianca sering bilang, kalau dia punya teman yang lucu, sering buat dia ketawa." Billy melanjutkan kalimatnya.

Lega. Mita bisa kembali mengulas senyum manisnya.

"Lucu dan jomblo juga," tegas Bianca tiba-tiba, memperjelas mengenai status Mita.

Tentu saja Mita berusaha melotot namun sia-sia, karena tetap sipit juga. Tetapi dia tetap berusaha, tandanya tidak terima sudah disebut jomblo di depan pria maskulin seperti Billy. Ya walaupun Billy adalah pacar Bianca, namun Mita merasa tersinggung jika ada yang mengatainya jomblo di depan pria. Lebih baik dibilang single saja. Itu lebih baik walau maknanya sama.

"Parah banget kamu Bi. Malesin lah ... nggak temen lagi ..."

Rajukan Mita terdengar dramatis. Bukannya kasihan, Bianca malah tertawa. Dia lalu menatap pacarnya untuk menilai kriteria pekerja yang dibutuhkan.

Dari sikap dan sifat, menurut Billy cocok. Mita terlihat seperti tipe seseorang yang ceria, mudah bergaul, bersemangat dan punya dedikasi tinggi menjalankan tugas. Pasti cocok dengan bosnya.

Maka dengan bahasa kerlingan mata, Billy kembali menatap pacarnya. Tandanya dia perlu sedikit waktu untuk mengobrol atau mendengarkan obrolan basa-basi dengan Mita.

Bianca pun paham. Wanita anggun itu mulai menyilahkan Mita untuk duduk bersama di sebuah cafe yang ramai akan pasangan muda-mudi.

Jelas, karena ini adalah malam minggu. Jomblo seperti Mita mah apa. Berhubung ada lowongan pekerjaan jadi dia keluar. Selain itu, tidak ada malam minggu yang bermakna.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Lilis Widyaningsih
menarik nih
goodnovel comment avatar
Fenny Anggreaini
jejakkkkkkk
goodnovel comment avatar
Sapar Khan
menarikkkkk
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā Ucapan

    Terimakasih untuk yang telah meluangkan waktu mengikuti kisah Mita dan Vano. Seperti halnya dalam hidup yang tak pernah ada akhir hingga kematian datang. Begitu pula kisah ini, yang sebenarnya belum berakhir. Bahkan Vano dan Mita baru mengawali kisahnya ketika ini berakhir. Maka dari itu, biarkan mereka melaluinya sendiri. Merajut kisah selanjutnya dengan hanya ada mereka sendiri. Sekali lagi, terimakasih untuk semuanya. Maaf jika sang pencipta cerita ini banyak mengulur waktu dan berakhir dengan cara yang mungkin membuat kalian kurang puas. Tetapi dengan cerita yang kurang sempurna ini saya berharap kalian semua bisa menikmati. Terlepas dengan saya yang memang suka ngaret update :) Terimakasih banyak. Salam hormat dari Mita, Vano dan author.****

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 124. Ikuti Kata Hati

    "Ikuti kata hati, jangan menyangkalnya." Mita baru tau jika Ibunya bisa menasehati dengan baik. Ia pikir hanya Bapak yang bijak dalam menasehati. Saat itu setelah selesai acara makan siang bersama, Ibu berkata dengan kalimat itu sebelum keluar. Mita bingung tentang maksud perkataan Ibunya. Namun ketika dipikir lagi, ternyata memang masih ada problem dalam dirinya. Persis yang dikatakan Ibu, bahwa dia terus-terusan menyangkal perasaannya sendiri. Bukan tanpa alasan, sebab ia tak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Yaitu menyakiti orang lain. Dulu ia benar-benar menyakiti orang yang sangat baik kepadanya. Atas dasar kelabilannya lah jadi banyak orang yang dia repotkan. Mita nggak ingin itu terjadi, maka dengan membohongi dan menyangkal dirinya sendiri adalah senjata untuk itu. Tetapi semakin menyangkal, semakin pula ia tak bebas dengan dirinya. Ada perasaan cemas dan juga khawatir. Tetapi atas dasar menghukum diri sendiri pula, Mita memantapkan diri untuk tetap baik-baik saja.

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 123. Tak Ingin Memaksa Lagi

    Siang hari kali ini panas menyengat membakar kulit. Di jalanan komplek tak ada orang yang bersenang hati berjalan di bawah teriknya matahari, bahkan di dalam rumah pun terasa sekali gerahnya kalau nggak ada kipas angin. Lebih bagusnya ac, namun rumah Mita bukanlah rumah mewah dengan adanya ac di setiap ruangan. Mereka mengandalkan angin dari kipas angin. Bukan hanya satu atau dua saja kipas terpasang, bahkan di ruang tamu ada, di ruang tengah dan di setiap kamar juga ada. Namun karena hari ini sangat panas, jadi gadis itu menyeret salah satu koleksi kipas berdiri menuju ruang makan. Nggak berat sama sekali, dia bisa santai tanpa perlu bantuan, namun karena seruan Ibu yang menyuruhnya untuk cepat membuat langkah kaki gadis itu semakin cepat. "Ayo duduk Van." Ibu Sri mempersilahkan si tamu untuk duduk di salah satu kursi makan. Sedangkan Mita hanya diam sembari menyalakan kipas angin yang tadi dia bawa. "Karena hari ini cuman buat satu pesanan jadi nggak begitu banyak masaknya," kata

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 122. Datang

    Malam semakin berlalu, jam yang berdetak di ruang keluarga pun hingga terdengar jelas. Sedangkan itu di satu kamar nampak remang hanya diterangi lampu tidur. Keranjang berdecit kala seseorang di atasnya merubah posisi. Kembali berdecit saat lagi-lagi berganti posisi. Mita seketika menendang selimut yang menutupi setengah tubuhnya. Merasa kesal akibat matanya yang tak kunjung tertutup. Dia mengambil bantal dan menutup wajahnya. Lagi-lagi nggak bisa tertidur. Dia frustasi dan mengembalikan bantalnya ke tempat semula. Sorot matanya seketika menerawang langit-langit kamar tak bisa tenang. Pikirannya berkelana pada satu momen siang tadi. "Tolong buka hati untuk saya." "Jangan menghindari saya." Argh! Rasanya Mita ingin berteriak kuat-kuat. Seketika jantungnya kembali berdegup nggak normal saat mengingat lagi momen itu. Dia memandang langit-langit kamar dengan menerawang. Tapi sesaat kemudian bibirnya terangkat ke atas secara otomatis. Mita tersenyum, namun kala tersadar ia memukul k

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 121. Dua permintaan

    "Kok bisa salah kirim?" tanya laki-laki itu yang berkali-kali lipat tampan dibanding yang dulu. Mita menjadi gugup. Dia berdehem dan menyesap minumannya sedikit. "Nggak tau, saya mau kirim pesan ke Farhan," ucapnya berusaha tampak biasa saja. Dia sempat memperhatikan mantan bosnya yang sedang berbicara kepada salah satu pelayan yang lewat. Memesan kopi dan cemilan, lalu setelahnya kembali memperhatikan gadis di depannya. Dan secepat kilat Mita beralih, dia nggak ingin tertangkap basah sedang memperhatikan mantan bosnya. "Memang nama kontak saya pakai huruf F sampai ketuker seperti itu?" "Enggak," Mita lantas menggelengkan kepalanya. "Mungkin lagi kurang fokus," ujarnya kemudian tampak acuh. Sudah terlanjur kejadian juga. Mau nggak mau Mita harus menghadapinya. Berhadapan dengan mantan bosnya dan juga berbincang memang bukan rencana awalnya. Namun bagaimana lagi. Sebenarnya sih malu karena bisa salah kirim pesan. Tapi ya sudah. Mita kembali menghela nafasnya. Beruntung Vano ngga

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 120. Salah Kirim

    Waktu kian berlalu. Pagi hari terasa cepat sekali datang. Setiap jam dan menit kian berjalan bagai jarum detik yang cepat. Setidaknya itu yang dirasakan Mita. Entah orang lain merasakan gimana, namun dia merasa waktu cepat sekali berlalu.Hari-harinya dilalui dengan kegiatan yang membosankan. Pagi hari berberes membantu Ibu, siang hari jika hanya ingin di rumah ya tetap di rumah atau jika ingin keluar ya keluar jalan-jalan sendirian, lalu sore hari Mita beberapa kali berjalan-jalan di area komplek, menyapa tetangga yang berpapasan atau hanya menikmati udara segar di taman.Mita belum bekerja, ia kembali menjadi pengangguran dan sedang mencari pekerjaan. Rasanya dia kembali ke awal setelah semuanya terjadi, seperti menjadi pengangguran dan mencari pekerjaan. Jika sudah mendapatkan pekerjaan dia akan bekerja dan entah bagaimana kehidupan selanjutnya, apa dia akan mendapat rasa sakit lagi atau malah mendapatkan kebahagiaan. Sepertinya itu hanya Tuhan yang tau. Yang jelas dirinya sudah me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status