Superioritas Indonesia di dunia bulu tangkis memang sudah diakui dunia. Terlebih ketika pertama kalinya Indonesia mendulang medali emas olimpiade pada tahun 1992. Tak terkecuali bagi wanita asal Pangalengan, Kabupaten Bandung, Dwi Astriani Aprilliani, juga turut serta ikut merawat tradisi emas juara bulu tangkis di Nusantara. Namun apa jadinya jika raga yang kuat di lapangan, selalu menghias podium juara dengan kecantikannya, ternyata jiwanya hancur. Seorang atlet pria dari negara berbeda yang juga adidaya di dunia bulu tangkis telah mengalahkannya dalam hal cinta. Hanya pria yang bernama Yuxuan yang mampu mengalahkan seorang Dwi. Apa yang sebenarnya Yuxuan lakukan? Lalu, bagaimana Dwi mampu bertahan di tengah sakit hatinya demi bendera Merah Putih berkibar di tempat tertinggi? Bagaimana pula Dwi mampu jujur terhadap lukanya dan berdamai dengannya?
View MoreSeorang wanita berusia di awal 30 –an sedang berjalan menyusuri jembatan desa yang dibawahnya mengalir sungai yang jernih. Kulitnya yang kuning langsat ditambah tinggi badan 170cm, pipinya tidak terlalu tirus, matanya besar, dan alisnya agak tebal. Dia tampak mengenang sebuah penyesalan. Tangan kanannya menyusuri pembatas jembatan. Suara air menjadi melodi indah yang mengiringi keindahan mantan Sang Kembang Desa.
“Dulu dia kabur dari desa karena gak mau nikah lho Bu.” Para tetangga memulai cerita tentang dirinya.
“Untungnya dia dinikahin artis ibukota ya Bu.”
“Iya sih, kalau dulu ya gajinya milyaran tapi percuma gak punya pasangan.”
“Ya Allah Ibu, itu masa lalu lho, udah ah masih pagi udah nambah dosa!” Bu Sasih selalu mengalihkan pembicaraan tentang dirinya.
Wanita itu tanpa sadar meneteskan air mata. Dia pun segera pergi ke bukit yang jarang terjamah orang. Dengan mengayuh sepedanya dia meluapkan segala perasaannya.
Di bukit yang menjauhkannya dari gunjingan. Mantan kembang desa itu mengenang hal yang seharusnya dia lupakan hingga ke akarnya.
# # #
“Dwi, udahan dong latihannya, buset dah nih tenaga abis sebelum tanding!” keluh Arina sambil terus mengayunkan raket bulu tangkisnya.
“Justru dengan latihan kita bisa lebih unggul dari lawan–lawan kita!” Dwi dengan tegas men – smash Arina dengan keras.
“Parah!!!” teriak Tia, rekan sesama atlet bulu tangkis lain yang memperhatikan dari pinggir lapangan terkejut dengan suara smash yang keras dari tangan Dwi Astriani Aprilliani.
Gadis yang bernama Arina itu melempar pandangannya ke lapangan sebelah. Ada lelaki bertubuh tinggi atletis, mata besar dan alis tebal. Dia lebih terlihat seperti orang Indonesia dibanding China. Dari baju olahraganya tertulis asal negaranya yaitu China. Arina pergi meninggalkan Dwi dan menghampiri lelaki yang sepadan dengan kecantikannya.
“Fengying Ge!!” Arina memanggil lelaki itu dengan ceria.
Lelaki bernama Fengying itu datang menghampiri Arina. Mereka saling melempar senyum dan semangat walau berbeda negara yang dibela.
“Eh dia partnermu?” tanya Fengying.
“Iya namanya Dwi.”
“Dwi, ini Fengying sepupuku, kita satu buyut tapi beda nenek kakek hehe.” Arina mencoba mengenalkan lelaki itu pada rekannya.
“Oh iya salam kenal.” Dwi menyambutnya dengan dingin.
“Oh iya, Arina, Dwi, aku ingin mengenalkan partnerku juga, namanya Yuxuan.” Fengying memperkenalkan seorang lelaki yang bermata sipit, rambutnya tipis, dan ada tahi lalat kecil di pipi kanannya. Dia tak kalah tampan dengan yang mengenalkannya.
“Hai!” sapanya dengan sedikit ceria.
Dwi yang melihat itu langsung membawa tas raketnya dan meninggalkan stadion.
“Hei, aku baru tahu, kamu main di ganda putra,” ujar Arina sambil menyenggol tangan sepupunya.
“Sudah lama Rin.”
“Okelah haha, eh kayaknya partner kamu cocok deh buat jadi pacar partner aku!” Arina memperhatikan Yuxuan yang sedang memasukkan raket–raketnya ke dalam tas.
“Iya sih, tapi mungkin partner kamu gak bisa Bahasa Mandarin ya?” Fengying berpikir jika mereka menjalin hubungan akan tersendat di bahasa.
“Memangnya Yuxuan tidak bisa Bahasa Inggris?”
“Mungkin bisa kalau dilihat dari ayahnya yang seorang CEO perusahaan manufaktur di China.”Arina yang mendengar itu jengkel. “Kamu gak kenal sama partner kamu sendiri?”
“Kenal lha.”
“Hah... kamu cuman tahu kemampuan dia di bulutangkis doang! Gak asyik!” Arina segera menyusul Dwi meninggalkan stadion.
Dibalik itu, ternyata Dwi masih berlatih di lapangan paling ujung stadion. Dia hanya meninggalkan Arina yang hobi mengobrol. Dwi pun bersimbah keringat. Namun dia lupa membawa handuk tambahan. Tiga handuk yang ia bawa basah kuyup dengan keringat. Dwi mencoba membuang keringatnya dengan tangan. Tak disangka ada lelaki yang meletakkan handuk di kepalanya. Dwi menarik handuk itu dan melihat wajah pemiliknya.
“Yuxuan? Nanti aku mengembalikannya bagaimana?”
“Tidak usah dikembalikan!” dia menjawab dengan Bahasa Inggris.
Dwi bingung harus bagaimana dengan handuk orang lain yang berada di tangannya. Karena dia butuh, dia pun memakainya.
# # #
Di kamar hotel yang berisi untuk dua orang, Arina keheranan dengan Dwi yang mencuci handuk. Padahal sponsor selalu memberikan handuk baru setiap harinya.
“Handuk siapa itu?” tanya Arina curiga.
“Handuk orang jatuh di jalan!” jawab Dwi, dia pun berjalan ke balkon untuk menjemur handuk itu. Setelah menjemur handuk, Dwi melempar pandangannya ke kanan. Dia melihat Fengying ternyata di kamar sebelah. Arina yang berada di kamar tambah penasaran karena melihat rekannya terpaku.
“Ngapain sih sore – sore bengong, bentar lagi magrib ntar kesambet lho!” Arina yang mengikuti arah pandang Dwi bertemu dengan Fengying. Arina pun kaget, ternyata kamar mereka bersebelahan.
Tak disangka Yuxuan sekamar dengan Fengying. Dia keheranan melihat handuknya dicuci oleh Dwi. Padahal sponsor besok akan memberikan lagi handuk yang baru.
“Dwi, handuknya...” lirih Yuxuan.
“Besok kukembalikan!” teriak Dwi sambil berjalan cepat ke kamarnya.
Yuxuan penasaran dengan yang terjadi pada Dwi. Dia pun berjalan ke arah balkon kamarnya Dwi. Ntah apa yang dia inginkan. Matanya terlihat mencari sesosok perempuan yang mencuci handuknya.
“Haha, Dwi emang pemalu kok kalau ketemu orang baru, oh ya sampai bertemu besok di stadion ya.”Arina segera menyusul Dwi.
Di hotel yang cukup mewah di Birmingham yang dekat dengan stadion tempat diselenggarakannya turnamen bulu tangkis bergengsi All England. Dwi merasakan jantungnya ingin keluar dari raga. Tangannya gemetar, dia pun cepat–cepat bersembunyi ke balik selimut sebelum teman sekamarnya menyadari sesuatu.
“Dwi, kenapa sih?”
“Aku kedinginan Rin!”
“Hmm, masa? Kayaknya loe suka deh sama cowok itu,” Arina memulai lawakannya.
“Wah, gak gitu lha, parah!” Dwi melemparkan bantalnya kepada Arina.
“Santai dong, ya udah istirahat sono! Besok semifinal kita harus masuk final dan juara ganda putri dari Indonesia untuk pertama kalinya!” jelas Arina sambil memakai cream tidur ke kulit wajahnya.
Dwi menatap wanita berambut agak kemerahan, bermata sipit, berkulit putih, tubuhnya agak berisi, tingginya tidak jauh beda dengan Dwi, gen Papinya asal Korea lebih mendominasi daripada gen Maminya dari Indonesia.
“Ya udah gue tidur duluan ya... eh lupa dah shalat dulu ya!” Dwi segera pergi ke kamar mandi dan mengambil air wudhu.
“Gue lagi dikasih dispensasi sama Allah!” Arina menaiki tempat tidur, menarik selimutnya, dan menutup matanya.
# # #
Riuh penonton menyelimuti stadion diadakannya pertandingan bulu tangkis. Dwi tidak peduli dengan keributan. Dia asyik membuat soal matematika dan menjawabnya sendiri di tribun penonton. Di sampingnya, dia baru sadar ada lelaki yang menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Rajin banget sih anak guru gue waktu SD!”
Dwi menancapkan pandangannya pada lelaki berwajah tanpa dosa. Setelah itu kembali pada buku tulisnya. Lelaki itu menjadi malas mengobrol, tetapi dia melihat kursi kosong di samping Dwi hingga dia mengambil kesempatan.
“Bisa kagak loe juara All England pertama kalinya?”
“Loe ngeraguin gue?”
“Loe kan cuman pengen ngalahin gue doang, makanya jadi atlet bulu tangkis, sialnya usia lu baru 16 tahun, lu udah juara berkali–kali, juara olimpiade matematika se – Asia lagi, wah loe tuh sempurna banget tahu gak? Orang kampung kita pasti bangga kalau kita nikah!”
“Nikah?” Dwi menghentikan tangannya yang sedang menulis.
“Yaiya Dwi, kan gue orang paling ganteng di kampung Sukaasih , dan loe kembang desa di sana, cocok kan!” suara keras Prawira tidak mengundang tatapan yang lain karena pertandingan sudah dimulai dan para penonton fokus dengan jagoannya masing–masing.
“Heh, Aa kan udah punya pacar, lha masa mau nikah sama aku?!” Dwi membentak lelaki di sampingnya.
“Haha, pacar itu kan cuman buat iseng doang, loe kan gak bisa gue isengin, bisanya gue seriusin,” tatapan Prawira teralihkan dengan pertandingan di depannya.
“Ngaco! Jangan sok kegantengan sama sering juara loe bisa seenaknya ngelamar gue!”
“Eh, cantik... gue kalah lho di pertandingan yang loe masuk semifinal!”
Wanita incaran Prawira meninggalkannya. Prawira sudah lelah untuk mengejarnya. Membiarkan perempuan keras kepala itu pergi ke mana pun dia mau.
Wanita beralis tebal itu membawa–bawa handuk. Matanya mencari sang pemiliknya. Handuk ini bukan miliknya, bukan haknya, maka wajib dikembalikan.
“Dwi,” panggil seorang laki–laki.
“Alhamdulillah rezeki anak sholeh!”
“Hah?”
“Nggak kok, ini handuk kamu Yuxuan, terima kasih banyak ya.” Dwi menyodorkan handuk berwarna putih.
Yuxuan mendekatkan raganya pada Dwi. Jarak membuat mereka saling merasakan napas masing–masing di tengah riuhnya sambutan penonton kepada jagoannya saat memasuki lapangan.
“Sama–sama Dwi, kamu baik banget, aku...”
“Maksudnya?”
“Semoga kita bertemu di final...”
Di saat pertandingan, jika yang kalah boleh pulang ke negaranya atau mendukung rekan yang masih bertanding. Yuxuan berharap bisa melihat Dwi lebih lama.
# # #
Langit senja sudah menghiasi indahnya pemandangan Pangalengan. Dwi berdiri dan bersiap mengayuh sepedanya ke rumah. Untuk kenangan hari ini cukup awal dari penyesalan, hanya ini, esok kita lanjutkan...
Catatan Penulis
Aa/ A: Panggilan kakak laki - laki dari Suku Sunda
Gege/ Ge : Panggilan kakak laki - laki dari Negara China
Keringat membasahi kening hingga sekujur tubuh cantik Dwi Astriani Aprilliani. Dia tidak mengetahui penyebabnya. Pangalengan selama ini dingin. Tak memberikannya keringat.“Tuhan tadi itu apa?”Gadis itu bermimpi ada sesosok lelaki yang berada di atasnya. Duduk di antara kedua kakinya. Menatapnya seperti ingin memakannya. Dwi tidak bisa menjabarkan dengan jelas. Apa yang terjadi di dalam mimpi itu. Yang pasti... celana dalamnya basah, tetapi tidak menembus seperti ngompol. Dia ingin bertanya kepada ibunya, namun hatinya berkata, “Ini hal yang memalukan untuk ditanyakan.” Akhirnya dia diam-diam mencuci celana basahnya dan menjemurnya di jendela kamar.Sembilan jam, setelah mimpi. Di PB Tarumanagara, saat dia hendak men-smash shuttlecock perasaan licin ada di bawahnya. Perlahan, Dwi mulai merasakan sakit di bagian perut sebelah kanannya. Prawira yang melihat itu langsung menghampiri Dwi. Lelaki itu membopong Dwi hingga ke kamar mandi peremp
Lapangan bulu tangkis yang berukuran 610 x 1340 cm, menjadi saksi para anak-anak yang bermimpi atau terpaksa berada di atas lapangan karena kemampuannya. Di tempat ini, Dwi menerima servis dari Ci Lia. Arina bersiap untuk mempertahainkan skor. Untuk sementara, Dwi dan Arina unggul dua angka.# # # # Di Bandung, Dwi telah dipersiapkan menjadi wakil sekolah di Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika. Namun anak itu jarang berada di sekolah, membuat pihak sekolah agak ragu dengan kemampuannya. Sebenarnya, Dwi sudah ditawarkan bersekolah di sekolah khusus olahraga. Tetapi, dia meragukan sekolah olahraga, SMP dan SMA Kampiun. “Yosh!” Arina mengepalkan tangannya dilanjut
Dwi memandang lukisan alam di luar jendela dari kamarnya. Berharap dahulu dia tidak bertahan dengan kerasnya kehidupan seorang atlet. Wanita itu hanya menghela napas. Memegang kencang kerudung hitamnya. Memerhatikan ujung dari gamis birunya. Wanita berusia 32 tahun itu teringat awal mula sebuah kemenangan. “Kamu adalah harapan Indonesia.” # # # # Rambut hitam sebahunya tergerai rapi. Dwi memandang luasnya lapangan Pelatnas Jakarta. Rasa malas mulai menghantuinya. Rasanya tidak ingin melanjutnya apa yang telah terlanjur dimulai. “Assalamu alaikum cantik!!!” sapa gadis berambut kemerahan dan bermata sipit. “Waalaikumussalam, kok kamu balik juga sih?!” Dwi terkejut dengan kehadiran teman sekamarnya. “Kita bawa koper cukup besar ya?” tanya Arina. “Ya terus?” Dwi ingin tidak mendengarnya. Arina menjelaskan kalau dia ingin berlomba lari dengan Dwi. Dimulai dari gerbang Pelatnas Jakarta sampai ke kamar mereka di lantai
Udara Bandung kembali dihirup Dwi. Akhirnya dia bisa terlepas dari hukuman Ko Chand dan Ko Adi. Kini dia berada di kelas 7A SMP Negeri 1 Bandung, karena sekolah ini jauh dari rumahnya Dwi, dia pun berinisiatif untuk menyewa kos. Dengan tempat tidur, lemari, dan meja bekas dari penghuni kosan sebelumnya. Dwi berjalan dengan pikiran kosong hingga... “Pagi, sepertinya kamu orang baru ya?” tanya seorang perempuan di depan kelas. “Pagi, iya nama aku Dwi Astriani Aprilliani, kamu?” Tumben sekali Dwi mau berkenalan duluan dengan orang baru. “Oh ya nama aku Sandrina, kamu gak ikutan Masa Orientasi Siswa ya?”
Hari kelima Dwi dan Arina menjalani hukuman dari Ko Adi dan Ko Chand atas kekalahan mereka. Setiap pagi mereka sibuk mencuci dan menjemur, ditambah menyetrika sebelum pergi ke tempat latihan. Dua gadis itu mencoba tabah. Tiga hari lagi pun mereka harus kembali ke rumah masing–masing untuk bersekolah. “Sabarin aja, senioritas di sini emang kental...” Ko Ranja memecah keheningan di kursi pinggir lapangan. Ko Ranja duduk di antara dua gadis potensial itu. “Hmm, Dwi belum yakin buat masuk sektor ganda putri Ko...” lirih Dwi. “Ayolah, kita latihan lagi, Koko yakin kita pasti bisa jadi juara di mana pun.” Ko Ranja berusaha membujuk mereka untuk semangat.  
Suasana di Pelatnas menjadi gaduh. Dua orang anak perempuan yang baru saja bergabung dan berstatus magang, menerima tantangan dua orang pria, senior, dan baru saja meraih medali emas Olimpiade Sydney tahun 2000. Ko Adi memerhatikan raketnya. Dwi dan Arina bersiap di seberang lapangan dan terhalang oleh net atau jaring. Ko Chand tak kalah mempersiapkan diri. “Aku...” Arina berharap ada keajaiban dunia. “Aku udah pernah menang ngelawan Prawira Sastranagara,” ungkap Dwi terlihat tanpa beban. Arina melamun.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments