Tepat pukul tujuh malam mobil Mercedes-Benz GLB-Class yang ditumpangi Vano dan Mita memasuki pekarangan halaman rumah minimalis mewah milik CEO muda itu.
Mita sudah nggak bisa berkata-kata lagi, dia ingin cepat pulang sampai ke rumahnya. Namun setelah turun dari mobil, Vano langsung melenggang masuk ke dalam sebelum Mita pamit untuk langsung pulang.
Gadis itu menatap punggung Vano yang kian menghilang dari pandangannya. Dia sudah nggak ada tenaga untuk mengumpat.
Alhasil dengan lunglai, Mita santai masuk ke dalam seperti rumah sendiri. Dia ingin menemui Bik Muti saja untuk pamit pulang.
Dan wanita paruh baya itu dapat Mita temukan di dapur, sedang menyiapkan makan malam untuk si Tuan Muda.
"Bu," panggil Mita pelan.
Dia lemas luar biasa, ingin cepat rebahan di kasurnya.
"Eh Mbak Mita, kebetulan, ikut makan malam ya?"
"Eh enggak Bu," Mita menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia bukan mau ikut makan malam tapi ingin pamit pula
Lagi-lagi pagi kembali menjelang. Suara alarm tepat pukul lima berusaha menyadarkan Mita yang malas-malasan untuk bangun dari tempat tidurnya. Gadis itu malah menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Dia merasa terganggu dengan suara alarm yang kian memekakkan telinga. Namun malas bangun untuk mematikan. Rasanya Mita masih ingin tidur saja. Dan seakan memang takdir yang nggak mau mendukung, tiba-tiba dobrakan pintu kamar membuatnya terperanjat kaget luar biasa. Sial! Hansel berdiri diambang pintu. Nggak merasa bersalah sama sekali, remaja laki-laki itu hanya menatap kakaknya yang reflek duduk. "Alarmnya bunyi terus, gue suruh bangunin sama Ibu kirain belum bangun." Hansel berkata ketika sorot mata bak pedang menghunusnya. Mita pun mendengus, memaki dalam hatinya. Namun walaupun kesal tetapi dia masih beruntung, sebab yang membangunkan bukanlah Ibu Sri. Jika Ibu turun tangan, bisa-bisa telinga Mita langsung tuli mendadak
"Silahkan, ini pak kopinya." Mita memberikan satu gelas yang tersisa di nampan kepada Vano. Dia meletakkannya di atas meja laki-laki itu.Kemudian gadis bermata sipit itu pun undur diri ke mejanya sendiri. Sedangkan Vano masih tetap fokus menatap pada layar laptopnya.Mita sangat akui, seorang pria yang sedang fokus melakukan sesuatu auranya menjadi semakin tampan. Seperti halnya CEO muda itu.Tapi ya sayang sekali, Vano tampan-tampan tapi punya mulut yang pedes.Duh, apasih malah bahas ketampanan si bos. Nggak penting banget.Dari pada mulai halu yang enggak-enggak, lebih baik Mita menghubungi Billy saja untuk tanya-tanya perihal pembelajaran tugas kerja selanjutnya.Beruntung sekali sih, ada Billy pacar Bianca, sebab Mita diberikan kesempatan satu minggu untuk beradaptasi dengan tugas yang harus dia lakukan sebagai asisten pribadi. Seperti kata Vano, Mita harus berinisiatif sendiri. Bahkan tanpa malu gadis itu juga beberapa kali menghubungi Bik Muti untuk tanya-t
"Aku nggak nyangka, pantas kayak nggak asing liat kamu Mit, ternyata anak fakultas ekonomi bisnis, Mita Pratiwi nama kamu dulu banyak yang tau."Mita hanya menampilkan senyum ramahnya. Dia sedang bercakap dengan Bunga. Lebih tepatnya Bunga sedang mengganggu konsentrasinya.Sebab perempuan itu terus mengajak Mita berbincang padahal Mita sendiri sedang bekerja menyelesaikan tugasnya.Kenapa nggak ngobrol sama pacarnya aja sih. Dongkol gadis itu didalam hatinya, tapi bagaimana ya, sebagai bawahan Mita mau nggak mau harus menghormati pacar bosnya kan."Banyak yang tau sebagai kutu buku sih kayaknya, dulu kamu juga dibicarakan di kelas ku sebagai cewek yang cantik.""Masa sih?"Mita mengangguk mantap, padahal dia berbohong. "Iya," jawabnya meyakinkan. Jangan salahkan Mita berbuat demikian sebab dia merasa jengkel karena terganggu.Sedangkan di meja sebrang, laki-laki yang menjabat CEO itu hanya diam. Dia memainkan tabletnya, sesekali mendengar percakapa
Lapar.Satu kata yang menggambarkan keadaan Mita sekarang. Gadis tersebut kini duduk dengan gelisah di samping Vano di kursi penumpang.Hari sudah sore, sorot jingga menghiasi langit-langit kota jakarta yang tadi panas menyengat. Rasanya Mita nggak sabar dengan laju kendaraan yang sangat lambat.Sedangkan di luar keadaan jalan memang sedang macet, ditambah lapar. Kombinasi yang pas untuk gadis itu mengumpat pelan.[Billy : Mita belum makan, dia nggak ngambil istirahat demi nyelesain tugas yang lo kasih, tanggung jawab]Pesan singkat dari Billy yang tampil di layar ponsel membuat laki-laki yang sudah melepaskan jas kerjanya itu mendengus.Otomatis sorot tajamnya mengarah ke sampingnya dimana ada seorang gadis yang nggak bisa diam dalam duduknya.Terlihat sekali asistennya itu sedang gelisah. Atau mungkin itu efek menahan lapar. Lagi pula kenapa juga Vano jadi yang ribet.Namun kata tanggung jawab yang disematkan Billy dalam pesannya membuat Vano terganggu. Dia
Dari awal memang banyak orang terdekat yang mengatakan bahwa Vano itu baik. Entah baiknya seperti apa, Mita belum tau pastinya. Sebab jika Vano bersamanya ya begitu sifatnya, menjengkelkan. Namun walaupun begitu, Mita nggak pernah menjudge jika Vano itu jahat.Dia menyebut bosnya gila atau orang aneh ya hanya karena reaksi atas kejengkelan dirinya saja.Mita selalu ingat kata Bapak, jangan pernah menyukai orang seratus persen atau jangan pernah membenci orang seratus persen. Setiap orang memiliki sisi baik dan buruknya. Bedanya hanya seberapa kadar kebaikan atau keburukan, maka itulah yang dominan.Mungkin, seperti Bik Muti ataupun Pak Joko menganggap Vano baik karna laki-laki itu selalu baik pada mereka. Dan Mita menganggap Vano tukang nyinyir ya karena dirinya selalu dinyinyiri oleh bosnya.Mita nggak pernah tau bagaimana sikap asli seseorang. Seperti halnya mengenai sikap Vano.Laki-laki maskulin dengan gaya cool nya itu kini sedang berdiri menjulang dihadapa
Sebelum bekerja, rebahan merupakan kegiatan yang selalu Mita lakukan sepanjang hari di rumah. Bahkan sampai dia bosan dan lelah sendiri. Padahal hanya tiduran, main hp, tapi memang kerasa lelahnya sih. Bosan juga iya, merasa hidup kok gitu-gitu aja.Dan sekarang setalah sepanjang hari bekerja, rebahan adalah kegiatan langka yang selalu Mita rindukan.Memang gitu ya, jika dipikir-pikir serba salah. Bisa rebahan sepanjang hari, ngeluh ngerasa hidup kok gitu-gitu aja. Giliran sudah bekerja dari pagi sampai magrib, rasanya rindu sekali ingin rebahan.Ya gimana lagi sih ya, begitulah memang adanya. Mita sepertinya harus bisa menikmati kegiatan dan lebih banyak bersyukur lagi.Sebab masih beruntung Tuhan memberikan pekerjaan dengan gaji yang besar. Di luar sana masih banyak yang bekerja sepanjang hari seperti gadis itu namun mendapatkan gaji yang kecil.Benar, Mita masih beruntung. Nggak boleh ngeluh.Dan karena lima hari terakhir Mita sudah biasa bangun pukul lima pagi,
Gilang Arkana Putra namanya. Laki-laki seusia Mita yaitu 24 tahun yang manis dan nggak bosan di pandang. Gaya komunikasinya santai, selalu bisa mengubah suasana badmood orang lain menjadi goodmod.Apa saja bisa menjadi topik pembicaraan yang mengasyikan dengannya. Apalagi senyumnya kelewat manis, menenangkan dan seolah ada ikatan kuat untuk orang yang kenal dengannya menjadi terpesona.Buktinya Ibu Sri. Seorang ibu dua anak saja sampai terpesona dengannya apalagi perempuan-perempuan muda seperti Mita. Bahkan kekesalan gadis itu mulai sirna ketika sudah mengobrol dengan Gilang di teras rumah.Tawanya yang renyah membuat Mita tersanjung. Dia merasa bangga jika membuat laki-laki seperti Gilang bisa tertawa karenanya.Ah, Gilang, bikin Mita mabok aja. Bahkan gadis itu merasa sudah menjadi genit pada laki-laki. Padahal sebelumnya dia nggak seperti itu."Yaudah, yaudah, gue traktir makan es krim, mau?"Laki-laki itu menawari sesuatu yang menggiurkan dengan ir
"Jadi by the way lo kerja apa sih, Lang?"Mita bertanya. Gadis itu berjalan di samping Gilang menyusuri jalan setapak sebuah taman kota yang lenggang.Gemericik pohon serta ranting yang tertiup angin membawa suasana kian sejuk. Walaupun langit sedang bersinar panas namun pepohonan yang tertanam rimbun mampu menutupi sinarnya untuk nggak menembus dan mengganggu pejalan kaki.Kaki mungil yang dibalut sepatu kets warna putih itu mengayun perlahan. Matanya yang sipit tak hentinya memandang suasana hijau di taman, sesekali menoleh ke samping untuk memperhatikan wajah manis Gilang dari samping."Karyawan biasa di perusahaan start up.""Ah masa sih?" ucap Mita nggak percaya dengan kalimat karyawan biasa. "Spesifik jabatannya lah, nggak dianggap sombong kok.""Hahaha.""Malah ketawa," balas Mita mengomentari tawa renyah temannya.Sedari tadi Gilang banyak tertawa. Kadang hal-hal receh saja membuatnya tertawa, hingga Mita bertanya-tanya sendiri. Sereceh itukah laki-la