Share

5. Langsung tes

Author: Apri April
last update Last Updated: 2021-11-09 17:00:00

"Kamu belum punya pengalaman kerja?" Vano membolak-balikkan berkas lamaran milik Mita. Tatapannya fokus dan meneliti.

"Belum pak." Mita menjawab pelan, dia meremas jemari dipangkuannya, gugup.

"Nggak pernah ikut organisasi juga?" Tatapan tajam itu kini beralih kearah Mita. Gadis mata sipit itu semakin gugup. Dia merapalkan mantra-mantra agar tidak gugup. Maka Mita pun mulai menghela nafas. Dia bertekat untuk lolos interview. Jangan gagal hanya karena gugup.

"Saya nggak ikut organisasi, pak. Tapi saya pernah memenangkan olimpiade."

"Hem, oke bagus." Pak Vano mengangguk-anggukkan kepalanya. Mita bersungguh bahwa CEO muda itu sangat tampan. Dia bisa merasakan aura artis-artis tenar yang tampan dipuja-puja oleh banyak wanita. Sepertinya Pak Vano punya penggemar banyak dan sekarang Mita menjadi salah satu penggemarnya.

Huaa!! Bu, Mita ketemu anak konglomerat!

"Saya belum tau kenapa Billy merekomendasikan kamu." Pak Vano mulai menutup berkas milik Mita. Kini ia mengintimidasi gadis muda di depannya. "Tapi apapun itu pasti ada kelebihannya," gumamnya lagi.

Dia pun menegakkan duduknya. Semakin mengintimidasi lawan bicaranya. "Saya sebenarnya lebih membutuhkan asisten yang cekatan alih-alih pinter akademik, kamu bisa cekatan?" Tanyanya menohok.

Mita langsung kicep dibuatnya. Bukan akibat perkataan Pak Vano namun tatapan yang seolah ingin membuat sang lawan kalah.

Tetapi karena memang dasarnya Mita bukan tipe wanita yang cepat kalah begitu saja. Gadis itu membalas tatapan tanpa gentar dengan mata sipitnya.

"Saya akan menjamin bisa cekatan Pak. Apa yang dibutuhkan Pak Vano akan saya kerjakan dengan cepat, saya bisa cekatan," ucap Mita bersungguh-sungguh.

Mata segarisnya sangat bertekat kuat, menggambarkan semangat membara. Jarang sekali Vano bertemu gadis muda seperti Mita. Sepertinya sahabatnya Billy kali ini mampu mendapatkan tipe asisten yang benar dibutuhkannya.

"Bagus, dan karena kamu bersemangat, saya akan mulai tes?"

Tes?

Mita seketika gentar. Dia nggak menyangka akan tes. Mana belum mempersiapkan diri untuk tes. Lagipula tes nya kayak apa. Susah atau mudah. Dengan perasaan khawatir, gadis itu mengikuti langkah kaki Vano di depannya.

Pak Vano menyuruh untuk mengikuti. Laki-laki itu dengan santai melangkah. Sesekali bersiul dan memasukkan satu tangannya ke dalam saku.

Terlihat sekali bahwa dia sangat menikmati kekhawatiran Mita. Padahal gadis itu bahkan gemetar takut sendiri apabila nggak lolos tes.

Ternyata oh ternyata dibalik senyum dan wajah menawannya, Pak Vano tetap saja mengerikan sebagai bos.

"Coba Mit, buatin saya segelas kopi."

Hah? Apa tadi?

"Kopi, pak?" tanya Mita cengo. Jelas saja, karena sebelumnya Vano bilang akan mengetes, tapi mengapa suruh membuatkan kopi.

"Iya, kamu nggak bisa buat kopi?" Pak Vano bertanya tanpa rasa bersalah. Raut wajahnya menyebalkan, otoriter.

"Iya, bisa pak." Mita mencicit. Dia segera beralih ke pantri.

Dapur minimalis dengan perlengkapan lengkap itu nyatanya masih asing bagi Mita. Dia nggak tau tempat penyimpanan kopi dan bahan lainnya. Akhirnya dengan memberanikan diri Mita berbalik untuk menanyakan perihal yang dia butuhkan.

"Pak, kopinya ada dimana?"

"Di lemari." Vano menjawab tanpa menoleh kearah Mita. Dia sibuk dengan ponselnya.

"Lemari yang mana, pak?"

"Itu kan ada lemari, cari aja sendiri."

Kok nyolot, batin Mita bergejolak. Jelas saja lemarinya ada banyak ya Mita bertanya. Dan tempat ini pun masih asing baginya.

Oh, no!

Gambaran punya bos ramah, bekerja dengan suasana menyenangkan dan mendapat gaji besar, lenyap sudah di pikiran Mita. Gadis mata sipit itu mulai menduga kalau sikap Vano sangat menyebalkan, otoriter dan menjengkelkan.

Kalau begitu, jelas saja gajinya besar. Ternyata eh ternyata beban kerjanya akan berlipat ganda.

"Katanya bisa cekatan, bikin segelas kopi aja lama." Suara Vano mencibir nyinyir. "Ini tes mudah, masih belum ada apa-apanya."

Kalau dari tadi dikasih tau letak kopi dan gulanya juga pasti udah kelar bikin kopinya. Ingin rasanya Mita menjawab seperti itu. Namun dia tahan.

Masih hari pertama, sabar ... sabar ... demi dapat kerja dan gaji.

Tetapi pernyataan Mita sebelumnya yang menjadi salah satu penggemar Vano, dia akan tarik kembali. Gadis itu akan lebih profesional bekerja alih-alih terpesona dengan ketampanan Vano.  Sebab dibalik kesempurnaan Vano ada sikap menyebalkan dan itu akan menjadi imbas Mita setiap kali bekerja.

Haduh, kenapa juga tes nya malah membuat segelas kopi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Gondo Sekar Arum
bos muda tampan hhhhhhh
goodnovel comment avatar
Sapar Khan
malas dgn karakter Mita terlalu baxk omong
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā Ucapan

    Terimakasih untuk yang telah meluangkan waktu mengikuti kisah Mita dan Vano. Seperti halnya dalam hidup yang tak pernah ada akhir hingga kematian datang. Begitu pula kisah ini, yang sebenarnya belum berakhir. Bahkan Vano dan Mita baru mengawali kisahnya ketika ini berakhir. Maka dari itu, biarkan mereka melaluinya sendiri. Merajut kisah selanjutnya dengan hanya ada mereka sendiri. Sekali lagi, terimakasih untuk semuanya. Maaf jika sang pencipta cerita ini banyak mengulur waktu dan berakhir dengan cara yang mungkin membuat kalian kurang puas. Tetapi dengan cerita yang kurang sempurna ini saya berharap kalian semua bisa menikmati. Terlepas dengan saya yang memang suka ngaret update :) Terimakasih banyak. Salam hormat dari Mita, Vano dan author.****

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 124. Ikuti Kata Hati

    "Ikuti kata hati, jangan menyangkalnya." Mita baru tau jika Ibunya bisa menasehati dengan baik. Ia pikir hanya Bapak yang bijak dalam menasehati. Saat itu setelah selesai acara makan siang bersama, Ibu berkata dengan kalimat itu sebelum keluar. Mita bingung tentang maksud perkataan Ibunya. Namun ketika dipikir lagi, ternyata memang masih ada problem dalam dirinya. Persis yang dikatakan Ibu, bahwa dia terus-terusan menyangkal perasaannya sendiri. Bukan tanpa alasan, sebab ia tak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Yaitu menyakiti orang lain. Dulu ia benar-benar menyakiti orang yang sangat baik kepadanya. Atas dasar kelabilannya lah jadi banyak orang yang dia repotkan. Mita nggak ingin itu terjadi, maka dengan membohongi dan menyangkal dirinya sendiri adalah senjata untuk itu. Tetapi semakin menyangkal, semakin pula ia tak bebas dengan dirinya. Ada perasaan cemas dan juga khawatir. Tetapi atas dasar menghukum diri sendiri pula, Mita memantapkan diri untuk tetap baik-baik saja.

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 123. Tak Ingin Memaksa Lagi

    Siang hari kali ini panas menyengat membakar kulit. Di jalanan komplek tak ada orang yang bersenang hati berjalan di bawah teriknya matahari, bahkan di dalam rumah pun terasa sekali gerahnya kalau nggak ada kipas angin. Lebih bagusnya ac, namun rumah Mita bukanlah rumah mewah dengan adanya ac di setiap ruangan. Mereka mengandalkan angin dari kipas angin. Bukan hanya satu atau dua saja kipas terpasang, bahkan di ruang tamu ada, di ruang tengah dan di setiap kamar juga ada. Namun karena hari ini sangat panas, jadi gadis itu menyeret salah satu koleksi kipas berdiri menuju ruang makan. Nggak berat sama sekali, dia bisa santai tanpa perlu bantuan, namun karena seruan Ibu yang menyuruhnya untuk cepat membuat langkah kaki gadis itu semakin cepat. "Ayo duduk Van." Ibu Sri mempersilahkan si tamu untuk duduk di salah satu kursi makan. Sedangkan Mita hanya diam sembari menyalakan kipas angin yang tadi dia bawa. "Karena hari ini cuman buat satu pesanan jadi nggak begitu banyak masaknya," kata

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 122. Datang

    Malam semakin berlalu, jam yang berdetak di ruang keluarga pun hingga terdengar jelas. Sedangkan itu di satu kamar nampak remang hanya diterangi lampu tidur. Keranjang berdecit kala seseorang di atasnya merubah posisi. Kembali berdecit saat lagi-lagi berganti posisi. Mita seketika menendang selimut yang menutupi setengah tubuhnya. Merasa kesal akibat matanya yang tak kunjung tertutup. Dia mengambil bantal dan menutup wajahnya. Lagi-lagi nggak bisa tertidur. Dia frustasi dan mengembalikan bantalnya ke tempat semula. Sorot matanya seketika menerawang langit-langit kamar tak bisa tenang. Pikirannya berkelana pada satu momen siang tadi. "Tolong buka hati untuk saya." "Jangan menghindari saya." Argh! Rasanya Mita ingin berteriak kuat-kuat. Seketika jantungnya kembali berdegup nggak normal saat mengingat lagi momen itu. Dia memandang langit-langit kamar dengan menerawang. Tapi sesaat kemudian bibirnya terangkat ke atas secara otomatis. Mita tersenyum, namun kala tersadar ia memukul k

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 121. Dua permintaan

    "Kok bisa salah kirim?" tanya laki-laki itu yang berkali-kali lipat tampan dibanding yang dulu. Mita menjadi gugup. Dia berdehem dan menyesap minumannya sedikit. "Nggak tau, saya mau kirim pesan ke Farhan," ucapnya berusaha tampak biasa saja. Dia sempat memperhatikan mantan bosnya yang sedang berbicara kepada salah satu pelayan yang lewat. Memesan kopi dan cemilan, lalu setelahnya kembali memperhatikan gadis di depannya. Dan secepat kilat Mita beralih, dia nggak ingin tertangkap basah sedang memperhatikan mantan bosnya. "Memang nama kontak saya pakai huruf F sampai ketuker seperti itu?" "Enggak," Mita lantas menggelengkan kepalanya. "Mungkin lagi kurang fokus," ujarnya kemudian tampak acuh. Sudah terlanjur kejadian juga. Mau nggak mau Mita harus menghadapinya. Berhadapan dengan mantan bosnya dan juga berbincang memang bukan rencana awalnya. Namun bagaimana lagi. Sebenarnya sih malu karena bisa salah kirim pesan. Tapi ya sudah. Mita kembali menghela nafasnya. Beruntung Vano ngga

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 120. Salah Kirim

    Waktu kian berlalu. Pagi hari terasa cepat sekali datang. Setiap jam dan menit kian berjalan bagai jarum detik yang cepat. Setidaknya itu yang dirasakan Mita. Entah orang lain merasakan gimana, namun dia merasa waktu cepat sekali berlalu.Hari-harinya dilalui dengan kegiatan yang membosankan. Pagi hari berberes membantu Ibu, siang hari jika hanya ingin di rumah ya tetap di rumah atau jika ingin keluar ya keluar jalan-jalan sendirian, lalu sore hari Mita beberapa kali berjalan-jalan di area komplek, menyapa tetangga yang berpapasan atau hanya menikmati udara segar di taman.Mita belum bekerja, ia kembali menjadi pengangguran dan sedang mencari pekerjaan. Rasanya dia kembali ke awal setelah semuanya terjadi, seperti menjadi pengangguran dan mencari pekerjaan. Jika sudah mendapatkan pekerjaan dia akan bekerja dan entah bagaimana kehidupan selanjutnya, apa dia akan mendapat rasa sakit lagi atau malah mendapatkan kebahagiaan. Sepertinya itu hanya Tuhan yang tau. Yang jelas dirinya sudah me

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 119. Semakin gemas

    "Tapi emang sekarang kamu cantik banget loh," ucap seorang wanita anggun dengan senyuman mengembang. Ia menggoda gadis muda yang ada di hadapannya. Kini mereka sedang duduk menikmati hidangan yang di sediakan. Sebab siang terus menjelang. Saat ini saja sudah akan menjelang pukul dua belas. "Tante jangan begitu, aku jadi malu loh," balas gadis itu dengan pura-pura menutup sebagian wajahnya. Tak ayal Tante Gina terkekeh merespon. "Apa kamu bisa malu Mit?" "Aih," Mita segera menoleh pada Om Iskandar. "Gini-gini banyak yang bilang aku pemalu kok Om." "Masa sih?" "Iya loh bener," balas Mita mencoba meyakinkan. Namun ia tersenyum ketika ia mendapat sorot mencurigakan dari Om Iskandar. Akhirnya mereka terkekeh bersama membuat dua orang yang menyaksikan interaksi mereka hanya bisa menggelengkan kepala. Vano nggak bisa berkata-kata lagi jika Mita sudah bergabung dengan papanya. Gadis itu sejak awal memang sudah nyambung dengan papahnya yang kerap receh. "Dengar ya Mit, kamu pasti seben

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 118. Menggemaskan

    Pagi yang penuh haru dengan berjalannya ijab kobul yang sakral telah berlalu. Kini para tamu sedang menikmati jalannya acara hiburan yang dibawakan oleh mc. Mita hanya duduk di salah satu kursi, senyum merekah tak henti-hentinya terbit di bibirnya. Ia menyapa dan sempat berbincang dengan beberapa kenalan kuliahnya dulu. Yang tak di sangka-sangka bahwa salah satu teman sekelas Bianca yang dia kenal dulu cupu, ternyata telah memiliki suami dan anak. Gadis itu sedikit kaget, namun begitulah roda kehidupan. Nggak ada yang tau pasti jalan hidup, nasib dan juga takdir. "Jadi, lo sendiri Mit?" tanya Farhan. Mita sudah berganti tempat duduk dan berkumpul dengan rombongan geng nya saat bekerja di Miyora dulu. Ada Bang Cakra dan istrinya, Mbak Amira dengan anaknya dan juga Farhan dengan pacarnya. Hanya Mita yang nggak memiliki gandengan. Ia jadi menyesal telah menyapa dan ikut duduk. "Gue paham lo lagi nyindir gue." "Dih, sensi amat lo, jomblo sih," ejek Farhan yang kemudian mendapat tepu

  • Asisten Pribadi Tuan MudaĀ Ā Ā 117. Hari Pernikahan

    "Bu, pantas nggak?" Mita masuk ke dapur sembari menenteng slingbag hitam miliknya. Ia sudah berdandan rapih dan menata rambutnya. Dengan sentuhan make up serta pakaian kebaya kekinian, gadis itu menghadap Ibu Sri yang sedang memberesi meja makan. "Pantas," balas wanita Jawa tulen itu. "Emang mau berangkat jam berapa?" Ia melirik sekilas pada anak sulungnya, kemudian kembali sibuk mengangkat masakan sore yang masih bisa di hangatkan. "Jam 6, sekalian nanti nunggu ijab," balas Mita. Dia memperhatikan jarum jam di arloji yang dia kenakan. Masih pukul lima lewat tiga puluh menit dan dia sudah serapih ini. Mita memang sudah mempersiapkan dengan matang. Bangun pagi buta dan berdandan, nanti jam enam dia akan berangkat menuju sebuah hotel yang digunakan untuk acara pernikahan sahabatnya yaitu Bianca. Ah mengingat Bianca jadi Mita ingat obrolan mereka semalam. Sahabatnya itu mengatakan sangat gerogi dan nggak bisa tidur. Segala keluh kesah Bianca telah Mita dengarkan. Bahkan sahabatnya i

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status