Cinderella telah datang ke pesta.Leina akhirnya sadar menjadi pusat perhatian. Tetapi, dia menjadi gelisah, tidak percaya diri— mengira kalau mungkin riasannya tak bagus atau semacamnya."Kenapa mereka melihatku? Apa riasanku aneh? Tapi, aku yakin sudah meniru apa yang dicontohkan youtube," gumamnya lirih.Tetapi, dia mencoba untuk tidak peduli. Tujuannya ke sini adalah mencari Arsen. Dia ingin memastikan pria itu fokus pada pekerjaan atau malah bersenang-senang sendiri.Setelah beberapa menit kemudian, di antara banyaknya orang, dia menemukan sosok Arsen yang berbincang dengan wanita asing di samping meja hidangan. Keduanya terlihat begitu akrab— dan ini membuat Leina terdiam seketika."Aku tahu, pasti Arsen mencari informasi dari para wanita— dia selalu begini." Leina mencoba tidak cemburu. Selama ini, dia tahu kalau Arsen mendekati wanita asing, mengajaknya mengobrol— semua demi mendapatan informasi lebih cepat.Akan tetapi, tentu saja sebagai wanita yang mencintainya, Leina teta
Leina duduk diam di kursi taman depan gedung. Sendirian dalam kondisi suasana yang agak remang.Iya, hanya ada dua lampu taman yang menyala— akibatnya, pencahayaan tak terlalu terang.Arsen dengan mudah menemukan wanita itu. Dia mendekatinya lalu menyerahkan japitan yang jatuh tadi. "Ini japit kamu jatuh."Tanpa menole, Leina dengan kasar menepis tangan pria itu, membuat japitannya jatuh ke atas rerumputan.Arsen memungutnya, lalu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dia lantas duduk di samping Leina."Aku tidak akan meminta maaf karena kamu salah, Leina," katanya.Leina meliriknya. "Kamu kira aku mau minta maaf?""Kamu itu selalu saja keras kepala. Siapa yang memberikanmu ijin keluar rumah? AKu sudah menyuruhmu di rumah— dan apa-apaan kamu ini, memakai gaun seperti ini?" "Memangnya kenapa? Ini gaun untuk ke pesta— apa aku salah memakainya?""Terlalu seksi. Kamu harusnya tidak menggunakan pakaian yang ketat seperti itu. Kamu hanya akan menarik perhatian pria hidung belang— seperti bar
Leina begitu bahagia diajak jalan-jalan oleh Arsen. Dia mungkin berkata tidak seperti wanita lain yang langsung takluk saat mendapat perlakuan lembut, tapi kenyataannya dia mudah takluk.Cintanya terhadap Arsen sangat besar, melebihi apapun di dunia ini. Seluruh keluarganya sudah tiada, hanya pria itu kini yang tersisa. Perasaan cintanya semakin bertambah kala mendengar pengakuannya tadi.Iya, Arsen mengaku sendiri kalau peduli padanya dan tak ingin ia dalam bahaya. Itu artinya ia adalah orang yang istimewa, bukan?Leina tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Akhirnya, dia bisa membuat Arsen melihatnya sebagai wanita dewasa.Dia tak sedikit pun melonggarkan pelukannya di lengan pria itu malam ini. Tak ada perasaan malu meski berjalan-jalan di trotoar— dimana banyak orang asing yang juga melintas.Mereka menjadi pusat perhatian, dan itu wajar saja. Bukan hanya karena paras keduanya yang sangat menawan. Leina yang bagaikan model kelas atas, Arsen pun seperti putra raja. Semua orang
Arsen sungguh mengajak Leina pergi ke hotel terdekat. Lokasinya hanya berjarak dua ratusan meter dari kedai es krim.Leina menjadi gugup. Dia dibuat tidak tenang sekaligus senang. Padahal banyak hotel di sekitar, tapi Arsen memilih hotel berbintang lima. Apa ini artinya malam mereka akan menjadi sangat istimewa?Pemikiran Leina menjadi tidak karuhan. Dia tidak mau kalau mereka bertindak lebih jauh. Dia cuma ingin menghabiskan malam berdua saja— entah itu dengan berdansa atau nonton film romantis di kamar hotel.Begitu sampai di dalam kamar hotel mereka, wanita itu semakin tegang.Arsen melepaskan jasnya, lalu disampirkan ke pinggiran ranjang. Setelah itu, dia melepas dasi kupu-kupunya sehingga lehernya lebih longgar.Dia menoleh pada Leina yang mendadak diam seperti patung. "Ada apa? Takut berduaan denganku di kamar hotel?""Takut?""Sekarang tidak ada alasan untuk menolak, Nona Leina— kamu sendiri yang meminta ini 'kan?"Leina meneguk ludah. Apa Arsen serius ingin tidur dengannya di r
Leina tidak menemukan Arsen di manapun. Dia lelah sendiri, dan akhirnya memilih kembali ke kamar hotel— kemudian tidur.Sementara itu, Arsen bisa bernapas lega akibat lepas dari pengawasan Leina. Dia sudah memastikan kalau kawasan hotel itu aman, jadi dia bisa meninggalkannya sementara di situ.Saat ini, dia membawa Miranda masuk ke dalam mobilnya. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul satu dini hari.Suasana lokasi parkir gedung tempat perayaan ulang tahun pengusaha sudah semakin sepi. Wajar karena pesta telah usai— hanya ada petugas jaga dan kebersihan saja yang membereskan sisa pesta.Meski demikian, masih banyak mobil yang terparkir di sekitar mobil Arsen."Ngomong-ngomong, siapa orang berbahaya yang tidak bisa kamu kalahkan? Aku penasaran. Orang sepertimu punya musuh yang tak terkalahkan? Rasanya mustahil.“ Miranda masih penasaran.Arsen bingung harus menjawab apa. “Bukan apa-apa, yang penting kita sudah aman. Aku takut kamu jadi sasaran amukan nanti.”"Amukan?“"Iya."Miranda be
Leina menjelajahi area parkiran basement, mencari tempat yang dimaksud oleh pegawai hotel tadi. Dia diliputi perasaan kesal sekaligus kecewa.Kenapa Arsen meninggalkannya semalaman? Apa pria itu tidak betah bersamanya untuk semalam saja dalam satu ruangan?Apa pria itu cuma ingin bersama wanita seksi yang mau ditiduri?Yang benar saja!Leina tidak terima. Dia takkan menyerahkan tubuhnya pada pria yang bahkan tidak menyatakan cinta. Kemarahan dalam dirinya perlahan mendidih.Kenapa pria itu betah kalau bersama Serena, tapi tidak dengannya? Apa karena Serena selalu pintar dalam hal merayu? Berkata-kata seksi nan kotor?Apa itu yang diinginkan Arsen? Apa pria itu benar-benar suka dengan wanita agresif seperti itu?Tetapi, Leina sadar— dia sangat awam dengan hal semacam itu. Lagipula, dia memiliki gengsi dan harga diri yang tinggi. Sebelum Arsen mengatakan cinta, dia bertekad takkan membiarkannya disentuh."Aku yakin Arsen memang menyukai wanita seperti itu! Tapi, aku tidak seperti Serena
Leina diculik.Inilah yang menjadi ketakutan Arsen sejak membiarkan Leina tinggal dengannya. Bagaimana kalau mungkin musuhnya di masa lalu tahu Leina itu orang terpenting baginya?Pikirannya menjadi tidak tenang semenjak pulang dari hotel. Dia tak pernah segelisah itu. Rasanya seperti setengah jiwa terenggut— dia takkan bisa tenang sebelum mendapatkannya lagi.Dia masuk ke dalam ruang khusus senjata yang ada di samping kamar tidurnya. Jarang sekali tempat itu masuki, hanya ketika situasi mendesak saja. Iya, itu karena tempat itu dipenuhi oleh rak-rak yang berisi berbagai jenis senjata api, granat, alat-alat pertahanan diri lain. Sebagai detektif swasta yang tak jarang diminta menangani kasus berat yang melibatkan geng kriminal, memiliki semua senjata itu adalah hal yang wajar. Meskipun begitu— tentu saja semua harus tetap tersembunyi dari pihak kepolisian karena termasuk illegal.Arsen sudah menggunakan rompi anti peluru. Dia hanya membawa satu senjata api revolver, lalu beberapa p
"CEPAT LEMPAR SENJATAMU!" Teriak sang pimpinan penculik keras. Lalu, dia menodongkan pistolnya ke dahi Leina, dan mengancam, "... atau wanita ini akan mati sekarang juga."Leina sama sekali tidak takut dengan pistol di kepalanya. Malahan, dia tetap fokus pada para penculik ini yang sudah siap menembak Arsen.Dia berteriak, "jangan Arsen! Sudahlah, kamu pergi saja! Aku mohon! Orang-orang ini berbahaya!" Tanpa mengatakan apapun, Arsen melempar senjata api di tangannya. Dia melakukan itu tanpa ragu sedikitpun. Selain itu, tidak ada rasa takut tergambar di wajahnya."Bagus sekali, Tuan Detektif ... atau harus kupanggil ... Ouro." Pimpinan penculik itu merendahkan suaranya saat menyebut nama Ouro.Mendengar itu, mimik wajah Arsen menjadi serius— tapi tatapan matanya diselimuti kepedihan.Leina tidak mengerti. Kenapa dia memasang wajah begitu? Apa maksudnya Ouro?"Arsen ..." Hatinya mendadak terasa sesak, perasaan sedih itu seakan terhubung dengannya.Pimpinan penculik itu menjadi tegang.