Arsen tetap menggendong Leina begitu keluar mobil, dan masuk ke dalam rumah. Dia sangat perhatian sampai membuat wanita itu tak bisa berkata-kata."Arsen, aku bisa jalan sendiri, kok." Leina sudah sangat malu, terlihat dari merah-merah di pipi."Sudah diam." Arsen menendang pintu kamar Leina sampai terbuka, lalu segera membaringkan wanita itu di atas ranjang. "Kamu berbaring dulu— aku ambilkan minum.""Aku beneran tidak apa-apa, bukannya kita masih ada urusan? Kasus dengan klien kita bagaimana? Miranda kemana?""Aku bilang berbaring ya berbaring— bagiku, kamu itu yang terpenting."Mendengar itu, hati Leina terasa berbunga-bunga. Apa ini artinya Arsen sungguh menganggapnya sangat penting? Dia adalah orang tercintanya?Arsen pergi keluar sebentar untuk mengambil segelas air. Tetapi, tentu bukan itu saja rencananya. Selalu ada alasan kenapa dia berbuat baik dan perhatian kepada Leina— itu demi menenangkannya.Dia sengaja mencampurkan obat tidur ke dalam segelas air yang dibawa. Baru kemu
Leina masih memikirkan banyak hal. Tentang perasaan Arsen, kemudian tentang para penculik itu, dan sebutan Ouro waktu itu— apa maksudnya?Dia masih marah kepada Arsen, jadi malas bicara dengannya. Meskipun begitu, dia tetap peduli pada pria itu.Keesokan harinya, dia menyiapkan sarapan di meja seperti biasa serta kopi kesukaan Arsen.Arsen turun dari anak tangga, menuju ke ruang makan akibat tergoda dengan aroma masakan pagi ini. Kepalanya masih sakit akibat alkohol kemarin.Selain itu, dia juga kepikiran Leina. Namun, alih-alih membahas masalah kemarin, dia bertingkah seolah tidak terjadi apapun.Dia melihat Leina membersihkan meja dapur. "Oh, kamu masak banyak hari ini? Apa suasana hatimu sudah membaik?“Mendengar suara Arsen, Leina melepaskan celemeknya. Kemudian, dia segera pergi tanpa menoleh sedikitpun."Hei? Mau ke mana? Kamu tidak sarapan?” Arsen bertanya.Leina berhenti sejenak. "Aku mau pergi belanja. Aku sudah makan tadi. Kamu makan saja sendiri. Kamu lebih suka sendirian '
Hans merasa puas setelah memukul wajah Arsen sekali. Dia tersenyum melihat pria itu yang kelihatan masih sedih."Dia mencintaimu selama tiga tahun— dan sikapmu masih seperti ini? Kamu tidak memberinya jawaban, Arsen," omelnya.Tida ada jawaban dari Arsen.Hans mengangguk paham. "Jujur saja dulu aku paham kenapa kamu selalu bersikap dingin ke Leina, kamu tidak mau dia masuk ke dalam dunia kita ini."Tidak ada jawaban."Tapi, ini sudah bertahun-tahun. Dulu Leina masih baru lulus SMA, sekarang dia sudah dewasa, Bodoh. Jika kamu memang tidak mencintainya, lepaskan dia— berikan jawabanmu padanya, tolak dia, jangan beri harapan."Tidak ada jawaban. Mimik wajah Arsen berubah tak suka mendengar ucapan Hans. Dia mengalihkan pandangan ke luar jendela lagi. Area bekas tinju di sekitar hidung tampak memerah.Hans menghela napas panjang lagi. Dia kadang muak dengan sikap Arsen yang terlalu tertutup. Dia mengomel, "kamu tidak mau melepaskan Leina karena mencintainya, tapi kamu juga tidak mau membe
Usai menghabiskan sarapan, Leina buru-buru berdiri dan berkata pada Arsen. "Aku akan bereskan ini, kamu cepat temui saja tamu kamu. Aku akan buatkan minum sebentar lagi."Dia tidak menunggu jawaban dan langsung sibuk sendiri membawa piring dan gelas kotor ke wasafel meja dapur. Sangat kelihatan kalau dia enggan menatap Arsen.Arsen sadar diri kalau diusir. Daripada membuat situasi makin tegang, dia memilih pergi ke ruang tengah. Berada di sekitar Leina membuatnya sesak napas sekarang.Di ruang tengah, Serena dan Miranda duduk di sofa panjang. Di pelukan Miranda telah tertidur Baby Vera. Mereka sedang menonton acara televisi pagi— berita lokal yang menayangkan deretan pembunuhan berantai."Sebaiknya sampai dokumen paspormu selesai diurus, kamu sementara tinggal di rumahku saja, Miranda. Pembunuh berantai itu belum tertangkap," kata Serena yang seksama mendengarkan presenter berita.Miranda tampak serius. "Agak ngeri juga, sih. Tapi, aku tidak mau merepotkanmu."Arsen mendekati mereka.
Leina membukakan pintu.Liam segera masuk dengan mata yang penuh pancaran kebahagiaan. Sudah lama sejak dia terakhir bertemu wanita itu. Yang lebih membahagiakannya lagi, dia celingukan— dan tidak menemukan Arsen. Tidak ada detektif itu, maka ada kesempatan menggoda Leina.Leina berkata, "Arsen sedang bicara dengan kakakmu di lantai dua. Kalau mau ketemu temui saja sekarang.""Tidak, tidak, justru bagus kalau tidak ada dia." Mimik wajah Leina berubah waspada. Setiap kali berada dekat dengan pria playboy ini, dia merasa harus ekstra hati-hati."Jadi, mau apa? Kamu sampai tidak bekerja dan ke sini bukan untuk basa-basi 'kan?" Dia bertanya."Aku cuti kerja, Leina. Aku sedang cedera otot bahu, tidak bisa banyak bergerak juga.""Hmm, kamu kelihatannya baik-baik saja.""Apa, sih? Kamu tidak percaya padaku? Untuk apa juga aku bohong sama kamu?""Jadi, kenapa ke sini?""Kamu tidak mau memberiku minuman dulu atau bagaimana? Masa tamu dibiarkan saja begini?" "Kamu itu bukan tamu, untuk apa ju
Hari berlalu begitu cepat.Hubungan Arsen dan Leina masih canggung. Arsen tak bisa tenang saat bertemu Leina di meja makan. Tetapi, dia tak bisa berkata apapun. Leina pun demikian— dia tak bisa menatap Arsen dengan pandangan seperti biasa.Meja makan terasa sangat sunyi. Biasanya, Leina akan banyak bicara dan mengomel. Sekarang— wanita itu banyak diam.Arsen tidak suka ini. Namun, bagaimana caranya memperbaiki hubungan mereka?Jauh di lubuk hatinya, dia ingin Leina menjauh dari hidupnya agar tak terjadi peristiwa penculikan lagi— tetapi, dia juga tak mau itu. Rasa bimbang dalam dirinya makin lama makin menggila sampai dia tak bisa konsentrasi."Kamu yakin tidak mau ikut?" kata Arsen memecah keheningan di meja makan. Dia menatap Leina sudah menyelesaikan makan malamnya.Leina merespon, "tidak. Klien itu hanya ingin bertemu denganmu, jadi kamu saja yang datang. Lagipula, Serena pasti sudah menunggu. Kamu harus segera berangkat."Arsen tidak mengira akan datang hari di mana Leina berkat
Demam.Leina sering demam saat perubahan cuaca ekstrim seperti musim penghujan ini. Tetapi, dia biasanya hanya perlu tidur, dan semua akan baik-baik saja.Selama setengah jam telah berlalu, dan selama itu pula— tangan Leina masih menyentuh telapak tangan Arsen. Kalau sudah begini, mana mungkin pria itu meninggalkannya? "Leina?" Arsen memanggil lirih, memastikan kalau wanita itu sudah tidur atau tidak.Tidak ada jawaban. Leina malah menggigau dengan bergumam, "... Arsen ... bodoh ...""Oke." Arsen paham. Salah satu ciri Leina kalau sudah tertidur adalah berkata kasar tentang dirinya. Iya, bahkan di mimpi pun, wanita itu sangat ingin mengomelinya.Tetapi, ini membuat Arsen tersenyum saat menatapnya. Menurutnya, Leina sangat manis ketika sudah tertidur begini— bagai anak polos.Leina terlihat banyak gerak, meremas tangan Arsen seolah mencari kehangatan. "... dingin ..."Arsen sudah mengatur suhu agar sehangat mungkin, tetapi tubuh Leina sudah terlanjur demam. Ini membuat pria itu khawa
Sejak kehadiran Leina di rumahnya, Arsen sudah tak pernah lagi memasak. Sebelumnya, dia masih bisa membuat makanan seperti omelet atau roti isi. Tetapi, sekarang— keahliannya dalam membuat makanan sirna seketika. Dia bahkan sudah tidak ingat bedanya mie matang atau masih mentah.Segala-galanya sudah diurus Leina. Wanita itu tak pernah absen membuat makanan untuk keseharian mereka. Dia memenuhi semua syarat untuk menjadi istri teladan dambaan semua pria.Arsen membuat sup ayam dengan bantuan resep dari YouTube. Langkah demi langkah dia turuti hingga setengah jam berlalu— akhirnya matang juga.Meski tampilan sup tidak sama dengan yang ada di YouTube, dia tetap bangga.Leina turun akibat mendengar suara gaduh di dapur. Dia tidak ingat apapun saat masih tertidur pulas tadi. Karena itulah, dia bersikap biasa saja saat melihat Arsen.Kalau saja dia ingat sudah memeluk, melepaskan kancing kemeja, menciumi lehernya, memanggil-manggul namanya— pasti dia takkan berani bertatapan muka.“Arsen?”