Jerat Gairah Cinta Rahasia

Jerat Gairah Cinta Rahasia

last updateDernière mise à jour : 2025-11-02
Par:  LuciferAterEn cours
Langue: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Notes. 2 commentaires
28Chapitres
857Vues
Lire
Ajouter dans ma bibliothèque

Share:  

Report
Overview
Catalog
Scanner le code pour lire sur l'application

Bagi Ariella, Dominic Black adalah sahabat kakaknya sekaligus cinta pertama yang terasa terlalu jauh untuk digapai. Sebaliknya, bagi Dominic, Ariella hanyalah adik kecil sang sahabat yang harus dilindungi. Namun, ketika satu malam penuh emosi meruntuhkan batas yang selama ini dijaga, bisakah mereka menahan diri, atau justru tenggelam dalam gairah yang sekian lama tersembunyi?

Voir plus

Chapitre 1

Bab 1 Malam Tak Terduga

Setelah pesta perayaan kantor, kekasihku selama dua tahun mengundangku ke apartemennya untuk pertama kalinya. Dan malam itu, aku … memutuskan untuk menyerahkan kesucianku padanya.

“Mmm… Max…” desahku, saat bibir panas Max menekan bibirku, lidahnya menyapu rakus hingga napasku terputus. 

“Ella…” gumam Max di sela ciuman, suaranya berat dan parau. Tubuhnya menekanku ke tembok, tampak sangat tidak sabar untuk menyatu denganku saat itu juga.

Aku menggeliat, tubuhku terbakar saat jemarinya menelusuri pinggangku, naik ke punggung, lalu beralih meremas dadaku selagi menciumku lebih dalam. 

Hal itu membuat gairahku semakin membara.

Mungkin ini efek minuman keras yang merajalela, atau mungkin juga karena kerinduan yang telah lama dipendam. Tapi yang jelas, pikiranku hanya menyerukan satu hal dengan keras.

Aku menginginkannya saat ini juga!

Tiba-tiba, Max membalik tubuhku dan menekanku ke sofa, membuat napasku tercekat. Lidahnya menyusuri leherku, meninggalkan jejak basah yang membuatku bergidik.

“Haah…” desahku lirih.

“Kau manis sekali malam ini, Ella,” bisik Max, napasnya panas di kulitku.

Aku sudah pasrah. Tubuhku meleleh di bawah sentuhannya. Aku tak lagi peduli pada apa pun dan bersiap untuk menjadi miliknya.

Tapi—

Ting!

Suara notifikasi ponsel memecah suasana.

Max menegang. Bibirnya terhenti, tubuhnya ikut membeku, seakan baru tersadar dari sihir. 

“Abaikan saja,” pintaku, mencoba menarik wajahnya kembali.

Namun, dia langsung menepis tanganku, lalu meraih ponsel di meja.

Aku masih terengah, wajahku merah padam. Ingin sekali mengeluh seiring tubuhku terjatuh ke sofa. 

Apa yang begitu penting sampai dia berhenti di saat seperti ini?

Tapi, Max kemudian berkata dengan kening berkerut, “Ayahku.”

Deg. 

Aku sedikit terkejut dan langsung duduk tegap. Tidak menyangka ternyata ayahnya yang menghubungi.

“Kenapa dengan ayahmu?” kataku, berusaha terdengar tenang walau sebenarnya tidak sabar.

Max menghela napas dan langsung meraih kemejanya untuk dikenakan kembali. “Dia dalam perjalanan ke sini, sebentar lagi sampai. Kau harus pulang sekarang.”

Aku menatapnya tak percaya. “Apa? Pulang?”

Tadi setelah pesta, jelas-jelas Max yang mengundangku ke sini. Tapi sekarang, dia malah mengusirku?

“Ya.” Max bangkit, merapikan bajunya terburu-buru. “Ayah tidak boleh sampai tahu ada kau ada di sini.”

Selama sesaat, aku terdiam. 

Selama dua tahun berpacaran, Max sama sekali belum pernah mempertemukanku dengan kedua orang tuanya. Padahal, dia sendiri sudah kuperkenalkan pada kakakku.

Sudah beberapa kali aku mengusulkan padanya untuk mempertemukan kami, tapi … dia selalu saja memiliki alasan untuk tidak melakukannya.

Memikirkan hal itu, dengan hati-hati aku berkata, “Max… kenapa kau tidak kenalkan saja aku?”

Tubuh Max membeku sesaat. “Apa?”

Aku menyunggingkan senyum tipis. “Ya, kita sudah dua tahun berpacaran, Max. Bukankah sudah waktunya aku paling tidak bertemu dengan salah satu anggota keluargamu?”

Mendengar kalimatku, Max mengusap tengkuknya, tampak tidak nyaman. “Aku hanya… belum siap.”

Keningku pun berkerut. “Lalu, kapan kau akan siap? Kita bahkan sudah sempat membicarakan pernikahan, Max.”

Max menghela napas kasar. “Please, Ella, jangan ribut soal ini sekarang, bisa? Ayahku akan segera sampai, dan kalau dia melihatmu malam-malam masih ada di rumah pria, jangankan menikah, pacaran saja belum tentu kita disetujui! Apa hal seperti ini saja tidak kau mengerti?!”

Kata-kata Max menusukku begitu dalam. Hatiku terasa diremas, perih. Tapi, aku menunduk, menelan bulat-bulat semua rasa itu. 

Max selalu bilang dia suka sisi pengertianku, itu alasan seorang pria tampan sepertinya, yang berkedudukan sebagai manager di kantor ternama, bisa memilihku yang hanyalah seorang staf. 

Jadi, seperti biasa, aku kembali memaksakan diri untuk mengerti situasinya.

Mengusahakan seulas senyum di bibir, aku berdiri dan merapikan penampilanku yang berantakan. “Baiklah,” ucapku lirih.

Max mengangguk cepat, lalu mendaratkan sebuah kecupan di keningku sembari berkata, “Memang kau yang paling pengertian.”

Kalimatnya membuatku tersenyum pahit. 

Sudah kuduga dia akan berkata begitu.

Saat aku sudah kembali rapi, Max berkata, “Aku sudah pesan taksi untukmu. Lima menit lagi sampai. Turun saja dan tunggu sopirnya di lobi. Ini pelat nomornya.”

Aku sedikit terperangah. Ingin sekali bertanya kenapa dia tidak mengantarku, terutama setelah alasannya membawaku ke sini adalah karena dia khawatir dengan keadaanku yang telah minum banyak.

Tapi, bertanya seperti itu akan membuatku terdengar menyebalkan. Jadi, aku memperingatkan diriku untuk tidak terlalu sensitif. 

Bersedia memesankan mobil untukku saja sudah sangat baik, bukan?

Akhirnya, aku meraih tas, lalu berpamitan, “Aku pergi dulu.”

Max berdiri di tengah ruangan, tampak sibuk dengan ponselnya. Dia pun berkata tanpa menoleh. “Ya, hati-hati. Kabari aku kalau sudah sampai di rumah nanti.”

Masih berusaha tersenyum, aku pun berbalik, keluar dari apartemen itu, lalu pulang.

**

Saat sampai di perumahan tempatku tinggal, aku bisa melihat rumahku tampak gelap dari luar. 

Aku menghela napas panjang, sedikit sedih dan hampa walau tahu itu bukan hal aneh.

Tidak heran lampunya gelap. Lagi pula, di rumah yang berdiri di tengah kota Capitol ini, hanya ada tiga orang yang tinggal di dalamnya. Aku, kakakku—Lucien, dan sahabat baiknya sejak SD—Dominic.

Kami bertiga merantau dari kota asal kami, Greenwood, ke ibu kota ini. Namun, berbeda dariku yang bekerja kantoran dari pagi hingga sore atau malam, Lucien dan Dominic memiliki usaha kelab malam sendiri yang mengharuskan mereka pergi bekerja di malam hari dan pulang di pagi berikutnya. Alhasil, sangat sulit bagi kami untuk bertemu, terkecuali di hari libur kelab.

Mengingat hal itu, aku menghela napas. Setengah lega, setengah sedih. Lega karena itu berarti tidak ada yang akan menangkap kekecewaan di wajahku setelah ditelantarkan oleh Max, dan sedih karena tidak ada yang akan menghiburku untuk menunjukkan bahwa mereka peduli.

Merasa aku berlebihan, aku mencubit sedikit pipiku dengan gemas. “Berhenti berpikir konyol dan pergilah istirahat, Ariella! Kau masih ada pekerjaan besok,” ucapku memperingatkan diri sendiri.

Melangkah masuk ke pekarangan, aku pun berjalan menghampiri pintu untuk kemudian membuka kuncinya.

Begitu daun pintu kudorong, tubuhku seketika mematung melihat pemandangan di depan mata.

“Ahh! Ahh! Ya, terus seperti itu!”

Di ruang tamu yang biasanya sunyi, suara seorang wanita yang melenguh penuh kenikmatan bergema nyaring. Kedua tangan wanita itu mencengkeram sofa, kepalanya menunduk, dan tubuhnya membungkuk, membiarkan pria di belakangnya bergerak liar dan leluasa.

Otot punggung sang pria yang berkilat karena keringat menegang setiap kali ia bergerak, membentuk lekukan sempurna di bawah cahaya lampu redup. Rahangnya tegas, sorotnya liar, dan lengan kekarnya menahan tubuh wanita di bawah selagi dia menghentakkan tubuhnya keras dan membuat wanita itu mendesah tanpa henti.

Sontak, aku terkejut, ingin berpaling, tapi tak bisa. 

Melihat tubuh maskulin pria itu, nafsu yang tadi tidak sempat terpuaskan oleh Max kini mendesak keluar, tak terkendali.

Namun—

BRAK!

Pintu yang kubuka tadi mendadak menabrak tembok, membuatku tersentak dari lamunan, dan juga menyadarkan dua orang di dalam.

Orang yang pertama menoleh adalah sang pria. Tatapan matanya yang gelap langsung mengunci mataku, dan tubuhnya seketika membeku.

“Ariella?!” suaranya berat, kaget, membuatku sontak ternganga.

Karena di saat mata kami saling bertemu, barulah aku sadar … bahwa pria yang baru saja kupergoki sedang memuaskan hasratnya di tengah malam dengan seorang wanita di bawahnya … adalah Dominic Black! Sahabat baik kakakku sendiri!

**

Déplier
Chapitre suivant
Télécharger

Latest chapter

Plus de chapitres

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Commentaires

user avatar
Aurora Aurora
ga kuat nya depan mata Ella sendiri,, Ella liat Dominic yg lagi making love sama cewe seksi di sofa rumahnya...!!! Gila PARAAAHHHH banget asli...!!! Ga usah murahan Ella...!!! Ga sama Max B*DJINGAN..!!! Ga sama Dominic juga sama² B*DJINGAN...!!
2025-10-07 17:19:17
0
user avatar
Aurora Aurora
ga rela kalo karakter laki² peran utamanya doyan JAJAN KAYA DOMINIC,, UDAH BANYAK CELUP SANA SINI KE BANYAK LOBANG DG CEWE² YG BERBEDA...!!! GA TAKUT KENA PENYAKIT..!!!! Iiiuuhhhh... ifil sama Dominic,,, BATANGNYA UDAH BEKAS BANYAK CELUP SANA SINI MAKING LOVE SAMA BANYAK CEWE...!!!!
2025-10-07 17:16:18
0
28
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status