Jerat Gairah Cinta Rahasia

Jerat Gairah Cinta Rahasia

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-09-30
Oleh:  LuciferAterBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
8Bab
5Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Bagi Ariella, Dominic Black adalah sahabat kakaknya sekaligus cinta pertama yang terasa terlalu jauh untuk digapai. Sebaliknya, bagi Dominic, Ariella hanyalah adik kecil sang sahabat yang harus dilindungi. Namun, ketika satu malam penuh emosi meruntuhkan batas yang selama ini dijaga, bisakah mereka menahan diri, atau justru tenggelam dalam gairah yang sekian lama tersembunyi?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1 Malam Tak Terduga

Setelah dua tahun berpacaran, malam itu aku memutuskan untuk melepas kesucianku pada kekasihku.

Bibirnya panas menekan bibirku, lidahnya menyapu rakus hingga napasku terputus. “Mmm… Max…” desahku, jari-jari meremas kemejanya tanpa sadar.

Beberapa saat lalu, setelah aku berhasil mendapatkan proyek besar untuk timku, aku dan Max—yang memang adalah seniorku di kantor—sempat minum bersama rekan-rekan di bar dekat kantor. Selagi bersenang-senang, tanpa sadar aku minum terlalu banyak. Melihat hal itu, Max, untuk pertama kalinya, mengajakku menginap di apartemennya.

Aku tak sempat berpikir panjang. Semua terasa kabur antara mabuk, rindu, dan gairah yang meledak-ledak. Selama dua tahun ini, Max jarang sekali menyentuhku lebih dari sekadar genggaman tangan dan kecupan di bibir, jadi berpikir ini adalah ajakan Max untuk melanjutkan hubungan kami ke tahap selanjutnya, aku pun menyetujui.

Dan sesuai harapan, malam ini berbeda.

Tangan Max sudah berkelana di punggungku, menarikku semakin rapat ke tubuhnya. Ciumannya lebih dalam, lebih berani dari biasanya. Tubuhku panas, dan kepalaku sedikit pening karena masih ada sisa alkohol. 

“Ella…” gumam Max di sela ciuman, suaranya berat dan parau.

Aku menggeliat, tubuhku terbakar saat jemarinya menelusuri pinggangku, naik ke punggung, lalu beralih meremas dadaku selagi menciumku lebih dalam. Aku tak lagi peduli. Untuk pertama kalinya aku berpikir, mungkin memang sudah saatnya.

Aku ingin dia. Aku ingin malam ini menjadi awal dari segalanya.

Tiba-tiba, Max membalik tubuhku dan menekanku ke sofa, membuat napasku tercekat. Lidahnya menyusuri leherku, meninggalkan jejak basah yang membuatku bergidik.

“Haah…” desahku lirih, jemariku menggenggam rambutnya tanpa sadar.

“Kau manis sekali malam ini, Ella,” bisik Max, napasnya panas di kulitku.

Aku sudah pasrah. Tubuhku meleleh di bawah sentuhannya. Aku tak lagi peduli pada apa pun dan bersiap untuk menjadi miliknya, lalu—

Ting!

Suara notifikasi ponsel memecah suasana.

Max menegang. Bibirnya terhenti, tubuhnya ikut membeku, seakan baru tersadar dari sihir. 

“Abaikan saja,” pintaku, mencoba menarik wajahnya kembali, tapi dia menepis tanganku, lalu meraih ponsel di meja.

Aku masih terengah, wajahku merah padam. Ingin sekali mengeluh. 

Apa yang begitu penting sampai dia berhenti di saat seperti ini?

Tapi Max kemudian berkata dengan kening berkerut, “Ayahku.”

Deg. 

Aku sedikit terkejut. Tidak menyangka ternyata ayahnya yang menghubungi.

“Kenapa dengan ayahmu?” kataku, berusaha terdengar tenang walau sebenarnya tidak sabar.

Max menghela napas dan langsung meraih kemejanya untuk dikenakan kembali. “Dia dalam perjalanan ke sini, sebentar lagi sampai. Kau harus pulang sekarang.”

Aku menatapnya tak percaya. “Apa? Pulang?”

Dia yang mengundangku ke sini, tapi sekarang malah mengusirku?

“Ya.” Max bangkit, merapikan bajunya terburu-buru. “Aku belum siap kalau Ayah tahu kau ada di sini.”

Aku tercekat. “Max… kenapa kau tidak kenalkan saja aku? Bukankah sudah dua tahun kita bersama?”

Tubuh Max membeku sesaat, lalu dia berkata selagi mengusap tengkuknya. “Aku hanya… belum siap.”

Keningku pun berkerut. “Lalu, kapan kau akan siap? Sudah dua tahun sejak kita pacaran, Max. Kita bahkan sudah sempat membicarakan pernikahan.”

Max menghela napas kasar. “Please, Ella, jangan ribut soal ini sekarang, bisa? Ayahku akan segera sampai, dan kalau dia melihatmu malam-malam masih ada di rumah pria, jangankan menikah, pacaran saja belum tentu kita disetujui. Apa hal seperti ini saja tidak kau mengerti?”

Kata-kata Max menusukku begitu dalam. Hatiku terasa diremas, perih. Tapi, aku menunduk, menelan bulat-bulat semua rasa itu. 

Max selalu bilang dia suka sisi pengertianku, itu alasan seorang pria tampan sepertinya, yang berkedudukan sebagai manager di kantor ternama, bisa memilihku yang hanyalah seorang staf. 

Jadi, seperti biasa, aku kembali memaksakan diri untuk mengerti situasinya.

Mengusahakan seulas senyum di bibir, aku berdiri dan merapikan penampilanku yang berantakan. “Baiklah,” ucapku lirih.

Max mengangguk cepat, lalu mendaratkan sebuah kecupan di keningku sembari berkata, “Memang kau yang paling pengertian.”

Kalimatnya membuatku tersenyum pahit. Sudah kuduga dia akan berkata begitu.

Saat aku sudah kembali rapi, Max berkata, “Aku sudah pesan taksi untukmu. Lima menit lagi sampai. Turun saja dan tunggu sopirnya di lobi. Ini pelat nomornya.”

Aku sedikit terperangah. Ingin sekali bertanya kenapa dia tidak mengantarku, terutama setelah alasannya membawaku ke sini adalah karena dia khawatir dengan keadaanku yang telah minum banyak.

Tapi, bertanya seperti itu akan membuatku terdengar menyebalkan. Jadi, aku memperingatkan diriku untuk tidak terlalu sensitif. Bersedia memesankan mobil untukku saja sudah sangat baik, bukan?

Akhirnya, aku meraih tas, lalu berpamitan, “Aku pergi dulu.”

Max berdiri di tengah ruangan, tampak sibuk dengan ponselnya. Dia pun berkata tanpa menoleh. “Ya, hati-hati. Kabari aku kalau sudah sampai di rumah nanti.”

Masih berusaha tersenyum, aku pun berbalik, keluar dari apartemen itu, lalu pulang.

**

Saat sampai di rumah, aku bisa melihat rumahku tampak gelap. 

Aku menghela napas panjang, sedikit sedih dan hampa walau tahu itu bukan hal aneh.

Tidak heran lampunya gelap. Di rumah yang berdiri di tengah kota Capitol ini, aku hanya tinggal bersama kakakku, Lucien, dan sahabat baiknya sejak SD, Dominic. Kami bertiga merantau dari kota asal kami ke ibu kota ini.

Namun, dua pria itu hampir tak pernah benar-benar berada di rumah. Mereka selalu sibuk mengembangkan kelab malam yang mereka bangun bersama sejak empat tahun lalu.

Karena kesibukan mereka di kelab, kehidupan mereka berbanding terbalik denganku. Saat pagi, keduanya baru pulang dan istirahat hingga siang. Saat malam, mereka kembali bekerja. 

Sedangkan aku? Aku menjalani rutinitas kantor dari pagi hingga sore. Alhasil, kami jarang bertemu, jarang makan bersama, apalagi berbagi cerita. 

Mengingat hal ini membuatku semakin merasa kesepian setelah kejadian dengan Max. Akan tetapi, aku juga bersyukur mereka tidak ada di rumah sekarang. Karena kalau Lucien atau Dominic melihatku murung, mereka pasti sadar ada yang salah, dan interogasi pun akan dimulai.

Menepis pemikiran itu, aku melangkah masuk ke pekarangan, lalu membuka kunci pintu rumah.

Begitu daun pintu kudorong, napasku langsung tercekat. Pemandangan di depan mata membuatku mematung.

“Ahh! Ahh! Ya, terus seperti itu!”

Di ruang tamu yang biasanya sunyi, tubuh seorang pria tegap bergerak di atas sofa. Otot punggungnya yang berkilat karena keringat menegang setiap kali ia bergerak, membentuk lekukan sempurna di bawah cahaya lampu redup. Rahangnya tegas, sorotnya liar, dan lengan kekarnya menahan tubuh wanita di bawah selagi dia menghentakkan tubuhnya keras dan membuat wanita itu mendesah.

Aku terkejut, sekaligus terpicu oleh pemandangan yang tak pernah kubayangkan akan kulihat di rumah ini. Tubuh pria itu begitu nyata, begitu maskulin, bagaikan magnet yang memaksa mataku tak bisa berpaling. 

Nafsu yang tak pernah terpuaskan bersama Max kini mendesak keluar, tak terkendali.

Saat pintu yang kubuka menabrak tembok, pria itu menoleh. Tatapan matanya yang gelap langsung mengunci mataku.

Tubuhnya seketika membeku.

“Ariella?!” suaranya berat, terkejut.

Aku ternganga. Baru saat itu aku sadar… pria yang baru saja kupergoki sedang memuaskan hasratnya di tengah malam dengan seorang wanita di bawahnya … adalah Dominic Black! Sahabat baik kakakku sendiri!

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
8 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status