"Mereka berdua bertengkar, sampai Nathan tahu bahwa ibu mereka meninggal saat melahirkannya."
"Sejak saat itu, dia menjadi anak pendiam, dan ambisius. Tapi aku tahu kalau dia selalu merasa kesepian,"
"Dan anak itu semakin membuatku khawatir karena belum menikah. Padahal usianya sudah sangat tua!"
"Benar sih. Kalo menurut jaman dulu, usia Nathan pasti udah punya anak 2 sampai 3."
"Kalo sekarang, wajar usia segitu masih fokus cari uang! Tapi siluman kan udah kaya? ga ada alasan buat ga nikah." pikir Thea,
"Aku mengenal Barsha. Dia banyak cerita tentangmu, dan aku merasa bahwa kau bisa membawa kebahagiaan dalam hidup Nathan."
Setiap harapan yang terpancar dari sorot mata Zen,membuat gadis itu takjub sekaligus terharu. Ternyata ada seseorang yang sangat menyayangi laki laki angkuh.
"Apakah sebelumnya, Nathan memiliki kekasih?" gumam Thea merendahkan suara.
"Dia tau soal Rena atau nggak ya?" fikir Thea,penasaran.
"Ak
"Tenang Thea. Kamu ga boleh gugup! cuma ijin sakit doang," gumam Thea, mengotak atik layar ponsel. Tut... Dia tengah menghubungi salah satu kontak di hpnya. "Halo," ucap Thea merendahkan suara. "Hm?" sahut suara pria dibalik telepon "I-itu Pak. Saya mau minta izin cuti satu hari." "Apa?!" pekik Nathan, "Saya ga enak badan. Tiba tiba demam juga, terus dari tadi saya bersin terus. Kayaknya mau flu!" "Kalo saya masuk, nanti nular ke Bapak!" dusta Thea dengan nada antusias,semua ucapan itu muncul begitu mudahnya sebagai pertahan diri. "Hm. Ya sudah, tapi tidak ada lagi cuti buatmu!" "Baik Pak! saya janji ga cuti lagi." sontak Thea. "Tapi semua laporan harus tetap masuk, dan juga jadwal kegiatan jangan sampai berantakan." ketus Nathan lalu memutuskan panggilan. Kata kata yang baru saja gadis itu dengar,membuatnya merasa lega. Kini Thea hanya perlu menepati janji sebagai calon istri laki laki t
"Udah mulai manggil kamu! Tapi masih bilang saya." "Tapi gapapa deh, yang penting ada kemajuan sedikit." benak Thea,mulai berharap kembali. Menghabiskan waktu perjalanan,menatap gedung gedung yang mereka lewati. Selang beberapa menit,kendaraan itu berhenti tepat di depan bangunan besar. Sebuah bangunan yang selalu menjadi tujuan akhir setiap pasangan untuk mengubah status baru di kehidupan mereka, Peristiwa yang seharusnya hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Tidak bisa dibayangkan jika moment berharga ini, harus Thea lakukan atas nama kesepakatan. Apa yang akan dia dapat?bukankah hal yang mudah untuk menyerah dan menolak semua di awal. Namun gadis itu lebih memilih untuk masuk ke dalam jurang,padahal tidak ada janji atau tawaran menarik yang laki laki itu ajukan. Bukankah hal terburuk dalam hidup adalah mendapat pasangan yang salah. Sorot mata Thea beralih,menatap supir yang tengah berlari keluar dan segera membuka pembatas
"ini Peny, tugasnya masak bersih bersih dan mengurus barang di dalam rumah. Dia juga pengasuh Tuan sejak kecil," "Selamat pagi Nyonya." sapa Peny tersenyum lebar,dia adalah orang yang paling antusias melihat kedatangan gadis itu. "Selamat pagi juga.." sahut Thea,dengan ramah. "Buset. Rumah besar, yang ngurus cuma satu orang? mana usianya sama kayak nenek." pikir Thea merasa terkejut. Bahkan di rumahnya sendiri,perlu 4 pelayan yang mengurus bagian dalam rumah. "Kalo Nyonya butuh apapun, silahkan bilang ke saya." "Iya, terima kasih." gumam Thea tersenyum. "Sedangkan mereka berempat yang mengurus taman dan tatanan luar rumah," ucap Alpha, "Selamat pagi Nyonya." "Pagi." ujar Thea mengangguk. Pria tua itu memberi isyarat agar 4 pelayan lain segera pergi. Kini sisa mereka bertiga, "Karena Tuan tidak suka jika barang barangnya disentuh orang lain." "Jadi semua pekerja disini hanya ada 6 orang, m
Kedua gadis itu saling bertukar posisi. Thea yang tengah sibuk melepas pakaian formalnya dan mengganti dengan setelan milik Manda, "Gimana ceritanya kamu ada di rumah paman? emangnya ga kerja?" tanya Manda tanpa menoleh. "Kemarin dia ngirim email gitu, buat tanda tangan kontrak nikah." "Terus semalam habis pesta, aku minta ijin karena sakit!" sahut Thea sambil menghapus sisa riasan di wajahnya. "Lah terus? udah tanda tangannya?" "Malah udah nikah.." gumam Thea merendahkan suara. "Ha!" pekik Manda, reflek mengerem mobil secara mendadak. "Aw, Manda! jangan ceroboh. Aku belum siap mati," seru Thea, Gadis itu hampir tersungkur,namun berhasil menghalang dengan kedua tangan yang berpegang teguh pada kursi mobil. "Yang bener aja? Kalian udah nikah." cicit Manda menoleh sambil membulatkan mata. "Iya udah, ngapain juga boong." seru Thea dengan raut datar. "Udah ga usah kaget. Lanjut nyetir aja," "
"Ini bau wanita itu." celetuk Nathan dalam hati, Membuka mata,sontak meraih pergelangan tangan Thea dengan paksa. Sebelum mengucapkan sesuatu,gadis itu terlebih dulu mendongak. Menatap Nathan dengan sinis, "Lepaskan!" tegas Thea,dengan amarah yang memenuhi sorot matanya. "....." Laki laki itu tertegun,masih enggan membuka cengkraman. "Saya bilang lepaskan." timpal Thea menarik paksa,berhasil melepaskan diri. "Romi," panggil Thea,tanpa menoleh. Masih menghujani Nathan dengan tatapan tajam, "Iya?" "Bebaskan mereka. Lakukan sesuai perintah Tuan!" seru Thea menggertakkan gigi. "Tapi.." "Lakukan saja. Jangan biarkan bawahan sepertiku bertindak semena mena," timpal Thea,segera membuang muka dan berbalik. Rautnya berubah,kesedihan yang tertanam jelas. Dia melangkah mendekat ke arah Manda, "Thea.." panggil Manda,dengan sigap menopang tubuh temannya. "Bisa kita pulang sekarang?" tanya Thea lirih,
Meski hanya menghabiskan waktu setengah jam untuk berbelanja,mereka berdua telah berhasil memenuhi kursi bagian belakang dengan belasan tote bag berukuran besar. Sekarang kedua gadis itu,baru saja keluar dari toko gadget. Dan bersiap untuk kembali,tak lupa memakai seat belt,lalu mobil melaju pergi ke arah lain. Terlihat Thea tengah membuka kotak berbentuk balok yang tadi ia dapat,mendapati sebuah ponsel dengan logo apple. Tak segan jari jemarinya mengotak atik layar. "Kamu butuh nomor ponselku yang baru ga?" celetuk Thea,tengah memasang simcard baru. "Engga.." "Kenapa?" tanya Thea sekali lagi,penasaran. "Kan udah ada nomor yang satunya," "Oh, ya udah! Kirain biar sekalian bisa nelpon aku ke hp ini." gumam Thea,menarik ujung bibir ke belakang. "......." "Btw. Kamu belum cerita, kok bisa ke rumah paman?" sontak Manda,menoleh sekilas. "Ya kan, aku ke kantor catatan sipil bareng sama dia."
"Hacim!" "Hhh, kenapa hawanya tiba tiba dingin banget? Perasaan masih siang." gerutu Thea segera masuk ke dalam rumah. Berjalan melewati ruang tengah,dan disana sudah ada wanita tua tengah duduk bersantai menikmati segelas jus serta salad buah,ditemani tontonan dari layar televisi. Pandangan Barsha beralih menatap cucunya yang baru saja datang,berbekal tumpukan tote bag yang memenuhi jari dan kedua lengannya. Sedikit aneh,dengan tingkah Thea. Sepertinya beberapa hari ini,gadis itu selalu pergi memakai setelan tertutup dan kembali dengan pakaian lain. "Kamu habis ketemu sama Nathan kan?" sontak Barsha mengangkat alis, Thea yang berusaha berjalan dengan cepat agar segera sampai ke kamar tanpa pertanyaan. Seketika tersentak kaget,mendengar ucapan wanita tadi. Dia menoleh dengan raut sedikit panik, "I-iya." sahutnya terbata bata, "Ng, Thea mau ke atas dulu!" tambahnya segera berlari menaiki tangga. Log
Seluruh anggota keluarga mulai meninggalkan tempat duduk masing masing,setelah menyelesaikan makan malam. Begitu pula dengan Nathan,dia berjalan masuk ke dalam ruang kerja milik ayahnya. Tatanan yang tidak asing lagi untuk laki laki itu. Rak yang berada di sisi kanan,deretan buku sesuai isinya. Letak vas bunga,meja serta sofa,semuanya tidak berubah. Tentu saja,karena Zen tidak terlalu suka mengganti interior atau semacamnya. Dia membiarkan semua barang tetap berada di tempat yang sama selama puluhan tahun, Mereka berdua duduk berhadapan di sofa empuk di tengah ruangan. "Mau kopi? atau minuman lain?" tawar Zen,mengangkat alis. "Tidak. Ayah katakan saja, apa yang Ayah mau?" sahut Nathan,datar. "Kita hanya berdua! tidak ada orang lain." "Setidaknya jangan tunjukkan wajah patungmu. Tersenyumlah sedikit!" pinta Zen,sedikit memaksa. Laki laki itu menghela nafas,mendengar ucapan ayahnya. "Apa ayah memangg