Home / Pendekar / Asmara di Kehidupan 303 / Bab 4. Ramalan Sang Resi

Share

Bab 4. Ramalan Sang Resi

Author: Dee Renjii
last update Huling Na-update: 2023-06-14 02:55:40

Sepasang suami istri berjalan beriringan di sebuah pasar yang riuh ramai dengan orang-orang yang sibuk menawarkan dagangan atau sedang mencari barang. Sang suami yang berusia kisaran empat puluh tahunan itu dengan sigap menuntun dan melindungi istri yang jauh lebih muda, bahkan separuh dari umurnya, kisaran dua puluh lima tahunan, agar tak tersenggol orang yang berseliweran di pasar. Wanita itu sedang hamil empat bulanan, perutnya terlihat mulai membuncit. Wanita yang jadi istri saudagar kaya itu makin terlihat menarik saat hamil. Wajahnya makin berseri dan tubuhnya makin padat berisi, membuat suaminya makin sayang, terlebih sudah lama sekali dia menantikan kehadiran seorang anak dalam pernikahan mereka.

“Kang Mas…. itu penjual dawetnya!” wanita bernama Anjani itu menunjuk ke arah wanita paruh baya yang duduk di depan dawet dagangannya.

“Baik Diajeng, biar pengawal saja yang membeli, kita cari tempat berteduh dulu,” ajak Juragan Karta mencari-cari tempat berteduh untuk istrinya.

“Parjo, Timan!” Juragan Karta memanggil dua kacungnya yang dari tadi mengikuti di belakang tak jauh darinya.

Dua kacung itu dengan tergesa menghadap juragan mereka.

“Iya, Gan!”

“Tolong belikan Ndoro putri dawet di sana, ini uangnya,” kata Juragan Karta sambil menunjuk penjual dawet dan menyerahkan kantong yang berisi uang pada kacungnya.

Setelah menerima kantong berisi uang, Parjo dan Timan bergegas pergi. Juragan Karta menuntun Anjani untuk berteduh di salah satu sudut pasar, hawa panas di pasar membuat Anjani dan Juragan Karta kepanasan. Berkali-kali Anjani mengusap peluhnya. Hingga tiba-tiba muncul seorang Resi tua meminta sedekah pada mereka.

“Sudilah kiranya, Ndoro berdua memberi sedekah,” pinta Resi tua itu menyodorkan piring besi pada kedua suami istri itu.

Juragan Karta dan Anjani yang tadinya duduk, langsung berdiri memberi hormat pada Resi yang tiba-tiba meminta sedekah.

“Oh, Resi…. Kiranya Resi berkenan menunggu sebentar, kantong uangku sedang dibawa oleh kedua kacungku, sebentar lagi dia kembali!” juragan Karta dengan ramah meminta Resi untuk bersabar. Saudagar kaya itu memang terkenal dermawan dan baik hati.

“Hmm sepertinya Ndoro Putri sedang mengandung?”

“Benar Resi, mohon berkatnya agar bayi kami sehat dan bernasib baik!” ucap Anjani memohon berkat.

Sang Resi tersenyum sambil mengangkat tangan kanannya memberikan berkat.

“Semoga dewa melindungi jabang bayi dan ibunya.”

Juragan Karta dan Anjani menunduk mengaminkan doa sang Resi.

“Melihat raut wajah sang ibu yang bercahaya, aku meramalkan bayimu akan terlahir kuat dan sehat.”

Anjani dan Juragan Karta tersenyum lebar mendengar ucapan sang Resi. Sang Resi mengamati lebih dalam, terlihat menghitung sesuatu dengan jari-jarinya.

 “Dia akan tumbuh sehat cantik dan menarik. Tapi sayang, dia  bernasib buruk!” sang Resi melanjutkan ucapannya.

“Hah!”

Anjani dan Juragan Karta langsung mendongakkan kepala kaget, mendengar penuturan sang Resi. Saudagar yang tadinya begitu hormat pada seorang yang berkasta brahmana itu jadi naik pitam, mendengar calon anaknya diramalkan bernasib buruk.

“Jangan ngawur, kau!” sungutnya kesal.

“Kakang!” Anjani memegang lengan sang suami yang terbakar emosi agar tetap berlaku sopan pada seorang Resi.

“Wahai Resi, tolong berkati bayi ini agar terhindar dari nasib buruk!” mohon Anjani lemas mendengar ucapan sang Resi. Secara spontan dia melepaskan kalung emasnya dan meletakkannya di piring sang Resi sebagai sedekah.

“Kalung emas ini untuk Resi, tolong berkati bayiku!” pinta Anjani takut apa yang dikatakan sang Resi benar-benar terjadi.

“Kau sudah termakan omongannya, Diajeng!” teriak Juragan Karta kesal hendak mengambil kembali kalung emas dari piring besi sang Resi, tapi Anjani terus menghalangi suaminya itu.

“Jangan, Kangmas! Mohon maafkan suamiku Resi, tolong berkati bayiku, agar terhindar nasib buruk!” Pinta Anjani makin panik.

“Ha ha …. Perbuatan suamimulah yang nanti membuat anakmu bernasib buruk!”

“Kurang ajar Kau!” sahut Juragan Karta makin emosi. Matanya sudah melotot hendak keluar andaikan tak terus dihalangi oleh Anjani, mungkin juragan Karta sudah menghajar sang Resi.

“Jangan Kangmas, kumohon!” cegah Anjani memegangi tangan suaminya.

Sang Resi mengambil kalung yang tadi diletakkan Anjani di piring besinya, mengembalikan kalung emas itu pada Anjani.

“Semua sudah ditakdirkan. Asal suamimu sanggup tirakat, tidak bersebadan selama kau hamil, mungkin nasib buruk jabang bayi itu bisa dihindari,” ucap sang Resi sambil berlalu pergi. ***

Ucapan sang Resi terus terngiang-ngiang di benak Anjani, dia benar-benar takut ramalan itu akan terjadi. Juragan Karta sudah menasehati istrinya agar tak termakan omongan sang Resi, tapi hal itu sia-sia, Anjani terus saja gelisah. Juragan Karta juga sudah mengutus dan membayar banyak orang untuk mencari keberadaan sang Resi, tapi Resi itu seolah hilang ditelan bumi, sama sekali tak ada yang tahu kabarnya, jangankan kabar, melihatnya pun tak ada.

“Jangan terlalu dipikirkan Diajeng, itu hanya omong kosong belaka. Bagaimana mungkin putra dari Karta akan bernasib buruk, hartaku takkan habis walau dimakan tujuh keturunan.”

Juragan Karta berusaha menghibur istrinya yang termenung, duduk di samping ranjang. Dia mengelus-elus pundak sang istri lembut. Gairah Juragan Karta seketika meningkat, kala menyentuh kulit halus Anjani. Tubuh padat berisi istrinya yang sedang hamil itu makin membuat darah Juragan Karta makin mengalir deras. Tangannya mulai merambat ke bagian-bagian lain, tubuh Anjani. Saat hasratnya sudah di ubun-ubun, tangannya justru ditepis oleh Anjani.

“Jangan kang, bersabarlah. Apa kau tak ingat kata-kata Resi beberapa hari yang lalu, anak kita akan bernasib buruk bila kita bersebadan!” tolak Anjani yang seperti paham maksud sentuhan suaminya itu. wanita yang sedang resah memikirkan ramalan sang Resi itu naik ke atas ranjang, merebahkan diri di pembaringan memunggungi suaminya.

Sikap Anjani membuat Juragan Karta langsung emosi, dia langsung marah-marah pada Anjani yang begitu percaya pada ramalan seorang Resi yang tak jelas asal usulnya itu.

“Diajeng! Kenapa kau begitu termakan omongan resi sialan itu!” bentak Juragan Karta berdiri dengan mata yang melotot. Hasrat yang tak terlampiaskan membuatnya jadi uring uringan.

Anjani bangkit dari tempat tidur, menatap suaminya yang sedang terbakar emosi. Dia berdiri menjawab dengan lantang bentakan suaminya.

“Ini demi anak kita Kang! Apa kau mau anak kita bernasib malang!”

“Persetan dengan ramalan sialan itu!”

Juragan Karta yang sudah gelap mata menubruk istrinya, merebahkannya di pembaringan. Dia mulai mencumbu, dan menjamah Anjani. Dia tak peduli dengan segala ramalan. Malam ini, hasrat yang lama dia tahan harus terpuaskan.

“Ah, Kang, jangan Kang!”

Anjani berusaha melawan, tapi semakin dia melawan, Juragan Karta makin ganas memcumbunya. Wanita yang sebenarnya ingin menjaga diri agar ramalan yang dia yakini itu akhirnya tak kuasa melawan saat perlahan Juragan Karta mulai berhasil melucuti pakaiannya satu persatu.

“Kakang sudah tak tahan lagi, maaf bila harus melakukannya dengan kasar! Percayalah, ramalan itu takkan terjadi!”

“Hiks…. Jangan Kang…. Kumohon!” rengek Anjani yang sudah tak berdaya itu, menangis dan mengiba agar suaminya tak mengumpulinya.

Tangisan itu ternyata membuat hasrat Juragan Karta yang sudah di ubun-ubun, dan tinggal sedikit lagi terlampiaskan, buyar seketika. Juragan Karta berteriak kesal sambil berdiri mengenakan pakaian dan pergi keluar kamar.

“Huaaaahh!”

Anjani yang tadinya sudah pasrah, hampir dirudapaksa oleh suaminya sendiri itu, menyaut kain untuk menutupi tubuh bagian atasnya yang tersingkap memperlihatkan dadanya yang polos dan ranum. Dia beringsut ke pojokan memeluk lututnya sambil terus menangis. Dia sama sekali tak mengira kalau suaminya yang biasanya lembut akan berlaku begitu kasar padanya.

“Puja para Dewa!” ucapnya bersyukur tak sampai bersebadan dengan suaminya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 82. Markas tengkorak Hitam

    Tawa KI Bayu Seta perlahan mulai mereda, berubah jadi suara parau yang memilukan, membuat Mbayang makin bingung dan merasa takut kalau berada di jurang yang sepi, dan seorang diri dalam kurun waktu yang lama telah membuat kejiwaan Ki Bayu Seta terganggu.“Entah sudah berapa purnama aku berada di tempat sepi ini. Akhirnya aku menemukan cara untuk kembali ha ha. Mbayang, setelah kau pulih, aku akan melatihmu menjadi pendekar tak tertandingi!Di tempat lain, Permana sibuk menggembleng tujuh murid pilihan padepokan segaran. Dia mengajarkan jurus formasi pedang yang di mainkan oleh tujuh orang. Dengan formasi pedang itu, Permana bermaksud menantang pangeran Gardapati, saat sedang sibuk melatih, seorang murid padepokan tergopoh-gopoh menghampirinya.“Ampun ketua… Nyi Dewi menunggu di aula padepokan!”“Ada perlu apa Nyi Dewi mencariku?” tanya Permana merasa terganggu.“Hamba tidak tahu ketua, saya hanya menjalankan perintah, untuk memanggil ketua.”“Lanjutkan latihan!” perintah Permana yang

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 81. Luka yang Belum Mengering

    Ki Barada kembali murung, air muka kesedihan tidak lagi bisa dia sembunyikan, saat mendengar alasan kenapa Mbayang sampai jatuh ke dalam jurang yang tidak lain tidak bukan sebab tanpa sengaja melihat Permana dan NyI Dewi melakukan cinta terlarang. Berkali kali dia menarik napas panjang mencoba merelakan apa yang telah terjadi.“Guru...” panggil Mbayang yang melihat wajah duka dari Ki Bayu Seta.Ki Bayu Seta tersadar dan menoleh ke arah Mbayang dan berusaha tersenyum. Dia merasa suka sekali dengan pemuda yang terlihat gagah dan bertulang kuat itu. Bertahun-tahun dia berada dalam lembah curam seorang diri hingga muncul Mbayang. Ya, meski kemunculan Mbayang juga membuatnya harus kembali merasakan luka hati yang tak kunjung mengering.“Saya mohon maaf bila cerita saya membuat Guru, tidak berkenan,” Mbayang yang mulai bisa bergerak jadi merasa tidak enak hati menceritakan asmara terlarang Nyi Dewi dan Permana.“Ha ha, sudahlah. Dulu aku adalah pendekar pedang yang cukup di segani. Bertahun

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 80. Pelajaran Pertama Sang Guru

    Bab 80. Pelajaran Pertama sang GuruTok tok tokBunyi Kentongan terdengar bertalu-talu, sebuah pertanda ada peristiwa besar yang terjadi di padepokan Segaran. Seluruh murid padepokan langsung bergegas berkumpul di halaman. Kasak kusuk mulai terdengar riuh seperti tawon. Semua saling bertanya tentang apa yang terjadi hingga pagi buta mereka harus berkumul di halaman. Tidak lama berselang, Permana naik dia atas mimbar kehormatan. Dia di dampingi oleh Nyi Dewi dan Bimantara. Wajah Permana terlihat tegang dan penuh amarah. Dia menyapu pandang ke semua murid padepokan dengan tatapan tajam, yang membuat semua murid padepokan tidak lagi berani bersuara. Mereka diam menyimak, hal penting apa yang akan di sampaikan oleh pimpinan padepokan.“Murid-murid padepokan Segaran! kita tidak pernah berbuat onar, dan selalu setia pada kerajaan. Bila kerajaan memanggil, murid-murid padepokan selalu siap berlaga membela kerajaan. Bila kerajaan butuh, kita siap berjuang tanpa pamrih. Tapi Kerajaan malah men

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 79. Ki Bayu Seta

    Mbayang merasakan tubuhnya makin lemas, dadanya juga terasa sesak. Dalam hatinya dia membatin, kalau dia masih beruntung bisa hidup dan selamat, meski dia juga tidak tahu dia benar-benar selamat atau hanya menunda kematian, karena selain tidak bisa bergerak, dan merasakan nyeri di sekujur tubuh, dadanya juga panas dan sesak.Kakek tua itu berjalan makin mendekat, wajah tua, rambut putih dan rambut yang awut-awutan itu membuat Mbayang jerih. Dia mulai menduga-duga kalau kakek itu itu adalah malaikat maut yang akan mengakhiri hidupnya.“Mau apa kau! Uhuuk-uhuuuk!”Mbayang berusaha menggerakkan tubuhnya tapi tidak bisa, semakin dia mencoba, tubuhnya makin terasa panas dan perih di sekujur tubuh.“Simpan tenagamu, anak muda. Kau sudah pingsan seharian. Sungguh beruntung kau tidak menemui ajal!” ujar kakek tua itu sambil berjongkok memeriksa nadi Mbayang, mengalirinya dengan hawa murni.Mbayang merasakan tubuhnya mulai menghangat, aliran tenaga murni dari kakek tua itu mampu mengurangi nye

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 78. Kakek tua dalam Jurang

    Mbayang melesat cepat menembus hutan, berusaha melarikan diri secepat mungkin. Dari belakang, nampak berkelebat bayangan mengejarnya. Mbayang mengerahkan seluruh tenaga untuk menjauh, tapi bayangan itu selalu berhasil membayanginya. Mbayang yang terus berlari terjebak di sebuah tebing curam yang dalam, membuatnya tidak bisa lari kemana-mana lagi.“Ha ha,mau lari kemana lagi kau! ” sengit Permana tertawa geram berhasil menyusul Mbayang.Mbayang menoleh ke belakang, menatap tajam Permana tanpa rasa takut. Wajahnya kini terlihat jelas di terangi sinar rembulan.“Mbayang…!” Permana sendiri sedikit kaget mengetahui kalau yang mengintipnya adalah Mbayang, meski sebenarnya Permana punya rencana menjadikan Mbayang sapi perah, mau tak mau dia harus membungkam mulut Mbayang untuk selamanya agar rahasianya tidak terbongkar."Aku benar-benar tidak menyangka kau selancang itu!"“Aku juga tidak menyangka, paman berbuat serendah itu!” saut Mbayang tak kalah sengit.“Ku robek mulutmu! Hiatt!”Perman

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 77. Bangkai Busuk yang Terkuak

    Juragan Karta merasa lega, Mbayang tidak memiliki rasa apa-apa pada Candrawati. dalam hati dia merasa bangga, kelak anak laki-lakinya itu akan menjadi seorang pendekar tangguh sekaligus seorang Senopati dibawah bimbingan Pangeran Gardapati. “Aku akan segera kembali untuk menepati janjiku!” ucap Juragan Karta saat berpamitan pada Mbayang. “Mbayang… sapi dan kudamu kurus kering sejak kau tinggal. Cepat pulang,” Candrawati terbata-bata berat kembali berpisah dengan Mbayang, dia sama sekali tidak tahu menahu soal janji Juragan Karta akan kembali untuk melamar Sukesih dan melepaskan Mbayang untuk pergi mengabdi di kota raja. Mbayang hanya menunduk tidak menjawab perkataan Candrawati. Dia merasa berat untuk berkata kalau dia mungkin tidak akan kembali ke rumah Juragan Karta setelah menikahi Sukesih. Dia melirik Juragan Karta, berharap junjungannya itu nanti akan menjelaskan pada Candrawati. “Kita harus berangkat!” Juragan Karta menarik pelan tangan Candrawati, yang membuat gadis itu mau

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status