Home / Pendekar / Asmara di Kehidupan 303 / Bab 5. Awal dari Karma Buruk

Share

Bab 5. Awal dari Karma Buruk

Author: Dee Renjii
last update Last Updated: 2023-06-14 02:57:59

Kejadian malam itu membuat Anjani jadi takut pada suaminya sendiri, dia khawatir kalau-kalau suaminya akan kembali lepas kendali dan merudakpaksanya. Begitu juga dengan Juragan Karta, penolakan dari Anjani membuatnya kesal. Dia jadi jarang pulang ke rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dan mulai jarang pulang. Juragan Karta yang biasanya bersikap manis pun mulai dingin pada Anjani, membuat wanita yang sedang hamil empat bulan itu jadi merasa bingung dan serba salah, dia sadar perbuatannya itu menyakiti suaminya, tapi dia juga takut ramalan itu terjadi. Tak mau terus berlarut-larut, Anjani berusaha melawan rasa takutnya, memperbaiki hubungannya dengan sang suami. Dia akan mencari cara untuk memuaskan suaminya tanpa harus bersebadan.

“Kakang …. Aku sudah menyiapkan lodeh nangka muda, kesukaan Kakang!” Anjani tersenyum lebar menyambut suaminya sudah beberapa hari tak pulang itu.

Pria bertubuh sedikit tambun, dengan kumis melingkar itu melengos mendengar sapaan Anjani. Dia  terus melangkah masuk ke dalam rumah, mengabaikan sapaan dari istrinya. Penolakan malam itu, begitu membekas di benaknya. Dia masih marah dan kesal.

“Aku tak lapar!” jawabnya singkat, terus berjalan menuju gudang belakang.

Anjani menggigit bibirnya, lalu mengikuti suami yang mengacuhkannya itu.

“Kakang masih marah padaku?” tanya Anjani mengintil ke mana suami melangkah.

Juragan Karta berbalik, menatap Anjani yang sedari tadi mengintil, menatap wanita yang sedang hamil empat bulan itu lekat, masih dengan wajah dinginnya. Sorot mata itu menatap dari atas sampai bawah tubuh Anjani.

Anjani sendiri kaget saat Juragan Karta berbalik, dia menggigit bibir, tangannya juga meremas-remas ujung jariknya gugup. Dia mulai bingung harus apa, otaknya mulai berpikir kalau suaminya akan munubruk dan mencumbunya. Ini memang siang hari, tapi dulu mereka juga sering melakukannya di siang hari, saat pembantu dan kacung mereka sibuk di pasar dan ladang.  Wanita yang sedang hamil itu ragu dan bimbang, apakah harus kembali menolak atau pasrah saja bila suami yang sudah dia sapih itu minta dilayani.

Juragan Karta menelan ludahnya, menatap Anjani yang menggigit bibir berdiri malu-malu di depannya. Hasratnya kembali bergelora, lebih besar dari yang sudah-sudah. Ingin sekali dia menubruk dan melampiaskan semuanya. Dia masih ingat penolakan Anjani. Dia memang bisa saja memaksa, tapi dia tak ingin menyakiti istrinya itu.

“Ka- kakang….” sapa Anjani ragu melihat sorot mata liar suaminya.

“Haaaa!” Juragan Karta berteriak sambil menggeleng-geleng kepala lalu berbalik mengambil sabit dan bergegas pergi, mengabaikan Anjani yang hanya bisa diam melihat kepergian suaminya. ***

Seharian Juragan Karta menghabiskan waktunya di kebun, mencari rumput sendiri untuk pakan ternaknya. Dia memilih menghabiskan waktu dan energinya melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan kacung-kacungnya untuk membuang rasa kesal pada istrinya. Sore harinya, dia baru pulang sambil memanggul rumput dari kebun.

Srek! Srek!

“Bulan purnama bersinar ….”

Terdengar seseorang yang sedang bernyanyi, diiringi dengan bunyi sapu lidi yang beradu dengan tanah, saat Juragan masuk ke dalam kandang. Buru-buru Juragan Karta melempar rumput dari pondongannya, mengusap peluh lalu mengendap mencari sumber suara. Dari balik palungan, dia melihat Sulastri salah seorang pembantunya sedang menyapu. Hasrat Juragan Karta kembali bergejolak, melihat tubuh Lastri yang semok  dari belakang. Janda berusia tiga puluhan tahun itu memang tak secantik istrinya, tapi bentuk tubuh Lastri jauh lebih matang.

Gejolak kelaki-lakiannya yang lama tak tersalurkan itu membuatnya gelap mata dan nekat. Dia berjalan cepat menyergap dan memeluk Lastri dari belakang, menciumi lehernya buas.

“Lastri ….”

“Kurang ajar, kau!”

Lastri yang kaget tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang, bereaksi melawan dan berteriak. Tapi teriakan itu tertahan, saat tahu yang memeluknya adalah Juragan Karta. Ada rasa takut, segan yang membuatnya bingung tak tahu harus berbuat apa.

“Juragan, jangan … aahh.”

Lastri mulai merasakan geli pangkal lehernya bergesekan dengan kumis Juragan Karta. Tubuhnya langsung panas mendapati sentuhan sentuhan juragan Karta. Meski begitu,  Lastri berusaha melepaskan dekapan kuat Juragan Karta yang melingkar di tubuhnya. Tapi tubuh yang jauh lebih pendek itu malah diangkat oleh Juragan Karta, lalu dilemparkan di tumpukan jerami.

Braak!

“Jangan Juragan, ampuni hamba!” Lastri beringsut mundur, pucat memohon agar Juragan yang selama ini begitu baik dan dermawan  mengurungkan niat jahatnya.

Bukannya iba, melihat wajah ketakutan Lastri, malah membuat Juragan Karta makin bernafsu. Sambil tersenyum buas, dia mulai melepaskan ikat pinggangnya.

“Aku bisa gila, Lastri! bila hasrat ini tak dilepaskan! Ndoro putrimu menolak melayaniku. Tolonglah, aku akan memberimu hadiah setelah ini.”

“Tidak Juragan! Jangan!” Lastri bangkit berlari tapi Juragan Karta berhasil menangkap dan mendekapnya dari belakang.

Bret!

Juragan Karta mulai merobek pakaian Lastri, membuat bagian tubuhnya tersingkap, terlihat putih dan menonjol besar. Juragan Karta makin gelap mata dengan gejolak yang makin membara melampiaskan hasratnya pada janda tiga puluhan tahun itu. Perlawanan Lastri sia-sia. Sore itu, dia harus dimangsa oleh Juragan Karta, yang kehilangan akal sehat dan berubah menjadi buas.

Di tempat lain, seorang Resi yang sedang duduk bersila, bersemedi di pinggir danau, tiba-tiba membuka matanya. Dengan mata batinnya, dia melihat sosok iblis dengan riang menari-nari di awang-awang. Iblis-iblis begitu gembira berhasil menjerumuskan manusia ke dalam lembah dosa lewat nafsu birahi. Sang Resi menarik nafas panjang, menyayangkan peristiwa yang terlintas dalam penglihatan mata batinnya.

“Takdir memang tak bisa diubah. Bayi bernasib malang itu akan benar-benar terlahir. Wahai sang maha kuasa, yang menjadi kehendakMu, itulah yang akan terjadi,” Gumam Sang Resi kembali memejamkan mata melanjutkan semedi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 82. Markas tengkorak Hitam

    Tawa KI Bayu Seta perlahan mulai mereda, berubah jadi suara parau yang memilukan, membuat Mbayang makin bingung dan merasa takut kalau berada di jurang yang sepi, dan seorang diri dalam kurun waktu yang lama telah membuat kejiwaan Ki Bayu Seta terganggu.“Entah sudah berapa purnama aku berada di tempat sepi ini. Akhirnya aku menemukan cara untuk kembali ha ha. Mbayang, setelah kau pulih, aku akan melatihmu menjadi pendekar tak tertandingi!Di tempat lain, Permana sibuk menggembleng tujuh murid pilihan padepokan segaran. Dia mengajarkan jurus formasi pedang yang di mainkan oleh tujuh orang. Dengan formasi pedang itu, Permana bermaksud menantang pangeran Gardapati, saat sedang sibuk melatih, seorang murid padepokan tergopoh-gopoh menghampirinya.“Ampun ketua… Nyi Dewi menunggu di aula padepokan!”“Ada perlu apa Nyi Dewi mencariku?” tanya Permana merasa terganggu.“Hamba tidak tahu ketua, saya hanya menjalankan perintah, untuk memanggil ketua.”“Lanjutkan latihan!” perintah Permana yang

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 81. Luka yang Belum Mengering

    Ki Barada kembali murung, air muka kesedihan tidak lagi bisa dia sembunyikan, saat mendengar alasan kenapa Mbayang sampai jatuh ke dalam jurang yang tidak lain tidak bukan sebab tanpa sengaja melihat Permana dan NyI Dewi melakukan cinta terlarang. Berkali kali dia menarik napas panjang mencoba merelakan apa yang telah terjadi.“Guru...” panggil Mbayang yang melihat wajah duka dari Ki Bayu Seta.Ki Bayu Seta tersadar dan menoleh ke arah Mbayang dan berusaha tersenyum. Dia merasa suka sekali dengan pemuda yang terlihat gagah dan bertulang kuat itu. Bertahun-tahun dia berada dalam lembah curam seorang diri hingga muncul Mbayang. Ya, meski kemunculan Mbayang juga membuatnya harus kembali merasakan luka hati yang tak kunjung mengering.“Saya mohon maaf bila cerita saya membuat Guru, tidak berkenan,” Mbayang yang mulai bisa bergerak jadi merasa tidak enak hati menceritakan asmara terlarang Nyi Dewi dan Permana.“Ha ha, sudahlah. Dulu aku adalah pendekar pedang yang cukup di segani. Bertahun

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 80. Pelajaran Pertama Sang Guru

    Bab 80. Pelajaran Pertama sang GuruTok tok tokBunyi Kentongan terdengar bertalu-talu, sebuah pertanda ada peristiwa besar yang terjadi di padepokan Segaran. Seluruh murid padepokan langsung bergegas berkumpul di halaman. Kasak kusuk mulai terdengar riuh seperti tawon. Semua saling bertanya tentang apa yang terjadi hingga pagi buta mereka harus berkumul di halaman. Tidak lama berselang, Permana naik dia atas mimbar kehormatan. Dia di dampingi oleh Nyi Dewi dan Bimantara. Wajah Permana terlihat tegang dan penuh amarah. Dia menyapu pandang ke semua murid padepokan dengan tatapan tajam, yang membuat semua murid padepokan tidak lagi berani bersuara. Mereka diam menyimak, hal penting apa yang akan di sampaikan oleh pimpinan padepokan.“Murid-murid padepokan Segaran! kita tidak pernah berbuat onar, dan selalu setia pada kerajaan. Bila kerajaan memanggil, murid-murid padepokan selalu siap berlaga membela kerajaan. Bila kerajaan butuh, kita siap berjuang tanpa pamrih. Tapi Kerajaan malah men

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 79. Ki Bayu Seta

    Mbayang merasakan tubuhnya makin lemas, dadanya juga terasa sesak. Dalam hatinya dia membatin, kalau dia masih beruntung bisa hidup dan selamat, meski dia juga tidak tahu dia benar-benar selamat atau hanya menunda kematian, karena selain tidak bisa bergerak, dan merasakan nyeri di sekujur tubuh, dadanya juga panas dan sesak.Kakek tua itu berjalan makin mendekat, wajah tua, rambut putih dan rambut yang awut-awutan itu membuat Mbayang jerih. Dia mulai menduga-duga kalau kakek itu itu adalah malaikat maut yang akan mengakhiri hidupnya.“Mau apa kau! Uhuuk-uhuuuk!”Mbayang berusaha menggerakkan tubuhnya tapi tidak bisa, semakin dia mencoba, tubuhnya makin terasa panas dan perih di sekujur tubuh.“Simpan tenagamu, anak muda. Kau sudah pingsan seharian. Sungguh beruntung kau tidak menemui ajal!” ujar kakek tua itu sambil berjongkok memeriksa nadi Mbayang, mengalirinya dengan hawa murni.Mbayang merasakan tubuhnya mulai menghangat, aliran tenaga murni dari kakek tua itu mampu mengurangi nye

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 78. Kakek tua dalam Jurang

    Mbayang melesat cepat menembus hutan, berusaha melarikan diri secepat mungkin. Dari belakang, nampak berkelebat bayangan mengejarnya. Mbayang mengerahkan seluruh tenaga untuk menjauh, tapi bayangan itu selalu berhasil membayanginya. Mbayang yang terus berlari terjebak di sebuah tebing curam yang dalam, membuatnya tidak bisa lari kemana-mana lagi.“Ha ha,mau lari kemana lagi kau! ” sengit Permana tertawa geram berhasil menyusul Mbayang.Mbayang menoleh ke belakang, menatap tajam Permana tanpa rasa takut. Wajahnya kini terlihat jelas di terangi sinar rembulan.“Mbayang…!” Permana sendiri sedikit kaget mengetahui kalau yang mengintipnya adalah Mbayang, meski sebenarnya Permana punya rencana menjadikan Mbayang sapi perah, mau tak mau dia harus membungkam mulut Mbayang untuk selamanya agar rahasianya tidak terbongkar."Aku benar-benar tidak menyangka kau selancang itu!"“Aku juga tidak menyangka, paman berbuat serendah itu!” saut Mbayang tak kalah sengit.“Ku robek mulutmu! Hiatt!”Perman

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 77. Bangkai Busuk yang Terkuak

    Juragan Karta merasa lega, Mbayang tidak memiliki rasa apa-apa pada Candrawati. dalam hati dia merasa bangga, kelak anak laki-lakinya itu akan menjadi seorang pendekar tangguh sekaligus seorang Senopati dibawah bimbingan Pangeran Gardapati. “Aku akan segera kembali untuk menepati janjiku!” ucap Juragan Karta saat berpamitan pada Mbayang. “Mbayang… sapi dan kudamu kurus kering sejak kau tinggal. Cepat pulang,” Candrawati terbata-bata berat kembali berpisah dengan Mbayang, dia sama sekali tidak tahu menahu soal janji Juragan Karta akan kembali untuk melamar Sukesih dan melepaskan Mbayang untuk pergi mengabdi di kota raja. Mbayang hanya menunduk tidak menjawab perkataan Candrawati. Dia merasa berat untuk berkata kalau dia mungkin tidak akan kembali ke rumah Juragan Karta setelah menikahi Sukesih. Dia melirik Juragan Karta, berharap junjungannya itu nanti akan menjelaskan pada Candrawati. “Kita harus berangkat!” Juragan Karta menarik pelan tangan Candrawati, yang membuat gadis itu mau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status