Share

Bab 3. Gerbang Reinkarnasi

“Lepaskan Aku! Aku tak mau bereinkarnasi lagi, lempar saja aku ke neraka!” jerit roh Panglima Tiang Feng terus meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari cengkraman pengawal akhirat yang menyeratnya menuju gerbang reinkarnasi.

Dua orang pengawal yang menyeretnya pun sebenarnya sudah mulai kewalahan menghadapi tingkah polah dari roh yang dulunya seorang dewa yang membawahi seratus ribu pasukan itu. Selama ini, roh roh yang mereka bawa ke gerbang reinkarnasi tak ada yang bersikap seperti roh Panglima Tiang Feng. Roh roh biasanya akan menurut, menunduk dan mengikuti semua apa yang di perintahkan petugas akhirat. Membawa roh Panglima Tiang Feng benar-benar menguras energi mereka.

“Tiang Feng! Percuma saja kau melawan! Kau bukan Panglima langit lagi, sekarang!” hardik Pengawal akhirat kesal. Wajahnya sampai memerah menahan amarah.

“Huaa!” jerit roh Panglima Tiang Feng berontak melepaskan diri dari cengkraman kedua Pengawal Akhirat.

Cengkraman itu terlepas, membuat kedua Pengawal akhirat makin naik pitam, panik dan khawatir Roh Panglima Tiang Feng akan mengacau lagi. Dua pengawal itu saling berpandangan lalu menatap dengan garang roh yang selalu merepotkan mereka saat akan bereinkarnasi. Mereka bersiap untuk mengambil tindakan apabila roh itu mulai berulah.

“Jangan bertingkah kau, Tiang Feng!” ancam Pengawal Akhirat geram.

“Ikut kami baik-baik! kau harus segera bereinkarnasi!” timpal pengawal lain menambahi masih berupaya membujuk.

“Ha ha ha ha….” Panglima tertawa panjang sambil mengangkat kedua tangannya. Rambutnya yang panjang dan awut-awutan, membuatnya lebih nampak seperti orang gila dari pada seorang Panglima kerajaan langit.

“Wahai Kaisar Langit! Bila mencintai Chang-e adalah sebuah dosa, kenapa kau bangun rasa cinta ini di hatiku, membuat aku harus tersiksa, menjalani seribu kali derita cinta, sungguh bijaksana sekali engkau. Oh Dik Chang-e, meski telah menderita, berkali-kali lahir dengan derita asmara. Aku tak pernah menyesal pernah mencintaimu….”

 TAR TAR

Cemeti Pengawal akhirat tepat melecut tubuh Roh Panglima Ting Feng. Pengawal akhirat sudah kehabisan kesabaran menghadapi tingkah polah roh yang dulunya dewa itu. lebih lebih, roh Panglima Tiang Feng telah dengan lancang menghina dengan sarkas Kaisar Langit. Tanpa ampun lagi, kedua pengawal itu menghadiahi cambukan demi cambukan yang menimbulkan suara dan jeritan yang menggetarkan akhirat.

“Aaaaa!” jerit roh Panglima Tiang Feng merasakan sakit yang luar biasa.

Meski dia hanya roh, dan tak memiliki jasad, lecutan cemeti yang menyambar tubuhnya memiliki dampak yang lebih menyakitkan dari pada seseorang yang memiliki jasad. Roh Panglima Tiang Feng merasakan kesakitan luar biasa seperti saat rohnya hendak dicabut dari jasad. Roh itu terus menjerit kesakitan sampai jatuh bergulung-gulung. Tapi, semakin roh Panglima menjerit kesakitan, Pengawal akhirat yang sudah terlanjur geram dan kehilangan kesabaran semakin ganas melecut.

Jeritan kesakitan itu terdengar seantero akhirat, membuat roh-roh yang antri hendak bereinkarnasi bergidik ngeri, menoleh ke kanan dan kiri mencari ke arah sumber suara. Nenek tua yang bertugas menyuguhkan teh penghilang ingatan sampai bergetar tangannya mendengar jeritan yang begitu memilukan, jeritan yang diiringi teriakan menantang dari roh yang harus segera bereinkarnasi menjalani hukuman langit.

“Cambuk saja aku! Aku tak mau bereinkarnasi!” jerit roh Panglima Tiang Feng kekeh melawan meski dia sadar semua itu akan sia-sia.

TAR TAR

Para Petugas akhirat makin bersemangat melecut Roh Panglima dengan sekuat tenaga, membuat bunyi lecutan itu semakin terdengar jelas seantero akhirat.

Suara jeritan pilu dan lecutan itu juga terdengar oleh Raja Akhirat dan Dewa Pengatur nasib. Keduanya kompak menoleh ke arah sumber jeritan dan bunyi lecutan. Air muka keduanya berubah pilu, keduanya menunduk sambil geleng-geleng kepala menyayangkan nasib buruk sang Panglima yang dulu begitu gagah perkasa, kini harus menjadi pesakitan gara-gara masalah cinta.

Raja Akhirat berdiri dari tempat duduknya, dia berjalan menuju jendela, membuka daun jendela yang tadinya tertutup, menatap ke arah luar sambil membelai-belai jenggotnya yang panjang. Jeritan kesakitan makin jelas terdengar, hingga sayup-sayup melemah. Raja Akhirat lalu menoleh ke arah Dewa Pangatur nasib.

“Aku adalah dewa yang tak terikat oleh rasa-rasa dan emosi, agar bisa selalu tegak lurus dan berlaku adil. Tak mengenal apa itu duka atau bahagia, terlebih cinta. Tapi semenjak melihat begitu menderitanya Panglima Tiang Feng, aku jadi punya rasa iba.”

Dewa Pengatur Nasib berjalan mendekati Raja akhirat dengan mimik muka tegang.

“Raja ingin membantu Panglima?” tanya Dewa Pengatur Nasib.

Raja Akhirat menoleh ke luar jendela, tangannya menunjuk keluar.

“Dengarlah, jeritan roh Panglima Tiang Feng. Dia memilih untuk dicambuk dengan cemeti penghancur roh, yang sakitnya tak terbayangkan. Baru setelah lemas, dia akan diseret ke jurang reinkarnasi tanpa perlawanan, untuk menjalani hukuman derita cinta. Aih, kasihan sekali dia. Tak adakah cara untuk mengurangi deritanya?” tanya Raja Akhirat prihatin mimik wajahnya berubah pilu.

“Aku juga sebenarnya tak tega, menulis nasib yang berakhir tragis untuk Panglima. Tapi, aku hanya menjalankan perintah penguasa langit, harap Raja Akhirat mengerti posisiku,” jawab Dewa Pengatur Nasib merasa tak enak hati.

“Jangan salah paham, wahai Dewa Pengatur Nasib. Aku tak memintamu untuk mengubah catatan nasib yang kau tulis, untuk Panglima. Hanya minta saran, barangkali ada cara untuk membuat Panglima tidak terlalu lama menderita? Dengarlah jeritnya di luar sana, sungguh memilukan!”

Dewa Pengatur Nasib diam tak menjawab, dia nampak berpikir dan bingung mencari-cari jawaban yang tepat untuk pertanyaan penguasa akhirat itu. Menjadi tugasnya membuat alam semesta menuntun Panglima mengalami derita yang dia tuliskan, kini dia malah dimintai saran untuk membuat derita itu berkurang.

“Pangkal dari sebab yang membuat Panglima selalu menderita dalam tiap kehidupan adalah cinta, bila dalam menjalani kehidupan Panglima sanggup untuk tak jatuh cinta, mungkin takdirnya akan berubah!” jawab Dewa Pengatur Nasib, membuat wajah Raja Akhirat jadi berbinar.

“Mungkinkah hal itu terjadi?” tanya Raja Akhirat Antusias.

“Sulit, karena langit akan mengarahkan semesta untuk menuntun Panglima jatuh cinta dan menderita. Bisa bisa Panglima akan lebih menderita dari takdir yang harus dia jalani. Saran hamba, sebaiknya Raja Akhirat tak terlibat terlalu jauh, biarlah Panglima menjalani sisa hukumannya dengan wajar, ” jawab Dewa Pengatur Nasib memberi masukan pada Raja Akhirat.

Wajah hitam legam yang tadi berbinar kembali murung mendengar ucapan dari Dewa Pengatur Nasib. Sang dewa benar, sulit untuk menentang kehendak langit terlebih kehidupan yang harus dijalani Panglima Tiang Feng adalah sebuah hukuman dari kerajaan langit. Raja Akhirat menatap kosong keluar jendela, sayup-sayup masih terdengar suara lemah Panglima Tiang Feng yang sudah tak berdaya, membuat Raja Akhirat masih memikirkan cara untuk meringankan derita Sang Panglima.

“Aaaku ta tak mau bereinkarnasi, aaaaku tak mau menderita karena cinta lagi….”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status