Share

Maaf

Duda itu Mantan Pacarku

Part 2

Oleh LinDaVin

"Rey main sama Al di sana, Aunty tungguin di situ. Ingat jangan rebutan main sama-sama," pesanku pada kedua keponakanku itu dengan melebarkan sedikit mata.

"Iya Aunty," sahut kedua bocah itu hampir bersamaan dan langsung berlari ke area mandi bola.

Aku berjalan pelan menuju sebuah bangku yang berada di dekat area bermain itu. Seperti biasa kedua kakak perempuanku sedang berbelanja dan aku bagian menjaga anak-anak mereka. Beruntung dua bocah itu sangat menurut padaku.

Sebuah permainan di ponsel aku pilih untuk menghilangkan jenuh. Sesekali aku melihat ke arah arena bermain untuk mengawasi keadaan Rey dan Al. Mereka terlihat cukup akur hari ini karena aku menjanjikan membeli es krim selepas ini.

"Aen … aen." Pandanganku teralihkan dari layar ponsel pada sosok gadis kecil berkulit putih di depanku.

Lebih kecil dari Rey dan juga Al, aku perkirakan berumur sekitar dua tahunan. Cantik dan menggemaskan dengan balutan baju berwarna pink dan juga sebuah bando di kepala. Terlihat dia sedang menarik-narik rok seorang wanita setengah baya yang berpakaian baby sitter.

Pandanganku mengikutinya sampai sosok kecil itu masuk ke area bermain. Entah apa yang membuatku tersenyum saat melihatnya. Mungkin karena cantik dan membuatku gemas.

"Kenapa dunia ini sempit sekali, tidak di kantor tidak di Mall kamu lagi … kamu lagi." Aku langsung mendongak ke arah suara. Iya dia benar kenapa sempit sekali.

"Mas …." Dengan suara pelan aku menyapa yang berdiri di depanku itu.

"Nungguin anak juga?" tanyanya kemudian.

Belum aku menjawab terdengar suara Al yang seperti sedang menjerit. Buru-buru aku berdiri dan menghampiri kedua bocah yang ternyata sedang berebut mainan itu.

"Aunty bilang apa tadi? kalau masih berantem nggak ada es krim!" Aku pura-pura mengancam dengan mata mendelik.

"Al Aunty, nggak mau gantian," ucap Rey padaku.

"Al balu aja main, Aunty." Al terdengar membela diri.

"Kan ada dua." Aku beranjak mengambil mobil-mobilan yang berada tak jauh dari kedua bocah itu.

"Sudah! Jangan rebutan lagi," ucapku pada Al dan Rey. "Mau es krim kan?!"

"Iya Aunty." Hampir bersamaan keduanya menjawab.

Aku segera beranjak dan ingin kembali ke tempat duduk semula. Hanya saja Mas Satria sudah duduk di sana. Sebenarnya muat untuk dua orang. Akan tetapi, aku merasa enggan dan kurang nyaman. Pria itu bersikap ketus kepadaku, bukan salahnya semua salahku.

Ingin bicara terus terang padanya tapi, aku merasa takut dan juga malu. Tentu keadaan sudah tidak sama lagi seperti dulu. Aku memilih berjalan ke arah sebuah stan minuman yang berada tidak jauh dari tempatku berdiri.

Aku memesan milkshake coklat berukuran jumbo. Cukuplah untuk menemani saat menunggu kedua bocah itu bermain dan kedua kakakku selesai belanja.

"Berapa, Mbak?" tanyaku pada pegawai perempuan berbaju kuning itu.

"Dua puluh lima ribu, Kak," jawab pegawai itu sambil menyodorkan minuman pesananku.

Aku merogoh saku celanaku hanya ada sisa lima ribu. Dalam dompet juga kosong, di dalam tas hanya ada dua ribuan. Aku belum ke ATM dan uang tunai aku pakai tadi untuk membayar biaya masuk di area bermain.

"Mbak … bentar titip dulu, aku mau ke ATM dulu. Em … di lantai ini ada?" tanyaku kemudian.

"Ada, Kak. Di sebelahnya salon AHA yang itu." Aku mengikuti arah jari telunjuk penjaga stan itu dan mengangguk kemudian.

Segera aku berjalan cepat setelah sebelumnya meminta tolong pada penjaga area bermain untuk mengawasi kedua ponakanku. Sebuah gerai ATM berada tepat di sisi kiri salon. Selesai menarik beberapa lembar pecahan uang ratusan aku segera kembali ke stan minuman untuk membayar.

"Sudah dibayar sama Kakak yang itu," ucap penjaga stan sambil menunjuk ke arah Mas Satria.

"Nggak usah … aku bayar sendiri," ucapku kemudian.

"Tapi sudah dibayar, Kak." Penjaga itu tidak mau menerima uangku.

Aku mengangguk mengerti posisinya, segera aku mengambil minuman pesananku dan berjalan ke arah Mas Satria. Selembar uang pecahan berwarna merah masih di tanganku dan aku menyodorkan langsung sesampainya di depan Mas Satria.

"Apa?" tanyanya saat mendongak melihatku.

"Mas bayarin minumanku tadi," jawabku pada Mas Satria.

"Siapa?"

"Mas Satria bayarin minumanku tadi, ini aku ganti uangnya." Aku menyodorkan lebih dekat uang seratus ribuan yang berada di tanganku.

"Siapa tanya."

"Ish …." Aku mendesis kesal.

"Kenapa kesal? Marah? Mau ngambek?" tanyanya beruntun, aku tak menjawab apa pun.

"Harusnya aku dong yang kesal, marah, kecewa." Pria itu kembali menambahkan. Aku membuang pandangan ke arah lain, karena aku tak sanggup melihatnya.

"Ya udah … Mas mau marah? Mau maki-maki aku? silahkan." Aku menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan. Kemudian duduk di samping pria itu.

"Kamu nggak berubah masih sama seperti dulu, kekanak-kanakan, seenaknya sendiri, nggak pernah mikirin perasaan orang lain," ucap Mas Satria sinis dan terdengar begitu kesal.

"Aku kan bukan power rangers," jawabku asal.

"Kamu, ya." Mas Satria terlihat makin kesal.

"Maaf," ucapku kemudian.

Mungkin sekarang saatnya aku harus menyelesaikan hal yang tertunda. Menjelaskan semua hal pada Mas Satria dan meminta maaf kepadanya atas kesalahan dan kebodohanku di masa lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status