Share

Duda Menyebalkan

Author: LinDaVin
last update Last Updated: 2023-10-06 09:23:40

Duda itu Mantan Pacarku

Part 3

Oleh : LinDaVin

"Mas Satria ada waktu? Aku mau bicara serius." Aku menoleh ke samping kiri, tempat dimana Mas Satria duduk.

"Nggak ada, aku sibuk," jawab pria berbadan tegap, berkaos putih itu sambil mengeluarkan ponsel dari tas kecil yang ada di pangkuannya.

"Sibuk ngapain? Kan nggak ngapa-ngapain." Aku sedikit mencembik mendengar jawabannya.

"Apa?" tanyanya ketus sambil melihat ke arahku. "Aku sibuk, kurang jelas jawabanku."

Aku menelan saliva melihat wajah jutek pria yang pernah berbagi hari denganku dulu itu. Tidak ada yang berubah dari wajahnya tetap tampan. Hanya sikapnya yang berbeda seratus delapan puluh derajat. Dulu jangankan marah bicara keras saja tidak pernah.

"Apa?" tanyanya lagi galak dengan alis yang hampir menyatu. "Ngapain liatin kayak gitu?"

"Ish …." Aku mengalihkan wajah dengan bibir manyun kesal. Aku sadar aku salah, tapi, aku juga kesal dia jutek seperti itu.

Untuk beberapa saat kami saling diam, Mas Satria terlihat sibuk dengan ponselnya. Aku memilih sibuk dengan minuman di tangan sambil menebar pandangan ke sekeliling yang cukup ramai. Sesekali melihat Rey dan juga Al yang masih asyik bermain.

Jiwa kepo yang ada dalam diriku mendorong untuk mencari tahu apa yang pria di sampingku sedang kerjakan. Aku memundurkan sedikit tubuh hingga aku bisa melihat layar ponselnya. Ya Tuhan 'Bubble Shoot' … jadi dia sibuk dan tak memberi waktu aku bicara karena sibuk main Bubble Shooter.

Aku merasa sangat kesal, bagaimana bisa dia lebih memilih bermain tembak bola itu daripada bicara denganku. Ah … sudahlah untuk apa aku memberi penjelasan. Lagian jelas-jelas dia sudah berubah, tidak ada gunanya juga. Belum tentu juga dia percaya dengan apa yang aku ceritakan.

"Kamu kenapa?" tanya Mas Satria tiba-tiba sambil melihat ke arah genggaman tanganku. Aku sedang meremas ujung baju, kebiasaan yang aku lakukan saat aku begitu kesal.

"Nggak ada," jawabku ketus, tanpa melihat ke arah pria di sampingku.

"Kenapa kesal?" tanyanya langsung, karena dia memang sangat hafal dengan kelakuanku. "Dah tua juga masih kayak anak ABG aja."

"Siapa tua? Mas yang tua bukan aku. Dah tua main bubble shoot," balasku kesal.

"Kamu ngintip?" tanyanya kemudian, aku langsung menoleh dan menggeleng. 

"Nggak gimana? Tau darimana kalau nggak ngintip?" cecarnya lagi. 

"Udah ah … nggak penting juga dibahas. Katanya sibuk, ya udah. Ngapain peduliin aku." Entah kenapa aku yang menjadi kesal sekarang.

"Peduli? Siapa yang peduli. Jangan ge-er, cuma tanya dibilang peduli. Hah," kilah Mas Satria dengan senyum sinis.

Aku hanya diam menahan kesal dengan menyatukan gigi atas dan bawahku. Menahan untuk tidak bicara apa-apa lagi. Fix … dia sekarang berubah dan menjadi sangat menyebalkan. 

"Ayok ngomong! Malah diam." Aku kembali menoleh saat pria itu menyuruhku bicara.

"Apa?" tanyaku tidak paham dengan maksudnya memintaku bicara.

"Kamu bilang tadi mau bicara serius, gimana sih." Masih dengan wajah jutek dan dagu terangkat pria itu bicara padaku.

"Nggak jadi," jawabku kesal.

"Lah … kenapa kamu yang jadinya kesal?" Masih dengan nada sinis pertanyaan itu keluar dari mulut Mas Satria.

Apakah ada bendera putih disini, sepertinya aku menyerah sebelum berperang. Hatiku sangat kesal, teramat sangat kesal sekali. Kalau ada ungkapan yang lebih dari itu, itulah penggambaran rasa kesalku sekarang.

"Ran …." Suara Kak Sisil terdengar memanggil namaku. Aku langsung menoleh dan mendapati kedua kakak perempuanku itu berjalan mendekat.

"Dah selesai?" tanyaku sambil berdiri menyambut keduanya.

"Sudah, anak-anak mana?" tanya Kak Regina sambil menoleh ke area bermain.

"Itu." Aku menunjuk ke arah Al dan Rey yang bermain di dekat perosotan. 

"Siapa?" tanya Kak Sisil setengah berbisik sambil mengangkat alisnya. Setengah berbisik karena jarak yang dekat sepertinya Mas Satria mendengar suara Kak Sisil.

"Nggak kenal," jawabku sambil melihat ke Mas Satria yang langsung melotot mendengar jawabanku.

"Ya udah, panggil anak-anak," suruh Kak Sesil kemudian aku mengangguk dan segera beranjak.

Beruntung kedua kakak perempuanku itu cepat selesai dengan belanjanya. Tidak seperti biasanya yang betah berlama-lama. Mungkin karena masih pertengahan bulan, mungkin. Apa peduliku, yang penting aku bebas dari pria menyebalkan itu.

"Yakin nggak kenal?" tanya Kak Regina disela waktu menunggu pesanan makanan di sebuah gerai fast food.

"Kayaknya kalian sudah saling kenal." Kak Sisil menambahkan.

Meskipun aku lama berhubungan dengan Mas Satria aku memang belum pernah mengenalkan dia pada keluargaku. Aku dilarang pacaran sebelum selesai kuliah. Jadilah aku tidak pernah bercerita pada siapapun termasuk kedua kakak perempuanku ini.

"Ngapain dibahas sih?" tanyaku merasa risih dan tidak nyaman.

"Yah … gimana yah. Dah waktunya loh, umur kamu dah waktunya nikah." Kak Sisil beralasan.

"Masih dua lima juga, di kantor banyak yang di atas aku belum nikah," balasku, sama-sama beralasan.

"Roni gimana?" tanya Kak Sisil lagi dengan senyum usil dan alis terangkat.

Roni teman satu kantor, dia bekerja dengan posisi  marketing head. Beberapa kali mengantarku pulang, dan kedua kakakku ini sudah cukup mengenalnya dengan baik.

"Apaan cuma teman," jawabku manyun.

Kedua kakakku itu malah tertawa melihat respon yang aku berikan. 

"Ehh … tapi, Kakak lihat sepintas kalian mirip loh," ucap Kak Regina tiba-tiba.

"Mirip siapa?" tanyaku bingung.

"Pria yang tadi, yang duduk di samping kamu," jelas Kak Regina.

"Oh … duda jutek itu? Mirip dari mananya," protesku.

"Kok tau kalau duda?" tanya Kak Sisil kemudian, kedua kakak perempuanku itu saling berpandangan.

Ampun aku keceplosan, lagian kenapa juga pria itu berada disana. Apa yang dia lakukan disana tadi? Apa menunggu anaknya? Aku menggaruk kepala yang sebenarnya tak gatal. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Danta 2 End

    Pandanganku terhenti pada sosok yang cukup aku kenal, meski mungkin dia tidak mengenalku. Satria, pria dari masa lalu Rania istriku terlihat berada di depan ruang praktek dokter Anna. Di sampingnya terlihat seorang perempuan berperawakan kecil seperti anak SMA, yang jelas itu bukan istrinya yang dulu. Karena kalau istrinya yang dulu aku sempat tahu saat dirawat disini.Tidak mungkin adiknya juga karena setahuku adiknya sudah meninggal, itu aku dapat dari cerita Rania. Apa mungkin itu istrinya dan Satria sudah menikah lagi, tetapi, perempuan itu terlihat sangat muda. Keduanya seperti sedang menunggu antrian periksa di dokter Anna di poli kandungan.Hamil?Kenapa jadi aku yang kepo dan ingin tahu, sudahlah. Aku melanjutkan langkah untuk menuju ruang praktekku. Kalau pun itu memang benar istrinya dan sekarang hamil itu akan lebih baik. Berarti Satria sudah menemukan kebahagiaannya sekarang. Aku tahu masih ada rasa bersalah atau apalah yang Rania rasakan selama ini

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   End Danta Pov 1

    PoV Danta Aroma wangi masakan menguar dan menghampiri Indera penciumanku saat aku berjalan mendekat ke arah dapur tempat Rania berada sekarang. Selepas salat Subuh tadi dia sudah berkutat di dapur untuk mengeksekusi resep masakan yang baru dilihatnya semalam di sebuah channel youtube. Wanita yang sudah hampir setahun aku nikahi itu memang punya kegemaran baru sekarang, yaitu mencoba resep masakan. “Wangi banget,” ucapku saat memasuki dapur, Rania menoleh dan tersenyum.“Semoga nggak keasinan lagi seperti kemarin,” jawab Rania dan kembali menarik pandangannya ke arah panci di depannya.Aku tersenyum mengingat kejadian kemarin, entah berapa sendok garam yang dia masukkan ke dalam masakannya. Kalau ada pepatah buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya, hal ini tidak berlaku untuk Rania. Mama mertuaku pintar memasak dan enak bahkan pernah membuka catering juga cerita Rania, tetapi, berbenda dengan anak perempuannya yang juga istriku ini. Tetapi, R

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 22

    Duda itu Mantan PacarkuPart xtra 22*** Ketukan di kaca mobil sontak membuat dua insan yang tengah terbuai dalam debar asmara itu saling menjauhkan diri satu dengan yang lain. Wajah keduanya menghangat seketika dengan debaran di dada yang semakin kencang terasa. Aletha lekas menurunkan kaca mobil saat melihat keluar telah berdiri sahabatnya, Titan yang mengetuk pintu mobil Satria.“Ada apa?” tanya Aletha yang masih sedikit gugup kaget.“Jangan lewat sepanjang jalan Plaosan Timur ada kegiatan warga nutup jalan katanya, nanti lurus aja terus masuk ke kiri selepas lampu merah dekat pom bensin.” Titan memberi tahu kondisi jalan yang akan mereka lewati nanti ke tempat acara syukuran yang diadakan di sebuah restoran.“Oh … gitu, okay. Ya udah ini mau langsung ke sana.” Aletha mengangguk mengerti, Satria yang duduk di belakang kemudi ikut mengangguk.Sepasang pengantin baru itu tengah menetralisir perasaannya masing-masing karena

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 21

    Sepertinya ini adalah persiapan pernikahan tercepat dari sebelumnya yang pernah aku lakukan, karena setelah aku melamar Aletha hanya butuh waktu kurang dari 2 minggu saja sampai hari yang di tentukan, yaitu hari ini. Aku dan Aletha sepakat untuk menikah di Masjid samping KUA dengan disaksikan keluarga dekat saja, tidak ada resepesi yang akan digelar karena Aletha tidak menghendakinya. Keluarga Aletha hanya mengundang kerabat dekat untuk syukuran selepas ijab kabul.Ini bukan yang pertama, bukan juga yang kedua aku akan mengucapkan kalimat sakral sebuah janji suci, tetapi, aku berdoa ini menjadi yang terakhir aku melakukannya. Aku tidak ingin mengulang lagi untuk suatu masa nanti, biarlah kegagalan pernikahanku dulu menjadi sebuah pelajaran yang berharga untukku. Hari Sabtu jam 9 pagi ini kesendirianku akan aku akhiri dan aku akan membuka sebuah lembaran baru dengan cerita baru.Aku menyetir sendiri dan mempersiapkan semuanya sendiri, kemeja putih dengan jas d

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 20 Aletha

    Pov Aletha *** [Dari kantor aku langsung ke rumahmu] [Aku sudah OTW] Aku membuka aplikasi chat berlogo warna hijau di ponselku, dua pesan masuk dari Mas Satria yang biasa aku panggil dengan sebutan Om itu beberapa waktu yang lalu. [Iya, hati-hati di jalan] Sebuah kalimat balasan aku kirimkan kemudian, belum terbaca setelah beberapa detik. Mungkin dia sedang menyetir. Aku kemudian meletakkan ponselku di meja dan beranjak ke lemasri untuk memilih baju yang akan aku kenakan. Masih merasa aneh dengan semuanya, serasa mimpi, tapi, bukan mimpi. Bahkan beberapa hari yang lalu pria itu masih sangat ketus padaku, tapi, entah apa yang terjadi padanya hinga dia sampai mengatakan hal itu. Lalu bagaimana denganku? Aku juga tidak tahu kenapa mengatakan iya, tapi, aku juga sedang tidak main-main denga

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 19

    “Tidak.” Aku menggeleng meski Pak agus juga tidak akan melihatnya. “Kami tidak sedang mencari tempat pelarian, tetapi, mencari tempat untuk kami bisa saling mengisi dan melengkapi,” jawabku kemudian. “Aku mengerti, aku senang dengan hal ini. Aku menganggapmu bukan hanya rekan kerja, lebih dari itu dan Aletha adalah keponakan kesayanganku. Yang aku minta jangan pernah membuatnya patah lagi dan berbahagialah kalian. Aku akan bicara dengan mamanya Aletha setelah ini. Lebih cepat juga lebih baik daripada ada apa-apa nanti kalau ditunda- tunda.” Pak Agus memberikan dukungannya dan aku merasa lega untuk itu. Sekarang tinggal bicara lagi dengan Aletha untuk mempersiapkan semuanya dengan lebih matang. Mungkin aku hanya bisa pergi sendiri saat nanti mengutarakan niatku kepada keluarga Aletha karena di kota ini aku tidak memiliki keluarga selain Ibu saja. Aku menutup panggilan selepas mengucapkan salam, sudah jam 6 lebih dan aku haru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status