Share

Atasan Duda Itu Mantan Pacarku
Atasan Duda Itu Mantan Pacarku
Penulis: LinDaVin

Bertemu Mantan

"Dah dengar belum kalau wakil kepala cabang yang baru itu duda baru?" Tika yang duduk di depanku memulai obrolan di sela istirahat siang.

"Baru lulus dari Pengadilan Agama." Wina yang duduk di sampingku menambahkan.

Aku hanya mendengar obrolan kedua sahabatku itu sambil menikmati bekal makan siang yang kubawa. Sebuah ruangan di belakang kantor memang digunakan beberapa karyawan saat istirahat makan siang. Tiga buah meja ditata memanjang dikelilingi sejumlah bangku.

"Mbak Win … ini pesanannya, cabe mabelas kan?!" Aji, seorang OB kantor datang dengan membawa bungkusan berisi rujak cingur pesanan Wina.

Obrolan sesaat berhenti ketika Aji datang. Wina terlihat langsung membuka pesanannya setelah Aji keluar ruangan.

"Denger-denger sih masih muda, ganteng pula," cerita Tika kemudian dan obrolan kembali berlanjut.

"Iya aku dengernya gitu. Wah, bakal betah nih, di kantor. Hahaha." Wina menambahkan yang diakhiri suara tawa keduanya.

"Ish … asik banget makanya?" Wina mendekatkan tubuhnya ke arahku. "Pantesan hmm mau."

Melihat rendang jamur di kotak bekalku Wina langsung mengarahkan sendoknya. Aku sedikit menarik tubuh ke belakang agar dia lebih leluasa.

"Hmm enak," ucap Wina dengan masih mengunyah.

"Telen dulu baru ngomong," ucapku melihat kelakuan sahabatku itu. "Udah?" tanyaku saat dia kembali ke posisi duduknya semula.

"Udah … ntar rujaknya nggak kemakan lagi," jawab Wina sambil membuka kertas bungkus berwarna coklat di depannya.

Aku kembali menyantap makanan yang aku bawa. Mama membawakan bekal dengan lauk rendang jamur, sambal ijo padang dan juga daun ubi yang hanya direbus. Mama suka memasak dan dengan bekal aku bisa lebih berhemat.

Seperti biasa selepas makan siang kami melanjutkan dengan salat Zuhur di Mushola yang berada tak jauh dari ruang makan. Hari ini Wina sedang tidak salat jadilah aku dan Tika saja yang ke Mushola.

"Mau jamaah?"

Suara seorang pria membuatku dan Tika yang sedang mengenakan mukena menoleh bersamaan. Ada yang tersentil tiba-tiba di dalam dadaku saat pandanganku beradu dengan pria yang berdiri di ambang pintu Mushola itu. Hal yang sama sepertinya terjadi pada pria itu.

"Bo-boleh." Suara Tika memecah keheningan yang sesaat tercipta. "Silahkan," lanjut Tika mempersilakan pria tersebut untuk maju.

"Kenapa?" Senggolan tangan Tika saat pria itu sudah berada di depan membuatku tersadar dan aku hanya menjawab dengan gelengan.

Jujur, sepanjang salat aku sedikit tidak khusyu ini sangat tidak baik. Perasaanku yang semula baik-baik saja sekarang berubah menjadi kacau.

"Kayaknya itu deh wakil kepala cabang yang baru," ucap Tika selepas salat dan pria itu sudah keluar dari Mushola. "Beneran ganteng, ya?!"

Aku hanya tersenyum tanpa menjawab apapun. Iya, memang tampan Tika tidak salah. Hanya saja perasaanku berubah menjadi tidak nyaman dan kacau sekarang. Kenapa dunia begitu sempit sehingga kami bertemu lagi.

Satria Panji Wibawa pria yang aku kenal delapan tahun yang lalu. Saat aku pertama kali menginjakkan kaki di Jogja untuk melanjutkan kuliahku di usia tujuh belas tahun. Pria yang akhirnya dekat dan menjadi kekasihku sebelum perjodohanku datang empat tahun yang lalu.

Cukup lama kami menjalin hubungan dari dia kuliah sampai dia bekerja. Semuanya berakhir saat Papa memintaku menikah dengan anak temannya sebagai permintaan sebelum beliau meninggal. Aku kembali ke Malang dan mengakhiri hubungan dengan sebuah drama.

Wajar aku menangkap kesakitan dalam sorot mata Mas Satria. Wajar dia tidak menegurku dan seolah-olah tidak mengenalku. Yah … semua salahku memang tidak punya nyali untuk mempertahankan hubungan.

•••

"Kamu apa kabar?"

Aku mendongak mendengar suara yang sangat aku hafal dan masih melekat dalam ingatanku.

"Ba-baik. Mas Satria apa kabar?" tanyaku sedikit tercekat.

Aku sedang menunggu Arya adikku, motorku tadi pagi tidak bisa dinyalakan. Sebuah bangku di dekat pos security aku gunakan untuk duduk menunggu. Jujur aku sedikit gugup dan merasa tidak nyaman dengan suasana yang tercipta.

"Tidak sebaik kamu. Nunggu siapa? Suami kamu?" tanya pria itu dengan nada yang terdengar ketus dan tatapan dingin menusuk.

"Bu-bukan, lagi nunggu adik." Aku menjadi gagap karena tatapan Mas Satria yang seolah menusuk dasar hatiku terdalam.

"Sepertinya kita akan bertemu setiap saat, tapi, sepertinya aku malas melihatmu. Ada pikiran untuk pindah kerjaan?"

"Mas masih marah?" tanyaku pelan.

"Mau bareng?" Roni yang baru keluar dari ruang absen menghampiriku. Sesaat melihat ke arah Mas Satria yang berdiri di sampingku.

"Sudah dijemput Arya, makasih yah," jawabku ke Roni dengan memaksakan senyumku.

"Kan bisa ditelpon dulu," ucap Roni lagi.

"Iya tapi …." Aku tak menyelesaikan kalimatku untuk Roni saat melihat Mas Satria beranjak pergi dan berjalan menuju mobilnya.

Aku terdiam dan hanya menghela napas panjang. Sepertinya Mas Satria masih menyimpan dendam padaku. Sepengetahuannya aku telah mengkhianatinya dengan selingkuh sampai aku hamil. Itu semua aku lakukan agar dia membenciku. Dan semua itu berhasil, Mas Satria benar-benar membenciku.

Apakah aku benar-benar menikah? Sepertinya aku mendapat karmaku. Pria yang Papa jodohkan denganku menghamili perempuan lain. Rencana pernikahan yang sudah disusun oleh kedua keluarga tinggalah rencana. Aku bersyukur waktu itu karena aku memang tidak ingin menikah sebenarnya.

Hanya saja saat aku ingin kembali menjelaskan kepada Mas Satria aku kehilangan jejak. Nomor ponsel dan semua media sosialnya yang aku tau raib. Saat aku mencari tahu ke kantornya dia juga sudah keluar. Aku mengira dia kembali ke Bengkulu karena sepengetahuanku orang tuanya tinggal disana.

Sekarang kami bertemu kembali setelah sekian lama.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ery d'Roses
ceritanya bagus menarik
goodnovel comment avatar
Nesvi Putry Vhye
Alhamdulillah rilis juga novel yang ditunggu tunggu ... semangat Kaka ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status