Share

Awalnya Terpaksa Akhirnya Terjerat
Awalnya Terpaksa Akhirnya Terjerat
Penulis: Goresan assa

Menangis

Awalnya Terpaksa Akhirnya Terjerat

Bab 1 (Menangis)

Seorang wanita paruh baya berjalan anggun menghampiri rumah berlatar minimalis. Ia bernama Lisa, berpakaian serba mewah, tas branded keluaran terbaru, tak lupa perhiasan yang terlihat menyilaukan setiap pasang mata yang memandang.

Sampai di depan pintu berwarna coklat tua, tangan Lisa menggebrak kuat. Tak ada kata salam maupun kalimat permisi, wanita bergaya sosialita itu langsung berteriak kencang.

"Buka pintunya! Saya tahu kalian semua ada di dalam."

Fira, anak sang pemilik rumah yang sedang mencuci sepatu ketsnya terlonjak kaget mendengar suara teriakan dari depan rumahnya, kemudian gadis berusia dua puluh tiga tahun itu mencuci tangan yang penuh busa sabun dan segera melangkah ke depan.

Sedangkan Sarah, mama Fira langsung mematikan kompor lalu menyusul.

Ketika Fira membuka pintu, gadis itu langsung menerima tamparan keras dari tamu yang berteriak sedari tadi.

Sarah, mama Fira, yang juga baru datang, kaget bukan main melihat anak gadis satu-satunya diperlakukan kasar oleh seseorang yang baru pertama kali dia lihat itu.

"Saya peringatkan sekali lagi sama kamu, jauhi anak saya! Belum puas kamu morotin harta keluarga saya?!" teriak Lisa sembari menunjuk wajah Fira yang sedang memegang pipinya.

"Maaf, Bu, ini ada apa, ya? kenapa Ibu datang-datang langsung mukul Fira anak saya, memang dia salah apa sama Ibu?" tanya Sarah yang tidak tahu duduk permasalahan.

Lisa tersenyum mengejek melihat penampilan kucel mereka, ‘memang tidak pantas Bagus bersanding dengan Fira, liat saja gaya mereka, kuno,’ batin Lisa dalam hati.

"Kamu ibunya Fira?" tanya sinis Lisa tajam kemudian berganti menunjuk wajah Sarah, "Tolong Kamu suruh anak kamu yang kegatalan ini buat jauhi Bagus, keluarga kalian itu nggak selevel dengan keluarga saya!"

Sarah terdiam mendengar hinaan Lisa, kemudian melirik Fira yang hanya tertunduk pasrah.

"Saya ingatkan sekali lagi sama kamu, Fira! Jauh-jauh dari Bagus. Kamu itu cuma bisa morotin aja, dasar keluarga miskin!" Lisa mengambil sesuatu dari tas mewah yang dipegang kemudian memakainya, sebuah kacamata hitam yang harganya setara dengan harga motor matic keluaran terbaru. Sebelum melangkahkan kakinya pergi dari rumah kekasih sang anak, ia terlebih dahulu memberikan sebuah amplop coklat berisi sejumlah uang pada Fira.

"Ini buat kamu. Tolong kamu enyah dari kehidupan anak saya."

Fira menampik amplop tersebut.

"Anda tidak usah khawatir, Bu. Bawa kembali uang ini, saya tidak butuh! Saya janji secepatnya akan memutuskan hubungan saya dengan mas Bagus," ujar Fira tegas pada wanita yang sudah sering kali menghinanya itu.

****

"Pa, tadi ada ibu-ibu yang ngamuk tadi di rumah kita," cicit Sarah saat suaminya baru saja pulang bekerja.

"Siapa, Ma? " Heran Winata, papa kandung Fira.

"Ibunya si Bagus," balas Sarah sembari meletakkan cangkir kopi yang masih mengepulkan asap ke atas meja.

"Bagus pacarnya Fira?"

Sarah mengangguk, "Benar, Pa, dia minta Fira jauhi Bagus. Orangnya songong banget, apa dia nggak tau kalau justru anaknya yang ngejar Fira sampai tergila-gila?"

"Terus, sekarang Fira gimana?" Winata menyesap sedikit kopi yang sudah dihidangkan sang istri. Kemudian melanjutkan ucapannya, "Apa Fira mau mutusin Bagus?"

"Kayaknya mau, Pa … menurut Mama, mending kita terima saja usulan dari teman Papa itu yang mau jodohin anak mereka, dari pada keluarga kita dihina bu Lisa terus."

"Tapi apa Firanya mau, Ma?"

"Nanti kita bilangin pelan-pelan, Pa, kayaknya dia nggak bakalan nolak deh."

"Mudah-mudahan aja ya, Ma, soalnya aku sama pak Rahman sudah lama ingin jadi besan. Lagipula kasihan anak kita kalau difitnah begitu sama keluarga Bagus.

******

Suasana butik tempat Fira bekerja siang ini memang cukup ramai. Lalu lalang kendaraan bermotor yang ada di jalan raya depan butik pun cukup padat.

Gadis cantik berhijab itu hanya melamun. Seharian ini ia tampak tak bersemangat, tenaganya hilang tak bersisa. Gadis yang baru saja putus dari pacarnya itu terus memikirkan bagaimana cara agar kedua orang tuanya tidak jadi menjodohkan. 

Kabur dari rumah tidak mungkin, dia takut kelaparan di jalan, dan jadi gelandangan yang berkeliaran. Maskipun bukan gadis baik berhati putih bersih bak peri di TV, Fira juga masih takut kualat pada orang tuanya. Ia mendesah pasrah di antara tumpukan baju yang baru saja datang dari pabrik, hingga sebuah suara mengagetkannya.

"Kerja, kerja! jangan ngelamun mulu. Di sini dibayar buat kerja, bukan buat bengong," sindir Bu Veronica pemilik butik tempat Fira bekerja.

 

"Iya, Bu, maaf," lirih Fira pada sang bos. 

"Ya sudah cepat lanjut kerja sana! Di depan banyak pembeli." 

Gadis itu hanya mengangguk kemudian berjalan meninggalkan sang bos yang masih menunjukkan wajah galak.

Dengan langkah gontai Fira menghampiri sekumpulan ibu-ibu paruh baya yang sedang memilih pakaian yang mereka suka.

****

Sore harinya  

Sepulang bekerja hari ini Fira merasa tidak bersemangat, pikirannya benar-benar kacau. Pertemuan terakhirnya dengan sang kekasih selalu berlarian di kepala, mencuri sebagian angan-angan. Bagaimana tidak? Fira harus memutuskan Bagus karena paksaan dari Lisa, padahal keduanya masih saling mencintai.

Setelah memakirkan motor matic sepulang ia bekerja, Fira kemudian berjalan gontai menuju kamar. 

Gadis yang baru saja lulus kuliah itu langsung menghempaskan tubuh di atas kasur. Wajahnya dia benamkan di atas bantal. Gadis itu kemudian menangis, Fira tak pernah menyangka kalau jalan hidupnya akan berliku-liku seperti pemeran utama dalam sinetron yang sering ditonton mamanya dalam layar kaca.

Tak lama setelahnya, suara ketukan pintu dari luar disusul suara teriakan sang Mama membangunkannya.

"Nduk, Mama masuk, ya! Mama mau ngomong sebentar sama kamu," ujar sang ibu dari luar kamar.

Meskipun enggan, Fira tetap mengijinkan Sarah masuk.

"Masuk aja, Ma, gak dikunci kok!" teriak Fira dengan isak yang tertahan berusaha menyembunyikan tangisnya di depan Mama.

Sarah kemudian masuk ke kamar sang putri, kemudian duduk di samping Fira. Tangan wanita yang sudah melahirkan dua anak itu terulur naik turun mengelus punggung anak bungsunya, kemudian membawa tubuh Fira ke dalam pelukan.

"Mama tahu ini berat buat kamu, Nduk, tapi ini juga untuk kebaikan kamu! Apa kamu ingin kalau keluarga kita dihina sama bu Lisa terus? Kamu pikir-pikir lagi, ya?" tutur Sarah pada Fira yang kini sedang berusaha menyeka air mata.

"Mama sama papa jodohin kamu sama dia supaya kamu gak sedih terus, Nduk," tambahnya lagi sembari merapikan anak rambut Fira.

"Tapi kan Ma, kenapa aku harus dijodoh-jodohin segala sih, aku kan nggakak kenal sama orangnya," cicit Fira meragu. 

"Nanti kalau orangnya jorok gimana, Ma? Aku gak mau," tambah  Fira sambil berdigik ngeri membayangkan hal tersebut.

"Ma, aku nggak apa-apa putus sama mas Bagus biar kita gak dihina sama bu Lisa, tapi gak harus dijodohin juga ‘kan?" Fira masih berusaha merayu sang Mama agar membatalkan perjodohan tersebut.

"Dino itu baik, Nduk, Mama udah pernah ketemu orangnya. Dia juga lebih cakep dari pada mantan kamu itu."

"Apa Mama pikir modal cakep aja bisa jamin bahagia? kalau orangnya songong, gimana? Kalau dia suka main tangan, kasar, sok tahu, jorok, atau suka kentut sembarangan gimana, Ma? Pokoknya aku nggak mau!"

"Hush! kamu itu, ngawur banget!" seru Sarah, sedangkan Fira hanya meringis menunjukkan gigi putihnya.

Fira bangun dan duduk di samping sang Mama, kemudian memeluk wanita itu dari samping. Sarah mengurai pelukan, kemudian mengambil tissue yang berada tak jauh dari mereka.

Diusapkan tissue yang baru dibeli itu pelan ke wajah Fira yang penuh air mata, dia tahu sang anak telah dilanda duka yang mendalam. Baru semalam memutuskan sang kekasih, hari ini dia dipaksa untuk menerima pinangan lelaki lain.

Sebenarnya Sarah dan Winata tak tega memaksakan perjodohan, tapi hinaan dari keluarga mama Bagus benar-benar membuat harga diri meraka direndahkan.

Setelah melakukan pelukan dramatis, Sarah berucap lembut, "Nduk, Mama harap kamu selalu bahagia, ya!"

dielusnya pucuk hijab sang putri sambil menitikan air mata.

"Udah dong, Ma, kok malah jadi Mama yang nangis, ‘kan aku yang baru putus," kata Fira dengan senyum, jemari tangannya bergerak lincah menghapus air mata sang Mama.

"Kami terpaksa menjodohkan kamu, Nduk. Mama gak mau anak Mama dihina terus sama orang," tutur Sarah sambil menangis. Tiba-tiba bayangan anak bungsunya yang sering di hina orang tua sang pacar berkelebat di kepala.

"Dino itu baik, Nduk, keluarganya juga sangat baik. Mama dan papa kenal baik sama mereka. Dino juga ganteng. Meskipun dijodohkan Mama tetap milihnya yang bening dan muda, gak kayak Datuk Maringgit lah," ujarnya masih dalam mode merayu dengan air mata yang entah asli atau palsu, hanya Sarah dan Tuhan yang tahu. 

"iya, Ma, Fira mau. Mama udahan dong nangisnya," bujuknya.

"Benar, kamu mau dijodohin?" Sarah mendadak girang, terasa ribuan kupu-kupu bertebaran dalam hatinya.

Fira terdiam, gadis itu hanya bisa mengangguk dipelukan sang Mama. 

‘Akhirnya mau juga nih anak! Lumayan juga akting aku,’ batin Sarah bahagia.

*******

"Pa! Papa!" teriak Sarah memanggil sang suami.

"Apaan sih, Ma? gak usah teriak-teriak gitu deh. Papa gak budek, ini baru kelar nyuci mobil," seru Winata gemas dengan tingkat heboh istrinya.

"Pa, akhinya Fira mau kita jodohin sama anaknya pak Rahman!"

"Bener itu, Ma? ya Allah, alhamdulillah.” Saking bahagianya sepasang suami istri itu berpelukan seperti anak muda yang baru saja jadian. 

"Ya udah, Papa cepat hubungi calon besan kita."

Hari ini Fira mencoba membuka lembaran baru, mengubur semua kenangan indahnya dengan Bagus.

Meski dalam hati Fira masih sangat mencintai  Bagus. Tapi hiinaan Ibu Lisa benar-benar mengoyak harga dirinya dan keluarga. 

Ibu Lisa seenaknya saja bilang kalau Fira itu cewek matre yang bisanya hanya memanfaatkan harta keluarga Ibu Lisa , padahal hanya karena Bagus pernah memberikannya HP dan laptop. 

Sebenarnya Fira sempat menolak pemberian itu. Namun karena gadis berhijab itu sedang butuh- butuhnya, akhirnya dia terima.  Untuk menunjang semua tugas kuliahnya.

Semalam kedua benda itu dan semua hadiah pemberianBagus sudah dikembalikan pada seseorang yang tiga tahun belakangan ini sudah menemati hari-hari Fira.  Meskipun gadis cantik itu juga sedih, karena semalam juga berakhirlah kisah cinta mereka yang sudah mereka perjuangkan selam ini.

Fira jelas-jelas sedih dan terluka dengan putusnya hubungan cintanya denga Bagus. Tapi dia juga berpikir mungkin takdirnya  dengan Bagus hanya sampai di sini saja.Semoga dengan jalan ini Fira  berharap akan bahagia dengan orang lain, begitu pula harapannua untuk Bagus.

***

Seperti biasanya pagi ini Fira sudah bersiap-siap untuk pergi bekerja di butik, gadis yang berperawakan mungil itu melangkah pelan ke meja makan. Namun sampai di sana Fira sempat terpana melihat seluruh hidangan yang tertata rapi di atas meja berbahan kayu tersebut.

Semua menu makanannya adalah makan kesukaannya semua, sesaat Fira tampak sangat bahagia. Namun, tiba-tiba gadis cantik itu jadi curiga.

"Nduk nanti malam siap-siap ya!" ucap Sarah saat Fira mendudukkan dirinya di kursi.

"Memang kenapa Ma?" Fira menjawab sambil mengabsen satu-satu makanan di atas meja dengan matanya.

"Kamu lupa ya Nduk semalam Mama kan sudah bilang kalau nanti malam keluarganya Bapak Rahman mau kesini, mereka mau kenalan sama kamu Nduk!"

Fira yang baru saja memasukkan nasi goreng pedas dalam mulutnya, jadi terdiam.

"Jadi karena ini makanya Mama masak spesial hari ini," gumam Fira dalam hati.

"Loh kok malah melamun to Nduk," tanya sarah pada putrinya yang belum juga mengunyah nasi dalam mulutnya, Sarah kemudian mengulurkan  segelas air putih pada Fira, yang langsung diminumnya hingga tandas tak bersisa.

 

"Mah ... Mama ... !" lirih Fira mengiba, " Batalin aja ya!"  gunam Fira dengan raut wajah yang dia buat semelas mungkin agar keduanya membatalkan acara nanti malam.

"Kamu kemarin udah bila mau loh, kok sekarang main batalin-batalin aja, mau ditaroh di mana muka orang tuamu ini. Jadi anak itu mbok ya sekali-kali nyenengin orang tua, bukannya malah bikin malu saja bisanya," bentak Sarah keras, kedua netranya bahkan melotot tajam pada sang putri. Karena kesal wanita paruh baya itu lalu beranjak pergi  dari meja makan.

"Waduh gawat nih, kayaknya Mama, beneran marah sama aku, belum pernah aku lihat Mama semurka itu. Kenapa takdik hidupku semenyedihkan ini," gumam Fira dalam hati sembari menatap namar pada makanan favoritnya yang bahkan belum sempat dia sentuh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status