Share

Bab 18

Kejadian tak terduga pagi itu hampir membuat Sharon terlambat masuk kerja. Saat ia mencapai kantor, ia langsung diberitahu bahwa ia dipanggil Presiden Zachary.

Simon telah memintanya menjadi penanggung jawab proyek Mountain Linguistic City milik kantor. Mungkin ia ingin tahu progresnya.

Sharon tiba di kantor presiden. Simon sedang duduk di kursi putar kulit, sibuk menangani dokumen. Ia mengenakan setelan yang dijahit dengan tangan yang dibuat khusus agar pas. Itu membuatnya terlihat sangat tampan.

"Presiden Zachary." Sharon melangkah ke depan meja kantor.

Simon mengangkat kepalanya, menatapnya dan menyipitkan mata hitamnya. “Wajahmu kenapa?”

Sharon kaget. Meski sudah diobati dengan salep, ternyata bengkaknya masih terlihat jelas.

Ia tidak ingin membiarkan Simon tahu Fiona telah menemuinya. Simon pernah bilang ia tidak ingin terjebak dalam dendam antara Sharon dan Howard.

Karena itu, mau tidak mau ia berbohong, "Saya tidak sengaja tersandung dan jatuh."

Mata Simon meredup. Ia tidak punya niat untuk memberitahu bahwa ia paham Sharon telah berbohong. Itu hak ia untuk mau atau tidak mengatakan hal yang sebenarnya.

"Bagaimana persiapan Anda untuk proyek Mountain Linguistic City?" tanya Simon.

"Saya sudah survey pengenalan proyeknya, dan rencananya hari ini saya akan ke lokasi untuk lihat-lihat," kata Sharon.

"Pas dong, saya juga mau kesana. Kamu ikut saya kalo gitu," katanya sebelum meletakkan pena di tangannya; pena yang bisa digunakan untuk menandatangani dokumen. Simon bangkit dan mulai bergegas.

Di sisi lain, Sharon yang masih bingung tetapi cepat menenangkan dirinya kembali. Dengan cepat menjawab, "Ok pak."

Kemudian mengikuti Simon dan meninggalkan kantor lalu menuju lokasi proyek Mountain Linguistic City.

Lokasi bisnis terdiri dari hotel, kompleks hiburan, dan kompleks perbelanjaan, dan Sharon bertanggung jawab atas desain interior hotel.

Setelah mereka berdua tiba, manajer lokasi menyambut mereka. Manajer melapor ke Simon terkait kemajuan proyek.

Sementara itu, Sharon berdiri disamping dan membuat catatan sambil mengamati kondisi sekitar.

Saat manajer masih tengah menjelaskan, seorang pekerja menyela pembicaraan tersebut; karena butuh nasihat untuk memecahkan masalah. Simon lalu mengizinkan manajer pergi untuk menyelesaikan masalah.

Tidak lama kemudian, Sharon dan Simon mengunjungi kompleks pertokoan yang baru saja selesai dibangun. Ada pekerja di aula utama di lantai pertama yang memasang lampu gantung.

Semua orang begitu sibuk bekerja hingga tidak ada yang memperhatikan kehadiran mereka. Tiba-tiba, ponsel Simon berdering sehingga harus meminta Sharon menunggunya sementara ia berjalan ke sudut ruangan untuk menjawab panggilan.

Simon berdiri di koridor tidak jauh dari Sharon untuk berbicara dengan seseorang di telepon. Sementara Sharon mulai paham konsep dasar tempat itu, dan lalu mulai memikirkan proposal desainnya.

Kebetulan, dilihatnya lampu gantung di atas kepala Simon yang baru saja dipasang bergetar kuat karena ditiup angin.

"Wah bahaya banget." Tanpa sadar, Sharon ingin mengatakan ke Simon untuk pergi dari sudut itu. Namun, sebelum ia sempat mengatakannya, lampu gantung itu jatuh!

"Hati-hati!" Ia bergegas mendekat dan mendorong Simon menjauh secara refleks.

Bang!!

"Argh!" Sharon menjerit kesakitan.

"Sharon!" Simon meraihnya dan melihat kaki Sharon terluka, darah mengalir di bawahnya. Lampu gantung telah menabraknya ketika jatuh.

Melihat bagaimana Sharon terluka demi dia, hatinya tercubit. Tiba tiba Simon merasakan hawa dingin merayapi tubuhnya.

"Kenapa kamu malah ke sini?" Ia mengerutkan kening dan memarahi Sharon.

Sharon menatapnya dengan polos. "Kalo saya gak kesini, lampu itu sudah jatuh tepat di kepala Bapak.” Sharon berpikir Simon berlebihan, padahal ia hanya berniat menyelamatkan dari bahaya

"Kamu pikir saya bodoh?" kata pria galak.

Lalu, manajer tiba setelah menyelesaikan masalah sebelumnya. Di lain sisi, orang-orang berkumpul di tempat kejadian setelah mendengar keributan itu.

Simon menatap manajer dengan ekspresi dingin. "Siapa yang bertugas pasang lampu di sini?"

Manajer itu sangat ketakutan dengan nada bicara Simon dan mulai tergagap, "Saya... saya akan segera memeriksanya."

"Pecat orang itu. Selain itu, pecat juga siapa pun yang bertanggung jawab atas area ini!" Ia tidak membutuhkan pekerja yang tidak melakukan pekerjaannya dengan serius.

Setiap orang yang mendengar ini menarik napas dalam dan dingin. Sharon mengerutkan kening. 'kok galak banget ya?'

"Ya, Presiden Zachary," kata manajer dengan kepala tertunduk. Keningnya basah oleh keringat dingin.

Simon tidak berkata apa-apa lagi lalu membawa Sharon pergi untuk meninggalkan lokasi dengan langkah besar. Wajahnya gelap.

Sharon dikirim ke rumah sakit terdekat oleh Simon.

Seorang dokter merawat lukanya di sana. Untungnya, itu cedera ringan. Namun demikian, luka itu bisa saja jadi terinfeksi kalau tidak ada tindakan pencegahan yang diambil.

Pada saat itu, Sharon duduk di ranjang rumah sakit. Bagian tubuhnya yang terluka dibungkus dengan kain kasa putih dan itu sebuah pemandangan yang lucu.

Dokter dan perawat pergi. Jadi hanya Simon dan ia berdua sekarang

Mata pria itu berputar-putar dengan perasaan campur aduk saat Sharon meliriknya. Ia tidak menyangka Sharon akan mengabaikan semua resiko untuk menyelamatkan. 'Mestinya dia takut juga kan kalau dia yang tertimpa lampu?

'untung kakinya yang kena, bukan kepalanya ...'

Simon merasa sedih, tidak berani untuk terus memikirkannya.

Sharon mulai merinding saat Simon terus memandanginya. Sharon menjilat bibirnya yang sedikit kering. "Yah ... cederanya tidak terlalu serius kok, kamu tidak perlu ..."

"Lain kali, jangan lakukan hal bodoh seperti itu lagi."

Simon memotongnya dengan dingin sebelum ia bisa selesai berbicara. Sharon menatapnya tercengang. Ia mengira Simon akan merasa menyesal akan kejadian itu, makanya ia bermaksud menghiburnya agar tidak terlalu memikirkan itu. Sharon tidak mengira ia akan mengomentari tindakannya sebagai perbuatan bodoh.

‘benar benar tidak tahu terima kasih!'

“Saya catat Pak. Lain kali, saya tidak akan membuat keputusan berdasarkan pendapatku sendiri." Meskipun ia telah menyelamatkannya, ia tidak mengungkapkan rasa terima kasihnya!

Simon memperhatikan ekspresi sedih Sharon. Tepat ketika ia hendak mengatakan sesuatu, telepon Sharon berdering.

Sharon menjawab panggilan itu dan tiba-tiba menjadi cemas. Simon tidak tahu apa yang Sharon dengar di telepon itu, Sharon berkata, "Apa? Ok, saya akan kesana sekarang."

Ia memutuskan panggilan dan segera ingin turun dari tempat tidur ketika Simon menghentikannya. "Mau pergi kemana?"

Sharon berkata dengan cemas, "Anak saya, ada kejadian di sekolah. Saya harus pergi ke sana!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status