공유

BAB 6

작가: Riya Ni
last update 최신 업데이트: 2024-06-18 14:31:13

Kayra ragu untuk ikut. Sejauh ini Kayra belum pernah makan mie ayam pinggiran. Tapi, benar kata Haidar Kayra lapar. Akhirnya ia setuju untuk ikut.

Di tempat penjual mie ayam, Kayra menatap makanan itu tanpa selera. Kayra khawatir jika makanan itu tidak steril.

Haidar yang memang sudah kelaparan, ia makan lebih dulu. Tapi, melihat Kayra hanya menatap makannya ia menatap wanita itu.

"Kayra kenapa gak dimakan?"

"Gak papa emang kalo di makan?" Tanyanya polos.

Haidar terkekeh, ia lantas mengambil satu sendok mie, "Ini coba punya ku. Kalo gak papa berarti emang baik buat dimakan."

Kayra ragu, masa ia disuapi orang asing. Tapi, gak papa lah.

Saat Kayra menerima suapan itu, matanya membulat. Benar, rasa mie ini tidak jauh beda dengan mie ayam yang selalu ia makan dari kedai-kedai.

"Enak kan?"

"Iya lho. Ini aku makan ya. Nanti aku yang bayar aja deh. Makasih udah kasih rekomendasi." Ucapnya dan mulai memakan mie miliknya.

Haidar tersenyum kecil menatap wanita di sampingnya.

"Jangan. Mie ini biar aku aja yang bayar. Masa iya aku yang ajak makan, malah dibayarin. Gengsi dong aku sebagai cowok." Ucapnya.

Kayra menatap pria itu, Haidar adalah definisi pria idamannya. Laki-laki bertanggung jawab itu tidak harus kaya, yang penting sadar akan derajatnya sebagai laki-laki dan haknya itu apa.

"Terima kasih." Ucap Kayra.

"Untuk?"

"Untuk semuanya."

Haidar mengangguk saja. Kayra sadar sekarang harta bukan segalanya, ketampanan itu nomor sekian. Ia berpikir mungkinkah jika ia menikah dengan seseorang seperti Haidar ia akan bahagia.

***

Saking asyiknya berdua, Haidar dan Kayra melupakan tanggung jawabnya. Kini tiga anak tengah duduk di depan gerbang sekolah menunggu jemputan.

Si kembar melihat mobil mamanya dan satu lagi melihat motor butut abangnya. Tapi, ketiganya tidak melihat orang pemilik kendaraan itu. Apa boleh buat mereka hanya bisa menunggu.

"Itu mobil mama, tapi kok mama gak ada ya kak?" Ujar Reina.

"Bener banget. Apa mama diculik ya."

"Aish, kakak ini. Gak baik tahu nyumpahin mama sendiri. Mau durhaka kau kak?"

Reana hanya nyengir kuda menanggapi adiknya ini. Lagian dia bukan menyumpahi sang mama lagian mamanya sendiri yang hilang.

Mereka melihat serempak melihat ke sampingnya, ada seorang anak laki-laki yang celingukan sendirian. Reina menatap Reana, dua-duanya mengangguk, pertanda setuju dengan usulan batin untuk menghampiri anak itu.

Hanya berjarak sepuluh kaki saja, jadi tidak terlalu jauh juga.

"Hai, kamu belum pulang?" Ucap Reana.

Anak itu menatap Reana. Ia lantas tersenyum.

"Belum, lagi tunggu Abang aku. motornya ada, tapi orangnya gak ada." Jawabnya.

"Lho sama dong kita. Aku juga lagi nunggu mama. Tuh, mobilnya ada tapi mamanya gak ada." Ucap Reina yang diangguki Reana.

"Yaudah, nunggu disana yuk." Reana menujuk sebuah tempat pos. Setidaknya mereka tidak kepanasan disana.

***

"Haidar, kita lupa sesuatu." Ucap Kayra pada Haidar yang sudah selesai dengan acara makannya.

"Apa Ra?"

"Kita kesini bukan buat makan mie ayam. Tapi, jemput anak-anak." Ucap Kayra. Ia menatap Haidar dengan tatapan penuh.

Haidar seketika tersadar, ia membuka ponsel guna melihat jam, ternyata sudah waktunya anak-anak pulang. Lantas Haidar menepuk dahinya.

"Ya sudah, aku bayar dulu. Kamu tunggu sebentar."

Kayra mengangguk. Ia duduk dengan pandangan yang tidak pernah terlepas dari pria itu.

***

"Anak-anak!" Seru seseorang saat melihat tiga orang anak yang tengah berbincang di sebuah pos ronda dekat sekolah.

Reflek, ketiga anak itu pun menoleh.

"Lho mama."//"Abang." Ucap ketiganya.

Dua orang dewasa menghampiri mereka.

"Maaf ya sayang, tadi mama ada urusan sebentar." Ucap Kayra yang diangguki anak-anaknya.

Reana dan Reina menatap orang disebelah mamanya. Awalnya mereka menatap orang itu dengan tatapan tidak suka, tapi berkahir dengan keterkejutan.

"Lho Abang?"

Haidar menoleh. dirinya menemukan dua anak yang pernah membeli ciloknya tempo hari.

"Lho?"

Reana dan Reina memberikan senyuman manisnya.

Kayra yang melihat itu, ia lantas mengenalkan keduanya.

"Oh iya Haidar, ini anak-anak ku yang tempo hari beli dagangan kamu. Namanya yang Reana dan Reina. Memang agak sulit membedakan mereka, karena tinggi dan proporsi tubuh mereka sama. Kalo tidak mau salah menyapa, kamu cukup panggil Nana untuk Reana dan Rere untuk Reina." Jelas Kayra panjang lebar yang dibalas senyuman dan anggukan kecil dari Haidar.

"Oke, aku paham. Ini juga kenalin adik aku. Namanya Ravendra."

Kayra tersenyum menatap anak tersebut. Ia bisa melihat, pakaian yang lusuh dan tas yang sudah tidak layak pakai pada anak itu.

"Oh ya udah kita pulang."

"Ayo." Seru Reana dan Reina.

"Ravendra, ayo pulang." Ucap Haidar.

Ravendra mengangguk dan mengikuti langkah kakaknya kearah motor bututnya itu.

Setelah masuk kedalam mobil, Kayra sejenak menatap Haidar yang berusaha menyalakan mesin motornya. Tampaknya motor itu sulit dinyalakan.

Kayra merasa kasihan sendiri, mana hari ini begitu terik, ia menyembulkan kepalanya dari kaca mobil.

"Haidar, Ravendra masuk sini aja ayo. Kita pulang bareng."

Haidar terdiam. Disatu sisi ia merasa tidak enak pada Kayra, tapi disisi lain kasihan pada Ravendra.

Melihat Haidar yang tidak meresponnya, Kayra kembali bersuara. "Ayo, jangan malu. Udah panas banget cuacanya, kasihan Ravendra."

Si kembar yang mendengar mamanya membujuk Haidar, mereka juga ikut menyembulkan kepalanya. "Iya ayo bang." Ucap Reina dan Reana.

Haidar mengangguk, ia berjalan menuju tempat duduk belakang.

"Terimakasih, maaf merepotkan." Ucapnya setelah mendudukkan bokongnya di kursi belakang bersama Ravendra dan si kembar.

"Haidar, yang dibelakang anak-anak saja ya. Kamu di depan. Kalo saya sendiri didepan, kesannya seperti supir." Ucap Kayra diiringi kekehan kecil.

"K-kenapa tidak anak-anak kamu saja?" Tanya Haidar tidak enak.

"Cepatlah. Kalo mereka akan ribut."

Haidar keluar dari mobil itu dan masuk ke jok penumpang didepan.

"Sudah siap?" Tanya Kayra.

"Siap." Seru anak-anak semangat, sedangkan Haidar hanya tersenyum tipis.

Kayra melajukan mobilnya untuk segera pulang. Senyuman tidak luntur dari bibir tipis miliknya.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 21

    Haidar membawa Kayra masuk kedalam mobil, ia lantas membuat wanita itu duduk di jok sampingnya. "Ra, kamu yang tenang ya..." Kayra duduk dengan gelisah, ia benar-benar tidak tahu apa yang akan Haidar lakukan. Kayra takut, ia terlalu takut jika Haidar berbuat nekad. Pria itu mendekat dan mengukung tubuh Kayra. "Ra, jangan teriak ya..." Ujar Haidar dengan nada yang berat. Kayra hendak mendorong tubuh pria itu, tapi Haidar lebih dulu menjauh dan tertawa. "Ha ha... Apa sih yang ada dipikiran mu Ra? Ha ha ha..." Kayra memberikan pukulan kecil dibahu laki-laki itu. Ia lantas memalingkan wajahnya, menatap kearah luar. "Nyebelin ih, aku udah takut tahu!" Ketus Kayra. Pria itu mencoba menarik bahu wanita disampingnya, tapi wanita itu menepisnya. "Ngambek nih? Ayolah, orang pemarah cepet tua tahu..." Kayra yang kesal langsung beralih menatap pria itu. "Ngapain ngajak aku masuk?" "Masuk kemana, Ra?" Tanya Haidar sambil menaik turunkan alisnya, menggoda. "Haidar, ish

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 20

    Malam tiba dan hujan mengguyur kota dengan derasnya."Hujan, Na." Ucap Kayra.Nabastala menoleh kearah wanita itu yang datang membawa teh hangat dan cemilan."Gak papa. Aku bawa mobil, kok."Kayra mengangguk."Anak-anak udah teler, aku mau bawa ke kamar dulu ya." Ujarnya yang diangguki Nabastala.Sepeninggalan Kayra, Nabastala bangkit berdiri dan berjalan kearah jendela. Dari dalam rumah, ia dapat melihat hujan deras diluar sana."Hujannya deras." Gumamnya.Saat Nabastala melihat hujan, Kayra tiba-tiba sudah ikut berdiri disampingnya. Wanita itu bersuara sebelum Nabastala menyapanya."Aku mau nikah sama Haidar." Ucapnya.Nabastala menatap wanita itu, lantas ia tersenyum. "Kenapa bilang sama aku? Kan kita udah bukan siapa-siapa." "Aku cuma minta ijin sama ayah dari anak-anak, bahwa anak-anak akan punya ayah tiri." "Aku gak mungkin halangi kamu bahagia, Ra. Lagipula, kenapa harus ijin? Anak-anak pasti senang kok, kan setahu mereka ayah mereka telah tiada." Ucap Nabastala.Kayra menghe

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 19

    Malam hari, keluarga Haidar berikut Ravendra tengah duduk diruang tamu setelah makan malam."Jadi, dia bukan Radja?" Tanya mama.Sedari adanya Ravendra, mama terus menatap anak itu dengan penuh binar dimatanya."Bukan ma. Dia namanya Ravendra, kata Haidar. Benarkan?" Tanya papa pada Haidar.Haidar mengangguk. "Iya pa, ma."Mama tersenyum. "Ravendra, kamu tidak usah takut ya. Sekarang Ravendra itu, adiknya kak Haidar. Panggilnya kakak, ya. Jangan Abang." Ucap mama yang diangguki anak itu.Haidar menatap mama dan papa. "Ma, pa." Ucapnya.Mama dan papa menoleh. "Kenapa Haidar?" Tanya papa."Emang bener ya, kalo Ravendra itu semirip itu sama kak Radja."Mama dan papa mengangguk. "Iya, dia itu cuma beda alam aja sama kakak mu. Wajahnya, bibirnya, matanya, bahkan telinga saja sama."Haidar menatap telinga Ravendra yang kini duduk disamping papa. "Telinga itu sama aja, ma."Mama menggeleng. "Tidak sama, telinga kakak mu itu ada tahi lalat dibelakangnya dan telinga Ravendra juga sama." Haida

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 18

    Hari demi hari Haidar lalui dirumah lamanya. Ia meninggalkan Ravendra sendiri di kontrakan. Namun pria itu tetap membiayai sekolah dan uang jajan dan uang kontrakan Ravendra. Saat sendiri di dalam kamarnya, Haidar menatap kearah luar, disana hujan dan udara pun sangat dingin sore ini. "Apa kabar Ravendra, ya? Aku jadi kangen. Biasanya kalo hujan gini, terus gak ada uang suka masak mie instan satu bungkus dibagi dua." Gumam Haidar. Ia menggeleng lalu terkekeh. Rasanya, kenangan lama itu terputar di kepalanya. Tiga tahun hidup terlunta-lunta dan dua tahun ditemani oleh Ravendra yang ia anggap sebagai adiknya. "Kalo aku bawa kesini, papa sama mama mau terima gak, ya?" Monolognya. Haidar mengambil ponselnya, banyak kenangan tentang Ravendra disana. Tenang saja, sejak awal Haidar menggunakan ponsel mahal jadi tidak akan penuh penyimpanannya hanya untuk menyimpan beberapa foto dan video. "Ponsel ini banyak kenangannya. Tapi, kata papa harus ganti." Gumamnya, sambil menggeser fot

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 17

    Benar kata Haidar sebelum pulang, Kayra diantar oleh mobil dengan Haidar sebagai supirnya.Sesampainya didalam rumah, Kayra sudah disambut oleh wajah lesu sang mama."Mama Reana Reina, kemana?"Tanya Kayra sambil celingukan mencari anaknya yang tumben sekali tidak menyambutnya.Kayra duduk disebelah sang mama."Anak kamu dijemput papa-nya." Ucapan mama mampu membuat Kayra reflek bangkit. "M-maksud mama, apa? Mama bercanda kan? Mereka gak tahu papa-nya lho ma." Ucap Kayra.Mama mendongkak menatap sang anak. "Mama gak bercanda Kayra. Pas mama lagi bawa mereka jalan-jalan Nabastala datang.""Kok mama ijinkan?""Dia maksa. Mama gak bisa berbuat apa-apa dan mama juga gak tega karena dia nangis berlutut sama mama hanya untuk meminjam anaknya."Kayra memalingkan wajahnya, ia menarik rambutnya kebelakang."Nabastala bawa mereka kemana ma?""Ke rumahnya."Tanpa menunggu mama bersuara lagi, Kayra segera membawa kunci mobil dari lacinya, kemudian dia pergi menuju rumah Nabastala yang tak lain ad

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 16

    Disisi lain, saat Kayra tengah diintrogasi mama Haidar, Nabastala justru mendatangi rumah orang tua Kayra dengan berani."Permisi." Ucapnya sambil mengetuk pintu.Tanpa menunggu lama, pintu dibuka. Disana terdapat seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah kepala art."Oh tuan muda Nabastala. Ada keperluan apa tuan?" Tanya bibi itu."Apa kabar bi?" Tanya Nabastala ramah.Pria itu tentu sudah mengenal wanita di depannya karena dahulu pria ini adalah menantu dirumah tempat bibi itu bekerja."Baik. Tapi, tuan belum menjawab pertanyaan saya. Ada keperluan apa tuan kesini?" Nabastala tersenyum. Nada bibi bernama Marni didepannya ini tidaklah terdengar santai, mungkin sejak kejadian itu semua orang telah berubah padanya."Saya ingin bertemu ibu. Ada bi?" "Tidak ada. Ibu sedang keluar. Lebih baik sekarang tuan pulang." Ujar bibi itu.Nabastala mengangguk. "Baiklah, saya permisi. " Ucapnya lalu melenggang pergi.Disepanjang perjalanan, Nabastala terus saja merenungi sikap sang kepala ar

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status