 Masuk
MasukElara hanya seorang sekretaris biasa yang ambisius, berjuang meniti karier di perusahaan multinasional demi melunasi utang keluarga. Ia tahu betul aturan main di dunia korporat: profesionalisme adalah perisai terbaik. Namun, perisainya hancur berkeping-keping di hari ia harus bekerja lembur bersama Ares Dirgantara, Tuan CEO yang terkenal dingin, tampan bagai pahatan, dan—yang paling berbahaya—memancarkan aura dominasi mutlak. Ares melihat Elara bukan sekadar karyawan. Di mata gelapnya, Elara adalah tantangan, sebuah gairah terpendam yang harus ia klaim. Semuanya bermula dari sebuah rapat malam yang panjang, ketika meja mahoni mewah itu menjadi batas terakhir sebelum Ares melanggar setiap kode etik. Satu sentuhan tak terduga di ruang rapat gelap itu mengubah segalanya. Elara kini terperangkap dalam permainan kekuasaan dan nafsu yang ditetapkan oleh Ares. Ia harus memilih: menyerah pada pesona gelap sang CEO dan mempertaruhkan seluruh masa depannya, atau melawan obsesi Tuan Ares yang semakin membakar, bahkan ketika seluruh tubuhnya merespons setiap sentuhan terlarang itu. Mampukah Elara bertahan dari jerat hasrat yang ia temukan di bawah bayangan kota, tepat di jantung kantor yang seharusnya menjadi tempat teraman?
Lihat lebih banyakPengakuan Elara di ruangan kaca itu memicu respons yang eksplosif dari Ares. Ia telah mengakui bahwa ia milik Ares, dan kemenangan itu membuat Ares menyeringai puas, sebuah kemenangan yang jauh lebih berarti daripada akuisisi bisnis mana pun."Bagus, Elara," kata Ares, suaranya dalam dan penuh hasrat. "Aku suka wanita yang jujur dengan perasaannya. Dan kebencianmu... itu hanya akan membuatku semakin bersemangat untuk membuatmu melupakannya dengan sentuhanku."Ares menarik tubuh Elara lebih dekat. Sentuhannya kini menjadi lebih intens, menuntut, dan tanpa ampun. Elara merasakan semua kontrol dirinya menghilang. Sentuhan Ares terasa familiar, dan tubuhnya yang lelah melawan kini mulai menyerah. Ia tahu ia membenci Ares karena telah memaksanya, tetapi bagian gelap dalam dirinya mulai mengakui bahwa ia menginginkan sentuhan kuat dan dominasi itu. Ini adalah kenikmatan yang lahir dari keputusasaan, dan ia takut mengakui betapa adiktifnya hal itu.Ares merobek gaun sutra di bahu Elara, s
Ares menarik Elara menjauh dari meja makan, membawanya ke sebuah ruangan di sudut penthouse. Ruangan itu seluruhnya berdinding kaca, menghadap langsung ke kota di bawah. Cahaya bulan menerangi ruangan itu, menciptakan siluet yang dramatis."Mengapa kita ke sini, Tuan?" tanya Elara, suaranya tercekat. Ia tahu apa yang akan terjadi, tetapi ia harus terus melawan melalui kata-kata."Melihat pemandangan, tentu saja," jawab Ares, nadanya sarkastis. "Dan merayakan betapa jauhnya kita bisa jatuh bersama."Ares menyudutkan Elara di dekat dinding kaca, di mana pemandangan kota terlihat seperti lukisan. Ia tidak menyentuh Elara, tetapi auranya sangat mengintimidasi."Aku akan memberimu dua pilihan, Elara," kata Ares. "Malam ini, kau bisa memilih untuk melayaniku sebagai asisten yang patuh, atau sebagai wanita yang menginginkanku."Elara terdiam. Pilihan itu jebakan. Jika ia memilih yang pertama, Ares akan tetap menggunakan kuasanya untuk memaksanya. Jika ia memilih yang kedua, ia mengakui
Malam itu, pukul 20.30.Elara berdiri di depan cermin, di dalam kamar mandi kantor Lantai 45. Gaun hitam satin yang ia kenakan terasa berat, bukan karena bahannya, melainkan karena beban kehinaan. Itu adalah gaun termahal dan paling terbuka yang pernah ia kenakan. Potongan V-neck rendah dan belahan paha tinggi itu terasa seperti kostum yang dipaksakan. Ia merasa seperti trofi yang dipoles untuk dipamerkan dan dikonsumsi."Ini demi Ibu," bisik Elara pada dirinya sendiri, menguatkan hati. Ia mencoba menghubungi ibunya, memastikan kondisinya stabil pasca-operasi. Laporan bahwa ibunya sudah pulih memberinya sedikit kedamaian, pengingat bahwa semua kehinaan ini ada tujuannya.Pukul 21.00. Elara sampai di penthouse Ares. Ia disambut oleh pintu yang terbuka otomatis. Ares sudah menunggunya di ruang tamu, mengenakan celana bahan gelap dan kemeja silk hitam yang sedikit terbuka di dada. Ia terlihat santai, namun auranya tetap dominan dan berbahaya."Kau terlambat dua menit," kata Ares, ta
Pagi hari, pukul 07.00.Elara terbangun di sofa mewah penthouse Ares, dengan aroma cologne mahal yang tersisa di bantal sutra. Semalam suntuk Ares tidak kembali. Rasa lelah dan ketegangan membuat tidurnya nyaris tidak berkualitas. Ia segera menuju kamar mandi utama. Di sana, ia menemukan amenities mewah dan bahkan satu set pakaian baru—kemeja putih rapi, rok pensil hitam, dan blazer elegan—yang ukurannya pas. Ares benar-benar menyiapkan segalanya, seolah ia mempekerjakan model pribadinya.Setelah merapikan diri, Elara menemukan notes baru di atas meja dapur marmer.Aku akan menjemputmu. 08.00. Jangan terlambat.— Ares.Tak ada pilihan. Elara hanya punya waktu sepuluh menit untuk sarapan buah yang sudah tersedia dan mengatur mentalnya. Ia merasa seperti boneka yang jadwalnya diatur tanpa ampun.Tepat pukul 08.00, Ares muncul di pintu penthouse, wajahnya terlihat letih karena begadang semalam, namun auranya tetap sekuat baja."Kau berani sekali meninggalkan markasku sendirian," s
Elara ditarik keluar dari mobil oleh Ares, menuju penthouse eksklusif di gedung apartemen tertinggi milik sang CEO. Saat lift privat yang dilapisi cermin gelap itu membawa mereka naik dengan kecepatan memusingkan, Elara menolak melakukan kontak mata dengan Ares, menjaga jarak sejauh mungkin di ruang sempit tersebut.Begitu pintu lift terbuka di lantai paling atas, Elara merasa seperti masuk ke sebuah galeri seni kontemporer yang dingin. Interiornya didominasi material marmer putih dan dinding kaca setinggi langit-langit, yang memperlihatkan gemerlap malam kota Jakarta yang tampak kecil dan tak berarti di bawah. Penthouse itu indah, tetapi Elara merasa terperangkap."Di mana sopan santunmu, Elara?" tanya Ares, suaranya tajam, memecah keheningan ruangan. Ia menyadari Elara berdiri kaku di ambang pintu, menolak melangkah masuk sepenuhnya.Elara memaksa kakinya melangkah ke karpet tebal yang terasa mewah di bawah flat shoes-nya. "Saya sudah melayani Anda di kantor dan di hadapan klien,
Elara melangkah keluar dari lift dengan langkah gemetar, tubuhnya masih terasa panas oleh intensitas beberapa detik di dalam. Ia berusaha keras mengabaikan tatapan sinis dan penasaran dari para eksekutif yang melihatnya keluar bersama Ares. Dasi merah itu, yang kini melilit pergelangan tangannya, terasa semakin mencekik.Ares sama sekali tidak terpengaruh. Ia berjalan tenang, mendominasi lobby utama Chandra Group. Ia tidak meletakkan tangan di punggung Elara seperti seorang gentleman, melainkan membiarkan Elara berjalan sedikit di belakangnya—sebagai asisten, sekaligus sebagai properti yang harus mengikuti pemiliknya."Mobil sudah menunggu," kata Ares tanpa menoleh. "Kita tidak punya waktu untuk drama, Elara. Fokus pada tugasmu."Di luar gedung, sedan mewah hitam yang disopiri oleh pengawal pribadi Ares sudah menunggu. Ares membukakan pintu untuk Elara, sebuah tindakan yang seharusnya sopan, tetapi terasa seperti perintah. Saat Elara masuk, ia mengamati jemari Ares di tepi pintu m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen