“Bagus sekali kamu ingin menemui William!” Bangga Adhinatha yang berpikir jika Amelia mulai menunjukan ketertarikan pada bisnis. “Iya pa. Amei ingin sekali menemui William,” kata Amelia bersama antusias. “Papa akan mengatur jadwal pertemuan kalian, tetapi saat ada keperluan bisnis karena William tidak akan bisa ditemui secara pribadi.” “Kapan itu, pa?” Amelia menunjukan ketidak sabarannya. “Tidak akan lama lagi. Intinya kami akan membangun bisnis besar, kami akan sering bertemu.” “Boleh Amei meminta kontak William?” “Tidak ada sayang, papa hanya memiliki nomor perusahaan.” “Pa, coba katakan pada William jika Amei ingin bertemu untuk membahas bisnis!” “Sayang ..., papa baru saja membahasnya dengan William, lagipula Amei belum tahu apapun tentang kerja sama bisnis.” Sebenarnya Amelia sudah menebak jawaban ayahnya ini, tetapi karena penasaran kalimatnya tetap disampaikan. “Iya sih, iya sudah tidak apa Amei minta nomor kantornya saja, mungkin suatu hari Amei membutuhkannya saat Am
“Iya, siapa?” Suara Amelia sangat lembut saat berjaga-jaga mungkin peneleponnya kali ini adalah William. “Saya pria yang pernah kamu hubungi.” Suara bariton itu hadir lagi karena memang William berinisiatif menghubungi wanita murahan yang pernah menghubunginya. “Apa kamu ....” Amelia sedikit enggan menyebut nama Erland atau William karena panggilannya pernah diputus begitu saja oleh si pria. “Pria yang kamu sebut pernah tidur dengan kamu dua tahun lalu!” “Erland!” Amelia segera menginjak rem saking senang bercampur kaget, tetapi dirinya berhenti di tempat tidak tepat maka segera bunyi-bunyian klakson menamparnya hingga wanita ini segera menyimpan alat komunikasi untuk menepikan mobil sekalian meminta maaf kepada pengguna jalan yang merasa terganggu olehnya hingga wajahnya menyembul di balik jendela. “Erland, apa benar ini kamu? Syukurlah, akhirnya kamu mau merespon aku!” William bergeming sesaat karena dirasa pernah mendengar suara sejenis, tetapi tidak mengingatnya sama sekali pa
“Bagaimana, apa papa sudah mendapatkan informasi tentang wanita itu?” penasaran William. Saat seorang wanita menghubunginya, mengatakan jika dia pernah tidur dengannya dua tahun lalu. Maka, segera pria ini menyadari jika wanita itu yang pernah dicari Erland dua tahun lalu. Namun, karena dirinya harus berhati-hati maka lebih baik panggilan diputus, berpura-pura tak acuh, tetapi nyatanya William menceritakan semuanya pada Bagaswara. “Mudah saja untuk papa menemukannya. Hanya saja apakah Erland masih memiliki minat pada wanita itu. Papa tidak yakin!” “Mengapa, sudah jelas Erland sangat antusias pada wanita itu?” “Lihatlah yang terjadi pada Erland sekarang. Saudara kembar kamu seperti mayat hidup!” Embusan udara cukup panjang dibuang William, kemudian mendengus kasar. “Sepertinya yang lebih dulu harus kita cari adalah si penabrak. William yakin dia melakukannya dengan sengaja!” “Sengaja ataupun tidak, kita tidak menemukan petunjuk apapun. Sepertinya dia sudah memperhitungkan segalanya
William membulatkan matanya, membidik Amelia selama beberapa saat, kemudian dirinya memasukan satu tangannya yang kekar ke dalam saku celana bahan berwarna hitam, menatap penuh ejekan pada Amelia. “Jadi kamu adalah wanita jalang itu.” Sebelah bibirnya menyungging mencibir. Kalimat William segera mengguncang keseimbangan mental Amelia hingga dirinya tidak mampu berdiri tegap seperti si pria, segera tubuhnya lunglai, jatuh ke atas kursi. “Jadi ..., selama ini, itu yang kamu pikirkan tentang aku?” “Hm ..., kurang lebih begitu.” William berlaga jika dirinya adalah Erland. Pria ini sudah mendengar kesucian wanita yang ditiduri saudara kembarnya, tetapi dirinya tidak boleh begitu saja percaya pada wajah polos wanita di hadapannya karena manusia bisa berubah kapan saja. Amelia menundukan wajahnya sesaat, sendu sedang mengacau perasaannya selama beberapa saat. “Iya sudah, tidak apa kamu menganggapku jalang. Tapi ..., jangan pernah menyangkal tentang anak kita!” ceplos wanita ini segera kare
Hari ini Amelia bertemu Nitara di halaman perusahaan, Amelia baru saja keluar dari mobil milik Adhinatha, sedangkan Nitara baru saja keluar dari mobilnya William. ‘Itu wanita yang kemarin. Gawat kalau dia melihat aku di sini!’ Sebisa mungkin pria ini menghindari wanita yang pernah ditiduri Erland karena jika tidak begitu maka akan berabe. “Sayang, aku langsung pergi ya,” pamit William pada sang kekasih tanpa berani menunjukan diri di bawah langit yang sama dengan Amelia. “Iya. Hati-hati.” Lambaian tangan gemulai Nitara. Sepeninggalan William, wanita ini segera menghampiri Amelia yang sengaja menunggunya, “hari ini kamu diantar?” tanyanya karena kala Adhinatha keluar dari mobil, perhatiannya sedang fokus pada calon suaminya. Jadi dirinya masih belum mengetahui status sahabatnya yang adalah anak bos besar di sini. “Iya. Aku lagi dikawal. Entahlah, orangtuaku selalu berlebihan,” keluhan Amelia karena khusus hari ini dirinya akan selalu bersama Adhinatha atas perintah Sopia yang terlalu
Pukul empat tiba begitu saja, tapi Amelia tidak dapat kemanapun, dirinya harus selalu bersama sang ayah. Sementara, William menepati janjinya, pria ini tiba pukul empat kurang lima menit. “Di mana dia? Bukankah kemarin-kemarin dia yang mengejarku karena ingin bicara.” Duduk tenang dan santai dilakukannya untuk menghilangkan kecewa pada kenyataan jika dirinya dibuat menunggu. Sepuluh menit berlalu, Amelia belum juga menunjukan batang hidungnya. Panggilan di udara segera diarahkan pada si wanita, tetapi tidak mendapatkan respon. “Menyebalkan, jadi sekarang dia berani mempermainkanku. Ck, sepertinya dia memang pembohong pasti keberadaan Kenzo juga hanya isapan jempol. Zaman sekarang banyak sekali manusia jago edit, paling foto balita yang ditunjukannya hasil editan hingga sangat mirip dengan Erland!” Pria ini berlalu dengan kesal. Di sisi lain Amelia sedang bersama Adhinatha, menjamu beberapa kolega yang datang ke perusahaan. ‘Menyebalkan ..., kenapa harus seperti ini!’ Raungnya di dala
Hati Amelia runtuh mendengarnya. Segera, dirinya berpamitan dengan alasan memiliki keperluan dengan seorang teman padahal dirinya segera meluncur ke kediaman William. “Pak, izinkan saya bertemu dengan Erland sebentar saja!” Kalimatnya sangat memburu saat berhadapan dengan satpam. “Maaf nona, anda tidak dapat menemui Tuan Erland jika tidak memiliki janji.” Satpam segera menghadang Amelia walau dirinya sudah tidak asing dengan wajah wanita ini karena ini ke sekian kalinya dia muncul, memaksa bertemu dengan Erland. “Saya memang tidak punya janji dengan Erland, tapi kami sudah pernah membicarakan ini sebelumnya!” “Maaf, nona.” Di dalam layar, William menyaksikan Amelia. “Kemana saja kemarin? Tapi sekarang kamu datang seolah sedang mengunjungi rumah sakit gawat darurat!” William duduk bak raja di dalam kediamannya yang bak istana. “Siapa wanita itu?” Bagaswara ikut menyaksikan pemandangan di luar kala dirinya bermaksud mengambil benda tertinggal. “Amelia-putri Tuan Adhinatha yang meng
Amelia tidak segera kembali ke kediamannya walau urusannya telah usai, wanita ini memilih mengunjungi cafe ekslusif yang pernah mempertemukannya dengan Erland. Mencari pria itu adalah satu-satunya tujuannya kini walau dirinya tahu sangat kecil kemungkinan menemukan Erland di sini karena sekalipun pria itu adalah tamu tetap, tetapi tidak mungkin setiap saat berada di sini apalagi dia adalah orang dengan sejuta kesibukan. Embusan udara kecewa dibuang Amelia. “Aku kira kamu akan melepas lelah di sini.” Tatapannya masih menyisir hingga ke setiap sudut ruangan. Wanita ini hanya memesan minuman bersoda bersama sebuah cake, menyantapnya walau kurang menikmati. “Mbak, Kenzo sedang apa?” panggilannya segera mengudara pada ibu asuh putranya. “Sedang bermain non, Den Kenzo aktif sekali, siang dan malam sukanya bermain,” kekeh wanita ini. Kabar yang dibawanya membawa kegembiraan untuk Amelia. “Seaktif apa, Mbak? Amei mau lihat dong!” Antusias segera memuncak, membangkitkan semangat berlipat. Ma