Share

Ayahku Berkhianat, Kubawa Pergi Ibuku
Ayahku Berkhianat, Kubawa Pergi Ibuku
Author: deaubepine

1. Mengulang Waktu

Malam itu Lucas jatuh berlutut di samping ranjang sembari menggenggam tangan dingin seseorang. Ia menangis meraung memanggil pemilik tangan tersebut. Mencoba memintanya untuk bangun. Namun, seberapa keras Lucas memanggilnya dia tidak akan terbangun. Lucas menyadari itu tapi dia menolak untuk menerimanya.

"Maafkan aku yang datang terlambat, Ibu. Seharusnya aku datang lebih cepat dan membawamu pergi dari sini. Maafkan aku yang terlalu lama meninggalkanmu sendiri disini." Lucas meletakkan tangan tersebut di pipinya, merasakan dinginnya tangan itu. Air matanya tak berhenti mengalir, bahkan wajahnya yang terlihat lelah semakin memelas membuat orang yang melihat jadi kasihan. Isak Lucas pun membuat orang sekitarnya semakin sulit untuk menahan tangis.

Di tengah suasana yang pilu tersebut terdengar langkah kaki seseorang yang datang mendekat secara tergesa. Para pelayan yang berada di sana segera menyingkir memberikan jalan.

Lucas pun berbalik menatap pemilik langkah kaki tersebut. Sejujurnya tanpa menoleh pun ia tahu siapa yang datang. Ia enggan untuk membiarkan matanya menatap orang tersebut tapi emosi membakar hatinya. Paru-parunya kian terasa sesak menekan, memaksa untuk mengeluarkan sesuatu guna meredakannya.

Matanya menajam menatap lelaki paruh baya yang wajahnya mirip dengannya itu dan emosinya pun semakin meluap tak tertahankan. Lucas bangun seraya melangkah cepat. Lalu, kedua tangannya meraih kerah lelaki tersebut. Teriakannya membuat dua orang laki-laki berseragam ksatria serta pelayan maju untuk menghalangi. Akan tetapi, pria dalam genggamannya itu lantas mengangkat tangannya menghalau menghalau orang-orang. Membiarkan Lucas berbuat sesuka hati padanya.

"Mau apa kau disini? Kau ingin memastikan ibuku telah benar-benat mati! Kau puas sekarang melihat mayatnya? Pergi kau! Kehadiranmu tidak dibutuhkan Yang Mulia! Lebih baik kau pergi dan uruslah gundik dan anak sialanmu itu!" murka Lucas pada orang di depannya.

Lelaki tersebut hanya diam tak menunjukkan emosi apa pun terhadap amukan Lucas. Bahkan ia tak mengeluh sakit ketika tak secara sengaja kuku Lucas mencakar lehernya saat meraih kerah tadi.

Dua orang laki-laki yang berada di dekat mereka menatap dengan sedih. Dulu tuan mereka ini begitu akur dan hangat. Setiap saat selalu terdapat potret mereka yang bercanda tawa hingga membuat para pelayan dan ksatria ikut bahagia. Namun kejadian beberapa tahun lalu benar-benar menghancurkan semua. Potret keluarga yang harmonis tersebut hancur seketika. Dimulai dengan pengkhianatan sang tuan besar hingga keguguran yang dialami oleh nyonyanya membuat mereka semakin jauh dari kata untuk kembali.

Marie sang pelayan utama Nyonya atau ibu Lucas menangis terisak mengingat memori kelam tersebut. Ia menoleh sejenak pada tubuh dingin nyonyanya lalu menatap Lucas. Lalu, mengajak sang tuan muda segera memakamkan majikannya secepatnya.

"Tuan muda sebaiknya kita lekas menyiapkan peristirahatan untuk nyonya. Lebih baik kita gunakan waktu ini untuk menghabiskan waktu bersama nyonya. Jangan biarkan tenaga anda terkuras untuk mengurusi hal-hal yang tidak pantas," desis Marie pada sang tuan besar.

Dulu Marie selalu diam menahan diri karena ia takut membuat kesalahan yang akan membuat nyonyanya diposisi yang semakin sulit. Namun kini ia sudah tidak perlu melakukan itu.

Perkataan Marie tadi membuat suasana semakin mencekam. Namun, Marie tak perduli. Entah hukuman apa yang menantinya karena berani menyindir sang tuan besar Duke Peter Wynne Chester. Saat ini yang ia pedulikan hanyalah majikannya, sang nyonya Duchess Annastasia Leonardo yang kini telah tiada. Hatinya remuk menatap wajah dingin majikannya tersebut.

Bagaimana bisa nyonyanya yang telah ia rawat sedari kecil, tetapi berakhir seperti ini? Meninggal dalam keadaan sakit dan kesepian.

Lucas pun mendorong Peter yang sedari tadi hanya diam dengan tatapan kosong pada ranjang istrinya. Lucas tidak perduli apabila ayahnya itu merasakan penyesalan terhadap sang ibu. Baguslah jika ia menyesal, biarkan dia hidup dengan penyesalan yang dibawanya hingga akhir hayat. Saat ini ia hanya ingin secepatnya memberikan peristirahatan yang terbaik untuk ibunya lalu meninggalkan semua yang berhubungan dengan Peter Wynne Chester.

*****

Lucas berdiri menatap gundukan tanah di depannya. Dalam gundukan tersebut tersimpan peti ibunya di sana. Ia berdiri sendiri ditemani Marie yang tak berhenti terisak, sedangkan Lucas merasa tak sanggup untuk menangis lagi. Ia merasa air matanya telah mengering.

"Tuan muda apa yang akan anda lakukan selanjutnya? Apakah anda akan tetap pergi dari sini? Bolehkah saya mengikuti anda pergi?" Marie menatap punggung anak nyonyanya tersebut. Punggung tegap itu kini terlihat rapuh membuat Marie meringis sedih.

"Bibi Marie aku akan tetap pergi. Jika bibi ingin ikut aku tak mempermasalahkannya. Aku sudah menyiapkan tempat tinggal di wilayah selatan. Kita akan berangkat besok pagi."

"Baiklah saya akan segera bergegas menyiapkan keperluan perjalanan kita."

Marie melangkah cepat seolah-olah dikejar walaupun tidak ada yang mengejar. Marie hanya merasa ingin segera lari meninggalkan tempat ini lalu menunaikan tugasnya untuk menjaga dan merawat tuan mudanya.

Sementara itu sepuluh menit setelah kepergian Marie, Lucas berbalik melangkah untuk beristirahat. Ia lelah. Dirinya bergegas pulang usai pengumuman perang telah berakhir dengan kemenangan. Ia memacu kudanya selama hampir sepuluh hari untuk segera kembali menemui ibunya dan membawanya pergi ke tempat yang telah ia persiapkan. Namun, sayang sekali ia kembali menemui tubuh ibunya di ranjang kamar tanpa nyawa.

Lucas berbaring meringkuk dengan tangan menggenggam sapu tangan. Terdapat sulaman namanya yang dibuat oleh sang ibu. Ia merasakan kedamaian ketika merasakan sapu tangan tersebut. Kemudian, teringat ketika ibunya mengikatkan itu pada lengannya. Sapu tangan ini adalah hadiah terakhir dari ibunya sebelum ia pergi menuju medan perang. Kini lelah yang menderanya semakin terasa. Lucas pun terlelap.

*****

Suara petir menyambar membuat Lucas kaget dan terbangun. Ia menoleh menatap jendela kamarnya, terlihat di luar cahaya petir menyambar disertai hujan deras. Lucas turun dari ranjang meraih teko air. Ia butuh minum karena tenggorokannya terasa kering dan sakit.

Terdengar bunyi sesuatu yang terjatuh. Tiba-tiba Lucas jatuh terguling dari ranjang. Ia terbengong ketika mendapati ranjang kamar yang terasa lebih tinggi dari biasanya. Dan semakin terkejut kala melihat tangannya menjadi kecil. Kemudian, ia meraba tubuhnya yang terasa berbeda.

Ia pun sontak berlari menuju cermin besar di pojok kamarnya. Dengan bantuan cahaya dari petir yang menyambar Lucas mendapati bayangan dirinya pada cermin. Sosok mungil dengan balutan gaun tidur. Nampak juga raut wajah Lucas yang kebingungan. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka.

"Lucas!" teriakan seseorang memanggil memenuhi ruang kamar Lucas.

Lucas pun menoleh mendengar teriakan seseorang yang sangat ia kenali itu. Tubuhnya mematung memandangi wanita yang kini berlari menghampirinya. Tanpa sadar air mata meluruh membasahi pipi mungilnya mendapati sosok wanita itu memeluknya.

"Ibu ...."

"Iya, sayang ..., kamu takut ya ada suara petir? Tenang ada ibu disini," bujuk lembut wanita tersebut.

Merasakan pelukan hangat ibunya seketika itu juga Lucas menangis meraung keras. Tangan mungilnya menggapai memeluk sang ibu semakin erat.

"Ibu, jangan pergi ...." Raungnya sesenggukan membuat Anna ---ibunya--- mengangkat untuk menggendong dan menepuk punggungnya lembut.

"Ssshhh ..., iya sayang, ibu disini jangan takut. Ibu tidak kemana-mana," ucap Anna yang mencoba untuk menenangkan putranya itu.

Sementara Lucas tetap menangis dan memeluk semakin erat. Hingga tidak sadar tertidur dalam pelukan ibunya.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Seruling Emas
Mengejutkan
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status