Share

2. Bertemu Dengan Ayah

Mata Lucas mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk dalam penglihatannya. Ia menatap langit-langit kamarnya seketika sekelebat memori terbayang. Ia terbangun dengan kaget lalu menatap sekeliling.

"Ibuuuu!" teriaknya memanggil Anna. Tubuhnya jatuh terguling ketika terburu-buru melangkah turun dari ranjang dan pada saat itu ia menyadari perubahan pada tubuhnya yang kini mengecil.

Detak jantungnya meningkat, ingatan semalam tentang pelukan ibunya membuatnya berdebar tak karuan. Menatap tangan mungilnya pun membuatnya semakin panik. Takut jika semalam hanyalah halusinasinya. Ia bisa merasakan lututnya yang berdenyut sakit namun rasa itu tertutupi oleh rasa panik ketika tak dapat menemukan ibunya.

Lucas pun berdiri dan berlari keluar kamar. Menyusuri lorong mansionnya sambil berteriak memanggil sang ibu.

"Ibu! Ibuuuuu!” teriak Lucas dengan perasaan kalut menyelimutinya.

Perasaan gusar pun menghinggapinya kala tak dapat menemukan seorang pun. Air matanya jatuh mengalir deras, napasnya sesak karena ia berlarian tanpa henti. Hingga ia mendengar seseorang memanggil namanya.

"Lucas?"

Kepalanya sontak menoleh cepat, "ibuuuuuuu ... huaaaa," tangisnya semakin menjadi.

Melihat sosok yang dicarinya muncul ia pun segera berlari disertai suara tangisan yang kencang.

Anna memeluk putranya dengan perasaan bingung. Semalam Lucas menangis hingga tertidur. Ia sempat menemaninya sebentar, lalu kembali ke kamarnya. Dan paginya ia kaget mendengar raungan yang memanggilnya dan semakin terkejut mendapati putranya dengan wajah sembab karna air mata.

"Sayang, ada apa? Kaget ya bangun sendiri nggak ada ibu?" tanya Anna sembari mengelus punggung kecil yang bergetar karena tengah menangis.

Lucas tidak menjawab, ia masih terus menangis dengan memeluk erat ibunya. Hingga Anna kesulitan bergerak.

"Nyonya ...." Anna menoleh mendengar panggilan dari Marie pelayan pribadinya.

"Ah ... Marie tolong bawakan air minum untuk Lucas. Aku akan bawa dia kembali ke kamarnya," perintah Anna yang angguki oleh Marie.

"Sayang, kita kembali ke kamar ya? Ibu temani disana," bujuk Anna yang untungnya Lucas sudah terlihat tenang sehingga dapat menyetujui permintaannya. Lucas berjalan dengan menggenggam erat tangan ibunya.

Sesampainya di kamar, Anna mendudukkan Lucas pada sofa dan mengambil tempat di sebelahnya. Sedangkan mata Lucas tidak lepas menatapnya yang membuat Anna kebingungan menghadapi tingkah putranya.

"Ada apa sayang?" tanyanya yang dibalas gelengan oleh Lucas dan pada saat bersamaan terdengar suara pintu dibuka.

Disana Marie datang membawa segelas susu untuk tuan mudanya tersebut.

"Minumlah!" Anna mengangsurkan susu tersebut pada Lucas.

Lucas pun meminumnya meskipun ia sempat mengernyit. Ia berharap tidak minum susu saat ini, rasanya dia seperti anak kecil. Tapi masalahnya saat ini dirinya memang benar-benar kembali menjadi anak kecil.

Lucas kembali termenung memikirkan apa yang saat ini tengah terjadi padanya. Ia ingat kemarin dirinya baru saja memakamkan ibunya, lalu karena lelah ia tertidur di kamar. Kemudian terbangun pada tengah malam dan mendapati dirinya mengecil disertai kehadiran ibunya.

Mengira hanya mimpi akibat duka kehilangan ibunya. Paginya ia terbangun dengan kondisi yang sama. Ia mendongak menatap ibunya lalu menatap Marie pelayan pribadi ibunya. Dapat Lucas lihat penampilan Marie yang terlihat lebih muda dibanding sebelumnya.

"Bibi Malie," panggilnya yang justru membuatnya malu karena mendengar suara cemprengnya disertai pengucapan yang tidak jelas. Hal itu menjadi terdengar lucu dan menggemaskan.

Marie tersenyum. "Iya, Tuan Muda. Ada yang anda inginkan?"

"Aku tidak mau susu!" rajuk Lucas dengan kening yang mengernyit tak suka.

"Anda tidak suka susunya? Tetapi, ini susu yang biasa anda minum," jawab Marie terheran. Anna pun juga ikut terheran dengan putranya.

"Susunya tidak enak? Mau tambahkan madu?" tanya Anna yang dijawab dengan gelengan oleh Lucas.

Lucas meletakkan gelas ke meja, lalu menggeser tubuh untuk mendekati ibunya dan menyandarkan tubuhnya. Ia memanggil ibunya yang dibalas dengan lembut. Bibirnya melengkung tersenyum, ada perasaan syukur melingkupinya. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya. Tapi, untuk saat ini Lucas ingin fokus dengan keberadaan ibunya.

Hal yang lain pikirkan nanti saja, ucapnya dalam hati.

Anna pun yang masih keheranan dengan tingkah Lucas hanya bisa terdiam. Tangannya memeluk tubuh putranya yang tengah bersandar padanya.

*****

Usai sarapan yanh dilewati dengan lancar itu, Lucas terus mengekori ibunya kemanapun pergi. Dari ikut minum teh di taman, menemani sang Duchess yang bekerja memeriksa laporan keuangan, lalu memeriksa undangan pesta dari bangsawan dan menonton ibunya yang tengah membalas surat undangan tersebut.

Seharian Lucas benar-benar menempel pada ibunya. Hal itu membuat Anna, Marie dan Sebastian ---kepala pelayan duchy Chester--- keheranan dengan tingkahnya.

"Lucas, apa kau tidak bosan mengikuti ibu? Bukannya biasanya kau akan ke paviliun para ksatria untuk menonton mereka berlatih?" Anna menatap putranya dengan wajah yang keheranan.

"Apa aku mengganggu ibu?" tanya Lucas dengan wajah murung.

Anna menggeleng. "Bukan itu maksud ibu. Ibu hanya heran karena seharian Lucas menemani ibu. Tentu ibu sangat senang ditemani putra ibu yang tampan. Hanya saja ibu takut kamu bosan. Maafkan ibu saat ini tidak bisa menemanimu bermain."

Lucas menggelengkan kepalanya kuat. "Tidak ibu, aku tidak bosan. Lagipula menyenangkan melihat ibu yang sedang bekerja. Ibu terlihat keren, aku suka melihatnya"

"Lalu, apakah ayah juga keren saat bekerja?" Terdengar sebuah suara menginterupsi.

Lucas mengernyit tak suka kala menoleh dan melihat sosok pria ---ayahnya--- yang berjalan mendekati ibunya. Pria tersebut ---Peter--- memeluk dan mencium kening ibunya yang membuat Lucas berdiri mendorong ayahnya.

"Lucas!" tegur Anna dengan ekspresi tidak suka di wajah. Karena itu tadi adalah tindakan yang tidak sopan terhadap orangtua apalagi dengan keluarga sendiri.

Peter yang melihatnya hanya tersenyum menganggap jika Lucas tengah cemburu. Ia berjongkok memeluk dan mencium pipi Lucas yang membuatnya memberontak ingin lepas.

"Hei, ada apa? Kenapa kau melihat ayah seperti itu? Baiklah ayah salah harusnya ayah menghampiri Lucas baru pada ibumu. Tapi bagaimana ya, istri ayah ini sangat cantik hingga ayah lupa dengan segalanya," kekeh Peter yang disambut cubitan oleh istrinya.

"Aduh.. sakit, sayang." Peter mengaduh sakit namun dihadiahi pelototan oleh istrinya. Membuat Peter berhenti untuk menggoda istrinya tersebut.

Melihat kemesraan antara ibu dan ayahnya membuat Lucas mendecih tak suka. Mengingat kelakuan sang ayah yang dulu tega mengkhianati ibunya membuat Lucas benci setengah mati. Rasanya ia tidak bisa membiarkan ibunya dekat-dekat dengan ayahnya.

Lucas berbalik menyeret Anna menjauh hingga membuat orang-orang termasuk Peter terheran. Memang ia dan Lucas sering berebut perhatian Anna, tapi rasa-rasanya tidak sampai seperti ini.

Anna yang tengah diseret oleh putranya mencoba menahannya. "Sayang, tunggu sebentar. Ada apa denganmu hari ini? Kau marah pada ayahmu? Katakan ada masalah apa?"

Lucas mengalihkan pandangannya. Ia enggan menatap mata ibunya yang kebingungan sekaligus penasaran akan tingkahnya yang memang tidak sopan terhadap sang ayah sendiri.

"Ibuku milikku! Ayah tidak boleh hanya aku yang boleh," jawabnya yang membuat Anna menghela napas sedangkan sang Duke terkekeh mendengar penuturan putranya tersebut.

"Baiklah-baiklah, ibumu memang milikmu. Ayah bersalah, maafkan ayah ya ...."

Sang Duke berjongkok menatap lembut pada putranya tersebut yang dibalas dengan keterdiaman Lucas.

"Sudah-sudah, sebentar lagi waktu makan malam tiba. Sekarang Lucas kembali ke kamar dan bebersih. Nanti ibu dan ayah akan menjemputmu lalu, kita makan bersama."

Lucas pun mengangguk membuat Anna tersenyum ia lalu meminta Marie untuk menemani putranya.

Anna bersama Peter berjalan keluar menuju kamar mereka. Jika biasanya pasangan bangsawan selalu tidur di kamar yang berbeda, hal itu tidak berlaku untuk mereka berdua. Mereka beruntung menikah karena saling mencintai. Kehidupan mereka begitu harmonis hingga banyak bangsawan yang iri akan hal tersebut.

"Maafkan Lucas, aku tidak tau ada apa dengannya. Tadi pagi dia menangis lagi mencariku. Padahal sebelumnya ia akan baik-baik saja setelah ditemani karena takut petir. Tapi ternyata aku menemukan dia berlarian bahkan tanpa alas kaki sambil menangis mencariku," cerita Anna pada suaminya tersebut yang membuat Peter sedikit terkejut.

"Apa dia mimpi buruk jadi dia seperti itu?"

"Entahlah aku tidak tahu. Semoga saja karena itu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status