Lucas menatap pantulan dirinya yang tengah dibantu oleh pelayan memakaikan baju pada dirinya. Dia melamun memikirkan pertemuan pertamanya setelah kembali dari kehidupan pertama dengan ayahnya.
Tindakan impulsif yang didorong oleh kemarahan dalam dirinya. Setelah Lucas berpikir sesaat dia sadar bahwa pasti tindakannya membuat orang-orang terheran akan perubahan sikapnya. Memang dimasa lalu ia sering bertengkar berebut perhatian pada Anna dengan ayahnya. Namun, itu berbeda dengan saat ini. Dulu tindakannya bercampur dengan sikap kekanakannya tapi saat ini jiwanya adalah lelaki dewasa berumur dua puluh tahun meski fisiknya anak kecil.Lucas menghela napas yang membuat Marie menatap tuan kecilnya itu bingung. Sikap tuan kecilnya itu hari ini terlihat berbeda. Tadi pagi ia tiba-tiba menjadi sangat cengeng, lalu disiang hari ia seperti anak ayam yang mengikuti kemanapun induknya pergi. Pernah tak sengaja Marie menyadari tatapan Lucas pada nyonyanya seperti tak biasanya.Matanya seolah menyiratkan penyesalan, kesedihan dan kerinduan yang membuat Marie terheran. Bagaimana bisa anak kecil berumur lima tahun bisa memberikan tatapan seperti itu? Meskipun ia tahu seberapa jenius tuan kecilnya itu, tetapi ia tetaplah seorang anak kecil. Jadi, darimana tatapan itu berasal? Apa hal yang membuatnya menatap ibunya sedemikian itu?Marie sempat berpikir apakah ia salah melihat atau tengah berhalusinasi. Tapi semenjak tadi ia menemani tuan kecilnya di kamarnya ini membuat Marie yakin bahwa ia tidak salah melihat."Tuan muda, apa ada masalah? Apa anda tidak menyukai baju anda saat ini?"Lucas tersentak dari lamunannya. Ia benar-benar lupa keberadaan Marie. Dirinya lupa jika tadi Marie diminta ibunya untuk melayaninya. Dan semenjak tadi tanpa sadar ia terus melamun memikirkan hal-hal lain."Tidak, Bibi Marie. Aku hanya ingin cepat-cepat bertemu ibu." Lucas tersenyum lebar menampilkan giginya."Baiklah, tunggu sebentar. Tadi nyonya berkata akan menjemput anda, mungkin sebentar lagi tiba."Dan benar saja tak lama suara orang berteriak mengumumkan kedatangan pasangan Duke dan Duchess. Lucas pun berlari untuk menyambut.Anna dan Peter tersenyum melihat putra mereka datang menyambutnya. Peter maju seperti biasa mengulurkan tangan untuk menggendongnya. Lucas sempat terhenti sejenak. Namun, segera tersadar dan menyambut uluran ayahnya tersebut. Melihat Lucas yang kembali seperti biasa membuat Anna tersenyum lega. Sepertinya suasana hati putranya sudah membaik sehingga tidak menampilkan sikap bermusuhan pada ayahnya seperti tadi.Rasanya aneh digendong ayah diusia ini. Biarpun aku terlihat seperti anak kecil tapi tetap saja jiwaku adalah lelaki dewasa, pikir Lucas dalam hati sembari menundukkan kepala karena malu.Peter melihat putranya yang menunduk malu dengan telinga memerah pun terkekeh. Ia tidak tahu apa yang membuat Lucas tiba-tiba bersikap malu."Tadi Matthew bilang kau tidak datang menemui para prajurit yang sedang berlatih. Padahal mereka menunggumu," ucap Peter yang akhirnya membuat Lucas mendongak menatapnya."Aku bosan melihat mereka, jadi aku ingin bermain dengan ibu.""Ahh ... benar! Kata ibumu kau seharian menempelinya seperti anak ayam," goda Peter yang membuat Lucas merengut."Aku bukan anak ayam! Aku anak ibuku!" sungut Lucas dengan mulut mengerucut membuatnya terlihat menggemaskan. Hal itu memicu Peter untuk semakin menggodanya."Lihat bibirmu yang mengerucut itu, sudah seperti paruh ayam saja. Memang benar kau anak ayam ya ....""Ayah!" teriak Lucas yang membuat tawa Peter membahana. Namun, tak lama tawanya berhenti digantikan oleh suara yang mengaduh sakit. Rupanya Anna mencubitnya disertai kalimat untuk berhenti menggoda Lucas."Peter jangan membuatnya marah!" protes Anna pada Peter, suaminya.Tahu jika ibunya membelanya, Lucas berontak mengulurkan tangan pada ibunya meminta untuk digendong. "Ibu, ayah membuliku ...," adunya dengan wajah memelas.Hehe ... tak apa jika ibu yang menggendongku. Lagipula aku kan anak kecil, ucap Lucas dalam hati yang benar-benar tidak tahu malu. Dia memanfaatkan dirinya yang menjadi anak kecil untuk bermanja-manja dengan ibunya padahal ia tadi sempat malu saat digendong ayahnya. Ya begitulah manusia, mudah berubah pikiran.."Ibumu lelah seharian, biar ayah yang tetap menggendongmu," ucap Peter.Mendengar perkataan tersebut membuat Lucas menatap Peter dengan sebal. Bilang saja kalau kau tidak mau aku bermanjaan dengan istrimu!Peter hanya tersenyum seolah tahu apa yang sedang ada dalam pikiran Lucas. Sedangkan, Anna hanya menggelengkan kepala melihat 'perang dingin' diantara dua orang laki-laki yang sangat ia cintai itu.*****Anna menuangkan teh lalu memberikannya pada Peter. Usai makan malam yang diwarnai celotehan Lucas yang tiada henti, kini mereka berdua menghabiskan waktu sejenak di kamar. Meski sempat juga Lucas merengek tidak mau tidur karena tidak ingin berpisah dengan Anna. Hingga Anna menemani putranya tersebut sampai terlelap karena lelah. Mungkin efek seharian mengekorinya ke mana pun.Mereka berdua duduk berdampingan dengan Anna yang bersandar pada sang suami yang dibalas dengan rangkulan. Tangan hangat Peter bergerak mengelus lembut lengan istrinya."Bagaimana pekerjaanmu hari ini? Kau berangkat pagi-pagi karena panggilan dadakan dari yang mulia Raja. Kupikir kau akan pulang tengah malam tapi melihat kau sudah disini aku senang." Anna menggenggam tangan Peter satunya yang menganggur itu."Hmm ... beliau memanggilku karena ada masalah," jawab Peter dengan wajah lesu.Anna mengangkat kepalanya. "Ada apa? Ada masalah besar?""Ada wabah di daerah selatan. Tiba-tiba seluruh warga disana pingsan. Ada yang muntah hebat seperti keracunan, pusing dan lemas. Untungnya penyebab sudah ditemukan, waduk yang berada di perbatasan ternyata tercemar. Maka dari itu, untuk sementara kami sudah menyegel waduk lalu mengirimkan obat beserta stok makanan, karena kami yakin jika bahan makanan yang tumbuh di sana pasti juga sudah tercemar."Anna terdiam mendengar penjelasan Peter. " Mungkinkah ...," tebak Anna yang diangguki oleh Peter."Ya, yang kau pikirkan saat ini juga hal yang dipikirkan oleh Yang Mulia Raja. Kami mencurigai kalau ada indikasi kecemaran air oleh kerajaan itu. Tapi itu baru kecurigaan. Oleh karena itu, beliau menugaskanku bersama pasukan kerajaan untuk berjaga sekaligus mencari kebenarannya."Kening Anna berkerut tak suka. Rasa khawatir tercetak jelas pada wajahnya membuat Peter tersenyum lembut dan mencium kening istrinya tersebut."Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Ada pasukan kerajaan untuk menjagaku. Aku justru khawatir dengan kalian karena harus kutinggalkan untuk jangka waktu yang mungkin akan lama. Matthew akan disini untuk menjaga duchy."Peter menghela napas, ia tidak suka harus berjauhan dengan Anna dan Lucas. Apalagi hal ini berkaitan dengan kerajaan seberang ditambah kecurigaan tentang adanya pengkhianat diantara bangsawan."Bawalah Matthew," pinta Anna yang membuat Peter menolaknya.Peter menggeleng tak setuju. "Tidak Anna. Justru Matthew harus disini untuk menjaga kalian.""Peter ...," bujuk Anna ditambah dengan ekspresinya yang memelas membuat Peter tak kuasa untuk menolak. Tidak bisa!" Anna ... pasukan kerajaan sudah cukup untuk melindungiku. Aku akan aman dan biarkan Matthew disini untuk menjaga kalian." Peter menggenggam tangan Anna mencoba meyakinkannya." Aku akan pergi ke rumah ayah jika kau khawatir pada kami. Di sana juga aman, ingatlah jika ayahku adalah mantan panglima keamanan kerajaan di masa Raja terdahulu." Anna tetap bersikeras meminta Peter menerima permohonannya. "Kumohon, Peter..."Peter menarik memeluk tubuh istrinya. Tidak biasanya Anna seperti ini. Mungkin karena berhubungan dengan kerajaan seberang pasti membuatnya khawatir pada dirinya."Baiklah kalau begitu, aku tidak akan lama. Aku akan secepatnya menyelesaikan semua dan segera kembali menjemput kalian."Anna mengangguk lega mendengar suaminya menuruti permintaannya. Setelah itu Peter mengajak istrinya untuk istirahat mengingat besok mereka akan pergi jauh.Keesokan harinya pagi-pagi sekali Anna sudah membangunkan putranya. Dibantu Marie dan beberapa pelayan menyiapkan kebutuhan serta perbekalan untuk perjalanan ke kediaman orangtuanya. Anna mengecup kening putranya, lalu menggandengnya menuju halaman depan paviliun utama. Lucas yang sesekali menguap bertanya pada ibunya, "Ibu, kita mau kemana?" "Kita akan mengunjungi kakek dan nenek. Maaf ya, Lucas pasti masih mengantuk. Nanti tidurlah selama perjalanan." Lucas menganggukan kepala menanggapi jawaban ibunya. Dari kejauhan ia bisa melihat ayahnya dengan seragam militer beserta beberapa ksatria berjejer di depan dan belakang kereta. "Ayah juga ikut?" tanya Lucas pada ayahnya setelah jarak mereka dekat. Peter menggeleng. "Ayah akan menemani perjalanan kalian. Sementara ini Lucas tinggal dengan kakek dan nenek ya? Lucas bisa bermain dengan Black, kuda hitam milik kakek. Kau tidak merindukannya?" Lucas terdiam sejenak menatap ayahnya, ibunya lalu sekitarnya. Ia hanya merasa aneh dengan p
Ingatan kala itu membuat Lucas terbangun menyadari sesuatu. Bukankan keadaan ini bisa menjadi kesempatanku untuk menyelamatkan ibu? Mencegahnya mengalami hal-hal seperti ini."Kakek, Lucas ingin istirahat ...." Dengan cepat Lucas pergi setelah mendapat persetujuan dari kakeknya."Tuan muda, apakah Anda ingin disiapkan air untuk bebersih?" tanya seorang pelayan padanya.Lucas mengangguk, ia butuh segera membersihkan diri agar dapat membantunya berpikir jernih untuk memikirkan suatu rencana. Rencana yang akan mengubah takdir.Tak lama air untuk mandi sudah siap, tanpa berlama-lama Lucas segera menyelesaikan mandinya dan lekas berpakaian dengan bantuan pelayan."Aku ingin makan camilan. Bawakan kesini dan aku minta selembar kertas juga tinta," pinta Lucas yang segera diangguki oleh pelayan tersebut. Setelah permintaannya terpenuhi, Lucas minta untuk ditinggal sendiri. Ia bilang akan keluar jika waktu makan malam tiba."Baiklah, darimana aku akan memulainya ...," gumamnya.Suara ketukan ja
"Anderson? Maksudmu Marquess dari wilayah utara?" tanya Lucas yang dijawab dengan anggukan ringan oleh Alice."Apa Anda tersesat? Kalau begitu mari kita kembali, saya hapal jalannya." Alice melaju melewati Lucas untuk memimpin jalan.Melihat hal itu Lucas sempat tertegun. Sekilas tadi ia sempat menangkap ekspresi berbinar dari Alice, lalu sekejap berubah. Kini anak perempuan yang tengah melangkah ringan itu menampilkan ekspresi wajah yang tenang seolah tadi Lucas seperti berhalusinasi."Apa Anda tidak balik bertanya namaku?" tanya Lucas yang membuat langkah Alice terhenti. Ia berbalik dengan gugup, lalu tersenyum canggung."Maaf atas ketidaksopanan saya. Kalau begitu siapa nama Anda?"Lucas mendengkus menahan senyum. Ia sepertinya tahu jika Alice sempat malu melihat senyumnya tadi. "Aku Lucas Wynne Chester," jawabnya dengan senyum jumawa. Entah mengapa Lucas ingin memamerkan identitasnya ini. Ia penasaran seperti apa ekspresi yang akan ditunjukkan pada wajah perempuan tersebut."Ohh!"
Suara dentingan pedang disertai teriakan di luar kereta itu membuat Anna panik. Meski ia mempercayai kehebatan para ksatria Chester hal itu tetap tak dapat membuatnya tenang. Keberadaan Lucas bersamanya menimbulkan rasa takut dan khawatir. Ia memeluk erat tubuh mungil putranya sedangkan Marie pelayan pribadinya merentangkan tangan melindungi mereka berdua.Tak lama suara ketuka terdengar. "Nyonya apakah semua baik-baik saja?" tanya salah seorang ksatria membuat Anna mendesah lega begitu pula Lucas mengucapkan syukur dalam hati. Ia tahu dan percaya akan kehebatan ksatria Chester."Ya, kami baik-baik saja. Bagaimana dengan kalian?" jawab Anna masih dengan memeluk Lucas."Tidak ada yang terluka. Maaf kami terlalu lama karena mereka ada banyak sekali, tetapi semua sudah kami kalahkan. Mohon maaf untuk dapat menunggu sebentar lagi untuk membereskan mereka.""Terimakasih atas kerja keras kalian. Jangan khawatirkan kami dan lakukan tugas kalian!""Baik, Nyonya! Terimakasih."Anna melepas pelu
Suasana makan malam terasa menyenangkan. Usai kejadian tadi siang aktivitas kembali seperti biasa seolah kejadian tadi tidak ada. Meski begitu Lucas tidak bisa melupakannya dan ia sepanjang hari di kamar memikirkannya."Lucas!" panggil Anna dengan suara keras membuat Lucas terlonjak kaget. "Ada apa? Daritadi ibu dan ayah memanggil tapi Lucas diam saja. Apa kau sakit?"Lucas menggelengkan kepala. Astaga terlalu larut berpikir membuat ia tidak fokus. Ia merutuki dirinya dalam hati. Kepalanya menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya, "tadi Ibu janji membuatkan aku pai apel.""Astaga ... kau membuat ibu khawatir Lucas. Tenang saja pai apel mu sudah siap. Tunggu habiskan makanmu lalu kau boleh menyantapnya.""Eh ... ayah juga mau pai apel!" sahut Peter dengan rengekan yang membuat Anna terkekeh geli."Semua akan kebagian. Ayo lanjutkan makannya!" Usai mengatakan itu mereka kembali menikmati makan malam mereka.Tak jarang selingan ca
Max tengah membujuk Alice untuk berani mengelus surai kuda. Dari samping Lucas memperhatikan betapa lembutnya suara Max ketika berbicara pada Alice. Mendorongnya untuk mengalahkan rasa takutnya akan kuda."Alice, tidak selamanya kau bisa menghindar dari rasa takutmu. Kakak juga tidak akan memaksamu secara langsung untuk menghadapinya. Pelan-pelan kalahkan ketakutanmu hingga kau bisa mengatasinya sendiri," bujuk Max pada gadis kecil di sampingnya itu."Kan ada kakak. Kak Max sendiri yang bilang akan selalu melindungi Alice," rajuknya dengan mata melirik pada kuda berjaga-jaga kalau hewan itu tiba-tiba mengamuk."Kakak akan selalu melindungimu. Tapi bagaimana kalau saat itu kakak tidak ada di dekatmu. Apa kau hanya akan terus menunggu? Bagaimana kalau kakak tidak bisa datang?"Alice menunduk, kedua tangannya bermain memilin pita pada gaunnya. "Tapi, Alice takut ...," gumamnya dengan suara bergetar.Mendengar suara bergetar dari gadis bergau
Terdengar suara gemuruh orang-orang yang sedang berlatih di lapangan kediaman Chester. Di tengah lapangan itu terlihat sesosok mungil yang ikut menyempil di antara badan besar dan kekar pada lapangan tersebut.Sudah hampir dua bulan ini Lucas memulai pelatihan dasar berpedang. Semenjak ibunya memilih Julian untuk menjadi ksatria pribadinya ia pun meminta dimajukan pula pelatihan bela dirinya. Kini ia saat ini sedang melakukan pose dasar berpedang yang diawasi secara langsung oleh Matthew. Tak jauh darinya Julian ---putra Matthew--- sedang mengayunkan pedangnya. Di usia yang sama dengan dirinya Julian sudah tertarik dengan pedang berkat melihat ayahnya. Menyadari hal itu Matthew secara khusus mengajari langsung anaknya sekaligus mempersiapkan dirinya untuk dapat mengabdi pada penerus Chester.Sudah menjadi tradisi turun menurun dari leluhur Matthew untuk mengabdi pada Chester. Ayahnya dulu menjadi ksatria pribadi sekaligus tangan kanan sang Duke terdahulu atau ayah
"Bagaimana dengan penyelidikan kematian para bandit itu?" tanya Peter pada Matthew.Saat ini di ruang kerjanya berkumpullah dirinya, Anna, Matthew dan Sebastian yang saat ini membahas kematian mendadak para bandit. Dari awal penangkapan pihak keamanan ibukota memberikan keterangan akan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh bandit tersebut. Diantaranya penculikan, perbudakan secara ilegal, perampokan dan masih banyak lagi. Awalnya Peter menganggap mereka sama seperti orang-orang lain yang terlibat kejahatan, tetapi ketika mendengar berita kematian para bandit membuatnya curiga.Para pihak keamanan hanya mengatakan mereka bunuh diri karena takut akan hukuman. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut mereka menemukan fakta bahwa para bandit telah mati diracuni. Kejanggalan inilah yang membuat Peter memberikan perintah pada Matthew untuk diam-diam menyelidikinya. Sementara kehadiran Sebastian sebagai kepala pelayan Chester ini karena ia ingin menanyakan salah se