Share

Foto Editan

"Kamu nampar aku, Mas?"

Suara Diana terdengar lirih tapi tatapan matanya cukup tajam menatap Diaz yang kini terdiam setelah ia melakukan kekerasan tersebut. Ia tidak menyangka jika tangannya sampai menampar wajah istrinya.

"Di, aku—"

Diana langsung berlari masuk ke dalam kamar mandi. Ia menumpahkan tangisnya di dalam sana karena rasa kecewa, bukan rasa sakit dan perih karena tamparan tersebut. Diaz sudah sangat menyakiti hatinya dan kini ia bahkan berani main tangan.

Di atas tempat tidur Diaz termenung. Ia benar-benar kelepasan karena tidak terima saat Diana mengatakan bahwa ia jijik disentuh olehnya. Diaz bukannya sok suci, tapi selama ini Diana selalu pasrah setiap kali ia sentuh dan Diaz tahu, istrinya itu sangat mencintainya dan begitu mendamba cintanya. Hanya dengan melakukan penyatuan ia bisa membuat Diana percaya bahwa cintanya terbalas.

Diaz bukan orang yang bisa berkomitmen dengan suatu hubungan sejak dulu. Ia hanya mencari kesenangan semata. Beberapa kali dipaksa menikah dan ia membawa beberapa wanita sebagai calon tunangan, sampai bertunangan tetapi tidak menikah karena jiwa bebas Diaz enggan untuk diikat.

Sampailah hari itu, hari dimana ia meminta mamanya melamarkan Diana untuknya. Diana adalah anak magang di kantornya. Berkat wajah cantik alami dengan inner beauty yang terpancar di wajahnya serta sikap santun dan lemah lembutnya, Diaz memilihnya menjadi pendamping hidup. Dan itu juga karena mamanya yang juga menyukai Diana yang pernah menolongnya serta mendonorkan darahnya beberapa kali.

Waktu itu juga orang tuanya mendesak apabila Diaz tidak menikah dalam waktu dekat, maka kemungkinan besar perusahaan akan diambil alih oleh kakak iparnya sementara Diaz begitu tahu seperti apa sepak terjang sang kakak ipar yang begitu lemah lembut. Tentu saja tidak sesuai dengan kinerja keluarga Megantara.

Diaz menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran-pikiran buruk yang merasukinya. Ia harus pergi ke kantor dan membiarkan Diana untuk menenangkan dirinya sendiri.

"Maaf Di, maaf karena sudah menamparmu," lirih Diaz.

Diaz hendak berdiri dan meneruskan niatnya untuk pergi ke kantor tetapi ia tak sengaja melihat benda pipih yang terdapat di bawah bantal ketika ia hendak merapikan tempat tidur tersebut sebagai bentuk permohonan maaf kepada Diana. Itu adalah ponsel Diana dan entah mengapa Diaz tertarik untuk membukanya seban selama ini Diaz tidak begitu tertarik dengan kegiatan istrinya.

Mata Diaz membulat sempurna karena begitu ia membuka sebuah aplikasi pesan, ia menemukan sebuah pesan dari nomor tak dikenal dan di sana terdapat foto dirinya yang sedang tidur dalam satu selimut dengan seorang wanita yang sangat jelas dikenali olehnya.

"Kurang ajar! Berani sekali wanita sialan itu mengirim foto ini pada Diana dan berani sekali dia mengambil gambar saat aku tertidur. Dia rupanya ingin cari mati!"

Tangan Diaz terkepal kuat, ia sangat menyayangkan tindakan wanita yang berada di dalam foto bersamanya. Pantas saja Diana pagi ini menangis dan tidak lagi mampan dengan rayuan gombalnya, rupanya karena foto ini. Tentu Diana pasti tidak akan mempercayainya lagi.

Diaz merenung, tadinya ia ingin berangkat ke kantor akan tetapi sebuah pesan yang masuk di ponsel istrinya membuat Diaz mengurungkan niatnya. Ia harus menyelesaikan masalahnya dengan Diana terlebih dahulu, ia tidak mungkin melepas dan tidak akan melepas istri sekaligus menantu sesempurna Diana.

'Aku memang bejat, tapi aku tidak bisa melepaskannya. Aku tidak mencintainya tapi aku membutuhkannya,' gumam Diaz dalam hati.

Orang yang pandai sepertinya, sangat tepat dalam mengambil langkah, serta memiliki jutaan taktik yang tiada habisnya tentu langsung mendapatkan ide agar bisa meluluhkan hati istrinya. Diaz tersenyum kemudian ia membawa ponsel Diana menuju ke depan pintu toilet. Dengan perlahan-lahan Diaz mengetuk pintu tersebut dan meminta Diana untuk keluar.

"Di kita perlu bicara please ... ada yang ingin aku jelasin sama kamu," panggil Diaz dengan suara yang begitu lembut.

Diana yang masih menangis di dalam toilet walaupun tidak bersuara langsung menghapus jejak air matanya yang mengalir di pipi. Ia membasuh wajahnya yang terlihat sembab kemudian ia keluar dari kamar mandi sebab ia juga masih ingin berbicara dengan Diaz —menyelesaikan rumah tangga mereka tentu saja.

Diana terkejut karena ia menabrak dada bidang Diaz yang rupanya masih berdiri di depan pintu toilet, sedangkan Diana keluar dengan kepala yang sedikit menunduk dengan perasaan dan pikiran yang begitu kacau.

Diaz tersenyum sembari berkata, "Di, apakah pesan yang masuk di ponselmu ini adalah penyebab dari air matamu pagi ini, juga dengan sikapmu yang begitu berani melawanku?" tanya Diaz dengan suara yang begitu lembut. Seperti biasa, ia selalu mampu memanipulasi istrinya, akan tetapi Diana tentu harus antisipasi karena suaminya ini adalah seorang pria yang manipulatif.

Diana kaget saat melihat ponselnya berada di genggaman Diaz. Suaminya itu kemudian meraih tangannya dan mengajaknya untuk duduk di tempat tidur.

"Kalau kamu sudah tahu, tidak perlu bertanya lagi Mas. Dan tidak perlu menjelaskan apa yang terjadi pada saat itu karena kita pun sudah sama-sama dewasa dan tahu apa yang baru saja dilakukan wanita dan pria dalam keadaan seperti itu," ucap Diana sedikit sarkas. Tidak ada toleransi lagi bagi suami manipulatifnya ini.

Diaz masih memasang wajah tenang, ia begitu percaya diri bisa menghasut istrinya untuk kembali mempercayainya. Bukankah ia sudah sangat pandai memainkan sandiwara selama hampir lima tahun belakangan ini?

"Apakah tidak kamu perhatikan, bukankah foto ini sama persis dengan foto kita waktu kita bulan madu di Paris? Coba deh kamu perhatiin," ucap Diaz memberikan ponsel Diana yang menampilkan gambar yang membuat mata Diana kembali memanas.

Diana menatap datar kepada Diaz kemudian ia menatap kembali gambar tersebut. Diana tidak begitu mengingat bagaimana bulan madunya dengan Diaz karena mereka pergi bukan hanya sekadar bulan madu, tetapi Diana menemani Diaz untuk perjalanan bisnis yang dirangkaikan dengan bulan madu mendadak.

"Maksud kamu gimana Mas?" tanya Diana yang malas berpikir karena baginya suaminya ini sekalinya pembohong pasti akan tetap menjadi pembohong.

Diaz kemudian merangkul bahu Diana, akan tetapi istrinya itu langsung mengambil jarak. Diaz tidak marah seperti tadi walaupun sebenarnya perasaannya begitu geram dengan sikap Diana yang ogah-ogahan disentuh olehnya. Tapi ia harus bisa menahannya karena ini adalah cara untuk bisa mengambil hati istrinya.

"Aku pernah mengupload foto kita di sosial media ketika malam itu kita baru saja melakukan sesi percintaan ... dan bisa kamu lihat sendiri ini adalah tempat tidur di mana kita menghabiskan malam bersama di sana," ucap Diaz.

"Dan kamu pasti tahu apa yang dilakukan wanita itu, dia sudah mengedit foto ini. Dia mungkin saja mengambilnya dari sosial mediaku. Aku baru saja mengingatnya lalu aku menghapusnya, aku tidak ingin ada wanita-wanita lain yang mengedit foto seperti ini lalu mengirimkannya padamu hingga rumah tangga kita hancur berantakan hanya karena orang yang begitu iri pada kita."

Diana terdiam, jujur saja ia kurang percaya kepada suaminya, apalagi ia tidak ingat sama sekali tentang hotel tersebut. Hati Diana sudah sakit walaupun ternyata itu adalah foto editan, pasti di luar sana ada banyak wanita yang dekat dengan suaminya hingga melakukan hal seperti ini untuk bisa menghancurkan rumah tangganya. Dan Diana sudah berkali-kali mendapatkan laporan seperti ini dari para wanita tersebut.

"Di bagaimana? Aku sudah menjelaskan padamu kalau aku tidak selingkuh. Ini hanya sebuah foto editan. Kamu tahu sendiri aku ini adalah pengusaha sukses, sangat banyak yang ingin menghancurkanku dan menghancurkan kita. Apakah kamu masih berniat untuk berpisah? Apakah kamu tetap ingin bercerai?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status