Diaz menanti keputusan Diana, ia berharap istrinya yang dulunya sangat polos dan mempercayai dirinya seperti ia mempercayai Tuhan kini berubah menjadi menyeramkan. Diaz sangat takut dan entah mengapa perubahan sikap Diana semakin membuat Diaz khawatir. Ia tidak suka istrinya melawannya apalagi sampai menjauhinya. Ia tidak mencintainya, Diana hanya wanita yang pantas untuk mendampinginya.
"Kamu itu istri aku. Nggak akan pernah ada yang lain, Di. Bukan sekadar istri-istrian. Kamu percaya 'kan sama aku? Kamu cinta 'kan sama aku, Di?"
Kembali Diaz mencoba untuk menyentuh hati Diana. Dulu sekali setiap kali Diaz sudah menanyakan cinta dan kepercayaan, pipi putih Langsat milik Diana itu pasti akan bersemu merah. Entah Diaz sadar atau tidak, ia sudah memiliki istri yang sempurna akan tetapi ia tidak pernah merasa puas.
"Aku butuh waktu untuk berpikir, Mas," ucap Diana pada akhirnya.
Ada rasa lega dan juga kesal yang menghampiri Diaz. Ia lega karena istrinya itu mau membuka suaranya tetapi ia kesal karena Diana justru meminta waktu. Ia merasa tertolak oleh istrinya sendiri, wanita yang dari tatapan matanya saja sudah terlihat begitu mendambanya. Tapi kini lain, Diana tidak lagi menunduk saat mereka saling bertatapan.
'Entah mengapa aku merindukan wajahnya yang malu-malu dan selalu menundukkan pandangan setiap kali menatapku,' gumam Diaz dalam hati.
"Ya sudah, ambil waktu sesukamu dan aku harus berangkat ke kantor. Jangan kemana-mana ya sayang, tunggu aku pulang. Kita akan makan siang bersama di rumah. Buatkan aku ayam balado dan jika nanti aku tidak sempat datang maka antar saja ke kantor ya," ucap Diaz kemudian ia mengecup puncak kepala Diana dan bergegas merapikan pakaiannya.
Diana tidak merespon apapun, hanya matanya yang terus bergerak memperhatikan apa saja yang dilakukan suami tampannya itu. Sekali lagi Diaz menghampirinya dan mengecup punggung tangannya lalu pria itu berpamitan.
Wajah Diaz terlihat masam ketika ia berjalan ke arah mobilnya dan ketika ia masuk, wajah tampan itu berubah menjadi mengerikan. Diaz menyeringai, ia baru saja mendapatkan sebuah ide yang baginya luar biasa menakjubkan.
Setelah berkendara beberapa menit, Diaz pun sampai di kantor walaupun ini sudah begitu telat. Akan tetapi siapa yang akan menegurnya sedangkan ia sendiri adalah pemilik dari perusahaan ini. Diaz bahkan tidak pernah terlihat ramah di kantor dan seluruh karyawannya sangat takut dan patuh padanya. Dia terkenal sadis namun tangan dinginnya mampu membuat semua karyawannya sejahtera.
"Hubungi perusahaan Prima Wings, rapatnya dimajukan sekarang. Dan kabari saya jika mereka sudah sampai," ucap Diaz pada sekretarisnya.
Sekretarisnya pun langsung melaksanakan perintah atasannya tersebut. Wanita yang lebih tua beberapa tahun dari Diaz ini sangat bisa diandalkan dan satu-satunya wanita terdekat yang tidak pernah Diaz sentuh sebab sekretarisnya ini mengenakan hijab.
Diaz pun masuk ke dalam ruangannya dan ia mulai memeriksa beberapa pekerjaannya. Diaz larut dalam dokumen-dokumen yang harus ia tanda tangani hingga sekretarisnya datang dan mengatakan bahwa hanya ada sekretaris pribadi dari perusahaan Prima Wings yang datang.
Diaz mengangkat sebelah alisnya, ia kemudian memintanya untuk masuk. Mata Diaz menatap lekat pada Veronika — sekretaris yang dimaksud, wanita itu terlihat sangat elegan dengan postur yang bisa dibilang sempurna. Wajahnya cantik dan bodynya yang menggoda.
Veronika berjalan bukan ke arah kursi khusus untuk klien melainkan langsung ke sisi Diaz. Ia tersenyum menggoda sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Ada apa ini? Mengapa mendadak memajukan rapatnya? Tuan Prima sedang tidak berada di kota ini dan hanya aku yang bisa mewakilinya. Apakah merindukanku sayang?"
Diaz memejamkan matanya ketika Veronika menyentuh kedua bahunya dengan gerakan dibuat sepelan mungkin agar bisa merangsang kelelakian Diaz. Untuk beberapa saat pria yang suka berpetualang di ranjang panas itu terbuai hingga suara tangis Diana menggema di telinganya.
"Stop dan duduklah layaknya seorang klien. Anda tidak sopan kepada saya dan saya bisa saja memutus hubungan kerja sama ini," ucap Diaz dengan suara yang begitu dingin.
Mata Veronika terbelalak, ia tidak menyangka Diaz akan menolaknya seperti ini. Mereka sudah pernah menghabiskan malam bersama dan bagi Veronika, itu adalah tanda bahwa Diaz menyukainya.
Tangan Veronika terkepal kuat kemudian ia duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Diaz dan hanya dibatasi meja saja. Ia menurut karena melihat aura menakutkan dari tatapan mata Diaz. Dia masih ingin selamat karena ia pun tahu seperti apa sepak terjang Diaz selama ini. Tampan dan mematikan!
"Apa maksudmu mengirim foto itu kepada istriku?" tanya Diaz to the point.
Veronika tersenyum, ia tahu apa masalah yang membuat Diaz marah padanya. "Oh, itu hanya salah pencet," jawab Veronika yang membuat Diaz berdiri dan langsung menghampiri Veronika. Ia mencekik leher Veronika dengan kuat.
"Berani sekali kamu melakukan itu padaku? Kamu pun tahu hubungan itu hanya sebatas mencari keuntungan saja. Aku mendapatkan perusahaan Prima Wings dan kamu mendapatkan apa yang kamu mau. Apa kamu sudah bosan hidup?" hardik Diaz dengan tangannya yang masih mencekik leher Veronika.
Wanita itu terbatuk-batuk begitu Diaz melepaskan cengkeramannya. Ia tidak berniat membunuhnya, hanya sekadar memberi peringatan dan ia harap Veronika akan jera.
"Aku bisa menjadi istri keduamu. Aku juga bisa menggantikan istri mandulmu itu. Kamu membutuhkan pewaris bukan, aku akan memberikannya untukmu," ucap Veronika.
Diaz tertawa sarkas, ia merasa tingkat kepercayaan diri wanita ini terlalu tinggi. Ia sudah pernah menjelaskan bahwa dirinya hanya melakukan sebatas one night stand saja, tidak melibatkan perasaan dan tidak akan mengingat kembali setelah hari itu. Tapi ternyata Veronika berbeda, dia bermain hati di dalamnya.
"Dia istriku dan tidak akan ada yang bisa menggantikannya. Jangan mimpi!" hardik Diaz dan Veronika merasa tertohok. Ia mengira Diaz tidak mencintai istrinya karena ia pun tahu Diaz sangat suka melakukan hubungan one night stand itu selama ini.
"Aku bisa menghancurkanmu tanpa sisa jika masih berani membuat gaduh dan meracuni pikiran istriku. Ingat Veronika, dalam satu kali kedipan mata saja aku bisa membunuhmu. Jangan pernah bermain-main denganku," ucap Diaz mengancam.
'Kita lihat saja nanti, aku sudah memberikan keperawananku padanya dan aku pikir dia menyukaiku. Lihat Diaz, aku pasti akan menghancurkan rumah tanggamu dan aku akan mendapatkanmu. Kamu akan bertekuk lutut di hadapanku,' ucap Veronika dalam hati.
"Tapi aku tidak bisa meninggalkanmu. Kamu sudah mengambil kesucianku dan aku sekarang tengah mengandung anakmu. Kamu seharusnya bertanggung jawab dan bersyukur karena akhirnya kamu akan mendapatkan seorang pewaris," ucap Veronika yang membuat Diaz terkejut bukan main.
"Ha-mil?"
Praaangggg ....
Suara benda jatuh mengejutkan Diaz dan ia segera berlari ke luar ruangannya dan mendapati rantang yang terjatuh dengan makanan yang sudah berhamburan. Disana ada ayam balado kesukaannya.
"Diana ... gawat!"
Braakk ... Diana terkejut begitu pintu dibuka dengan begitu kasar oleh Diaz. Ia baru saja selesai memasukkan pakaiannya di dalam koper kecil nan lusuh miliknya. Koper yang dulu ia bawa masuk ke kediaman Megantara dengan pakaian seadanya dan biasa saja sampai akhirnya kehidupan Diana berubah jadi bergelimang harta. Diana yang dulunya hanya gadis sederhana dengan dandanan seadanya. Pakaian biasa dari barang yang bisa dikatakan entah bahkan versi ke berapa. Belum lagi tubuhnya yang polos tanpa hiasan perhiasan mahal, imitasi pun tak punya karena hidup Diana memang hanya cukup untuk makan sehari-hari dan membiayai kuliahnya yang tidak selesai karena lamaran dadakan dari keluarga Megantara. Saat ijab kabul terucap, saat itu pula kehidupan Diana berubah, dari yang sederhana menjadi mewah dan elegan. Dari yang tidak punya perhiasan kini setiap saat selalu mendapat perhiasan terbaik dengan harga yang mahal. Entah datang dari suaminya, mertuanya atau dari klien suaminya yang memberikan hadia
Suasana duka menyelimuti kediaman Megantara. Keluarga, kerabat, kolega dan begitu banyak pelayat yang datang bahkan hingga pejabat pemerintah memenuhi rumah duka sebab semasa hidupnya, Tuan Megantara adalah orang yang terkenal dan juga merupakan konglomerat dengan banyaknya anak perusahaan dan juga banyak membantu negara dari segi ekonomi maupun sosial.Nampak Diaz sangat sedih, ia adalah kesayangan ayahnya dan yang paling sering membuat ayahnya kecewa sebab dulu selalu saja membangkang tetapi ia berhasil memajukan perusahaan ayahnya tersebut hingga akhirnya menjadi kebanggaan.Belum lagi keinginan ayahnya untuk menggendong cucu darinya dan Diana, hal itu belum bisa ia wujudkan dan setelah ini ia akan memikirkan bagaimana agar Diana bisa hamil mengingat istrinya itu sempat minggat dari rumah."Ma, sebaiknya Mama istirahat di kamar, nanti saat waktu penguburan aku akan membangunkan Mama. Wajah Mama terlihat sangat pucat, atau Mama biar aku buatin teh hangat? Mama mau ya," ucap Diana de
Sungguh berat hati Diana mengucap janji, apalagi janji ini di depan ibu mertua dan makam ayah mertuanya yang masih basah, mana tega ia melihat wajah mendung mertuanya yang sedang berduka lantas ia kembali membuatnya semakin terluka.'Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin menyakiti Mama ... tapi bagaimana dengan perasaanku sendiri? Aku juga ingin bahagia walau harus kehilangan segalanya ....'Diana hanya bisa merintih dalam hati, dilihatnya wajah Diaz yang juga sedang menatap menanti jawabannya. Diana muak dan perasaannya terhadap Diaz saat ini yang ... entah.Senyuman terbit di bibir Diana manakala ia menatap mertuanya. Ia menggenggam tangan sang mertua yang walaupun sudah usianya sudah 60-an tahun tetapi masih begitu halus karena perawatan."Diana nggak bakalan pernah ninggalin Mama. Jangan sedih lagi Ma, ada Diana yang selalu sayang sama Mama dan bakalan jagain Mama dan nemenin Mama menggantikan Papa. Lagi pula Diana dan Mas Diaz pasti akan selalu baik-baik saja, M
Veronika tersenyum begitu ia melihat pria yang berdiri tepat di hadapannya. Akhirnya dia datang juga setelah lama tidak lagi mau berkomunikasi dengannya dan Veronika memang harus bekerja keras untuk bisa mengundang Diaz datang ke pelukannya."Apa maumu?" tanya Diaz tanpa basa-basi, ia muak melihat wanita yang sudah membuat rumah tangganya berantakan.Rumah tangga? Diaz teringat perkataan Diana yang mengatakan bahwa mereka bukanlah berumahtangga melainkan hanya sedang main rumah-rumahan saja."Mengapa tidak masuk dulu? Kita bicara di dalam, udara di luar sangat dingin dan kamu bisa masuk angin," ajak Veronika.Diaz mengangkat sebelah sudut alisnya. Udara memang sangat dingin tetapi lebih dingin lagi ranjang di kamarnya semenjak seminggu istrinya itu memilih pisah kamar secara diam-diam tanpa diketahui oleh mamanya.Veronika membuka pintunya lebar-lebar, ia ingin Diaz masuk ke rumah yang sudah ia beli dari hasilnya memuaskan Diaz semalaman di hotel pada beberapa waktu yang lalu. Pada sa
Sesampainya di rumah dengan dua mobil berbeda, Indria melenggang pergi ke kamarnya begitu saja tanpa mempedulikan Diaz yang sedang ingin berbicara dengannya. Indria sudah cukup kecewa pada putranya tersebut, ia tahu segalanya termasuk saat ini menantunya memilih pisah kamar. Tidak ada yang ia lewatkan, ia tahu segalanya tentang yang terjadi pada anaknya dan juga pada menantunya, hanya saja Indria yang sudah sangat menyayangi Diana tidak akan mampu kehilangan menantunya itu.Diaz berjalan terus ke arah kamar mamanya dan ternyata pintu kamar itu tidak dikunci. Ia tahu mamanya menantinya di dalam kamar untuk berbicara. Namun, yang ia dapatkan adalah mamanya yang sudah berbaring di balik selimut."Ma, aku—""Mama lelah, pergilah karena Mama ingin beristirahat. Simpan semua penjelasannya untuk dirimu sendiri. Mama bosan dan muak mengetahui setiap kelakuanmu. Mama hanya berharap Diana tidak meninggalkanmu. Ingat Diaz, dibalik suksesnya seorang pria, ada doa ibu dan istrinya yang senantiasa
Diaz tersenyum mendengar permintaan mamanya. Ia merasa itu adalah cara yang jitu untuk membuatnya kembali dekat dengan Diana. Ia memang tidak cinta atau belum cinta atau mungkin juga sudah cinta tapi tidak menyadarinya, tetapi ia juga tidak ingin kehilangan wanitanya. Diana adalah miliknya yang permanen. Tidak ada kesempatan bagi Diana untuk pergi dan melepaskan gelar Nyonya Megantara."Diaz sibuk, Ma. Ada banyak proyek yang harus ditangani Minggu ini," ucap Diaz mencoba untuk sedikit menolak agar terkesan ia tidak langsung iya-iya saja. Diaz sadar diri ia masih memiliki kesalahan yang sedang coba ditutupi oleh mamanya. Diana melirik Diaz, kembali hatinya merasa kecil. Jika saja dirinya memang dicintai oleh Diaz lagi pria itu akan menerima usul mamanya atau setidaknya tidak langsung menolak seperti ini.'Aku mikir apa sih? Sudah jelas aku tahu Mas Diaz tidak jatuh cinta padaku, mengapa terus berharap begini?' rutuk Diana dalam hati."Biarkan Bihan yang mengurus proyek. Mereka sudah ha
Indria tersenyum. Ia menggelengkan kepalanya kemudian ia menoleh menatap Diana yang hanya membentuk mulutnya seperti huruf 'O' sebab ia yakin mertuanya ini tidak akan pernah berbohong apalagi menyakitinya. Mama Indria adalah yang paling tulus cintanya pada dirinya."Mama hanya tidak ingin anak-anak mama rumah tangganya bermasalah. Bagaimanapun rumah tangga itu pasti tidak lepas dari banyaknya cobaan dan sejujurnya Mama dan Papa juga dulu memiliki banyak ujian dalam rumah tangga kami, tetapi dengan keteguhan dan cinta kami yang begitu besar akhirnya rumah tangga itu bertahan hingga Papa meninggal," ucap Indria menjelaskan. Jelas ada hal yang tidak mungkin ia ceritakan pada Diana."Jadi ... jika ada sesuatu hal tentang Diaz yang ingin kamu keluhkan atau ada masalah antara kalian, tolong selesaikan dengan kepala dingin. Kalian harus saling komunikasi dan jika bisa dipertahankan maka bertahanlah. Jangan lupa jika ada hal yang ingin kamu ceritakan, kamu punya Mama yang akan selalu mendengar
Veronika langsung gemetar, sambil mengepalkan tangannya ia keluar dari ruangan itu sedangkan kakinya yang mengenakan high heels dihentak-hentakkannya di lantai. Diaz tersenyum miring, sungguh ia puas setelah membuat wanita itu tidak bisa melakukan pembelaan tetapi ia yakin Veronika tidak akan semudah itu berhenti. Ia sudah nekat mengirim foto itu pada Diana, tentu saja untuk selanjutnya pasti akan ada hal lain yang dilakukannya.Diaz kembali duduk dengan pikiran tidak tenang. Ia mencoba untuk mencari solusi agar Diana dan Veronika tidak bertemu. Jika saja tidak ada mamanya, pasti Diana sudah pergi. Lantas, apa yang membuat Diaz harus menahan Diana di sisinya sedangkan mamanya sudah tahu perbuatan bejatnya dan Diana pun bukan wanita yang ia cintai?Harusnya, Diaz yang selalu ingin bebas itu tidak perlu menahan Diana, toh dia tidak cinta, bukan?"Sebaiknya aku memikirkan cara untuk mengurus Veronika. Wanita itu sangat berbahaya untuk rumah tanggaku. Tapi ... bukankah Mama juga sudah ta