Arunika kembali menampakkan kehadirannya, debur ombak sayup-sayup terdengar menenangkan indera. Embusan angin dan sapuan lembut di pipi juga membantu Diana membuka kedua mata indahnya. Di hadapannya kini tampak seorang pria dengan pahatan wajah yang begitu sempurna mendeskripsikan bagaimana Tuhan sedang begitu bahagia saat menciptakannya. Alis tegas serta hidung mancung itu seakan begitu pantas diberikan padanya, belum lagi rahang tegas dan bulu mata uang yang lentik, semakin menambah kesan tampan padanya. Jangan lupakan senyum menawan dari bibir yang sering berkata manis tetapi menghasilkan empedu bagi Diana, ah jika mengingat semua itu rasanya ia ingin kembali tertidur dan bermimpi. Mimpi? Diana bahkan ingat yang terjadi semalam bukanlah sekadar mimpi belaka. Diaz begitu dekat dengannya seperti saat ini, saat suaminya begitu dekat dengan wajahnya. Mengingatnya membuat Diana tersipu."Selamat pagi My Wife, apakah tidurmu menyenangkan?"Sapaan Diaz tersebut semakin mempertegas keja
Pesawat yang ditumpangi Diaz dan Diana kini telah mendarat. Dengan terburu-buru pasangan tersebut keluar dan masuk ke dalam mobil yang sudah menanti mereka. Sejak di dalam pesawat Diaz tak bisa tenang. Ia khawatir terjadi sesuatu yang begitu buruk pada wanita yang telah melahirkannya itu. Diaz telah kehilangan sosok Ayah, ia tak ingin kehilangan lagi sosok Ibu.Diana juga tahu kegelisahan suaminya, tak bisa ia pungkiri pun ia sangat gelisah. Ibu mertuanya menyayanginya begitu sangat, seakan mereka bukanlah pasangan anak menantu dan mertua. Diana diperlakukan bagaikan anak kandung sehingga rasa khawatir itu tak kalah dari yang dirasakan Diaz."Di, Mama," lirih Diaz, ia meremas tangan Diana, mencoba menyalurkan apa yang tengah ia rasakan."Kita harus tetap tenang, Mas. Lebih baik kita berdoa agar Mama baik-baik saja," ucap Diana mencoba menenangkan Diaz, padahal di sini ia juga tak kalah risau.Mobil yang ditumpangi Diaz dan Diana terasa begitu lamban padahal sopir sudah mengerahkan kec
'Mas Diaz, bagaimana bisa kamu melakukan semua ini? Apa memang benar aku ini hanya istri pajanganmu saja? Atau hanya istri yang mendompleng kesuksesan bisnismu. Kenapa kamu sungguh kejam, Mas?'Diana menghapus air matanya begitu melihat suaminya — Ardiaz Megantara keluar dari ruang ganti. Dengan cepat ia menyimpan ponselnya agar suaminya tidak curiga. Sebagai istri yang selama ini mengurus suaminya dengan baik, Diana langsung berdiri dan membantu memasangkan dasi suaminya."Di, kamu nangis?" tanya Diaz — sapaan untuk sang suami.Diana langsung menyeka air matanya kemudian ia tersenyum manis. "Hanya kemasukan debu," kilahnya, ia kemudian kembali melanjutkan tugasnya.Diaz menjadi tidak tenang setelah mendengar jawaban ambigu dari istrinya. Mana mungkin di kamar mereka yang super bersih ini — sebab Diaz sangat menerapkan kebersihan itu bisa memiliki debu.Diana mengambil jarak dua langkah mundur dari Diaz setelah ia selesai merapikan penampilan suaminya. Ia tersenyum dan sangat jelas te
"A-apa kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi Diana Alisha Megantara."Suara Diaz terdengar pelan tapi penuh dengan penekanan. Bagai disambar petir di pagi hari, istrinya yang selama ini terlihat begitu mencintainya mendadak mengucapkan kata sakral tersebut.Yang Diaz tahu, Diana itu cinta mati padanya walaupun ia sendiri tidak pernah memberikan hatinya pada wanita ini. Diaz menikahi Diana karena kedua orang tuanya — terutama mamanya yang sangat menyukai sosok Diana.Diaz adalah sosok yang ingin hidup bebas, ia tidak pernah serius bermain hati dengan para wanita yang dekat dengannya. Wajahnya yang tampan dan hidupnya yang bergelimangan harta, dengan usaha yang sukses dan menggurita baik di dalam maupun di luar negeri membuatnya merasa semua ada di dalam genggamannya, termasuk membeli Diana sebagai menantu untuk kedua orang tuanya."Apa kamu tidak dengar, Mas? Biar aku ulangi, aku ingin kita ce—""Jangan mimpi!" potong Diaz. Entah mengapa ada bagian dari hatinya yang terasa sakit dan tid
"Kamu nampar aku, Mas?"Suara Diana terdengar lirih tapi tatapan matanya cukup tajam menatap Diaz yang kini terdiam setelah ia melakukan kekerasan tersebut. Ia tidak menyangka jika tangannya sampai menampar wajah istrinya."Di, aku—"Diana langsung berlari masuk ke dalam kamar mandi. Ia menumpahkan tangisnya di dalam sana karena rasa kecewa, bukan rasa sakit dan perih karena tamparan tersebut. Diaz sudah sangat menyakiti hatinya dan kini ia bahkan berani main tangan.Di atas tempat tidur Diaz termenung. Ia benar-benar kelepasan karena tidak terima saat Diana mengatakan bahwa ia jijik disentuh olehnya. Diaz bukannya sok suci, tapi selama ini Diana selalu pasrah setiap kali ia sentuh dan Diaz tahu, istrinya itu sangat mencintainya dan begitu mendamba cintanya. Hanya dengan melakukan penyatuan ia bisa membuat Diana percaya bahwa cintanya terbalas.Diaz bukan orang yang bisa berkomitmen dengan suatu hubungan sejak dulu. Ia hanya mencari kesenangan semata. Beberapa kali dipaksa menikah dan
Diaz menanti keputusan Diana, ia berharap istrinya yang dulunya sangat polos dan mempercayai dirinya seperti ia mempercayai Tuhan kini berubah menjadi menyeramkan. Diaz sangat takut dan entah mengapa perubahan sikap Diana semakin membuat Diaz khawatir. Ia tidak suka istrinya melawannya apalagi sampai menjauhinya. Ia tidak mencintainya, Diana hanya wanita yang pantas untuk mendampinginya."Kamu itu istri aku. Nggak akan pernah ada yang lain, Di. Bukan sekadar istri-istrian. Kamu percaya 'kan sama aku? Kamu cinta 'kan sama aku, Di?"Kembali Diaz mencoba untuk menyentuh hati Diana. Dulu sekali setiap kali Diaz sudah menanyakan cinta dan kepercayaan, pipi putih Langsat milik Diana itu pasti akan bersemu merah. Entah Diaz sadar atau tidak, ia sudah memiliki istri yang sempurna akan tetapi ia tidak pernah merasa puas."Aku butuh waktu untuk berpikir, Mas," ucap Diana pada akhirnya.Ada rasa lega dan juga kesal yang menghampiri Diaz. Ia lega karena istrinya itu mau membuka suaranya tetapi ia
Braakk ... Diana terkejut begitu pintu dibuka dengan begitu kasar oleh Diaz. Ia baru saja selesai memasukkan pakaiannya di dalam koper kecil nan lusuh miliknya. Koper yang dulu ia bawa masuk ke kediaman Megantara dengan pakaian seadanya dan biasa saja sampai akhirnya kehidupan Diana berubah jadi bergelimang harta. Diana yang dulunya hanya gadis sederhana dengan dandanan seadanya. Pakaian biasa dari barang yang bisa dikatakan entah bahkan versi ke berapa. Belum lagi tubuhnya yang polos tanpa hiasan perhiasan mahal, imitasi pun tak punya karena hidup Diana memang hanya cukup untuk makan sehari-hari dan membiayai kuliahnya yang tidak selesai karena lamaran dadakan dari keluarga Megantara. Saat ijab kabul terucap, saat itu pula kehidupan Diana berubah, dari yang sederhana menjadi mewah dan elegan. Dari yang tidak punya perhiasan kini setiap saat selalu mendapat perhiasan terbaik dengan harga yang mahal. Entah datang dari suaminya, mertuanya atau dari klien suaminya yang memberikan hadia
Suasana duka menyelimuti kediaman Megantara. Keluarga, kerabat, kolega dan begitu banyak pelayat yang datang bahkan hingga pejabat pemerintah memenuhi rumah duka sebab semasa hidupnya, Tuan Megantara adalah orang yang terkenal dan juga merupakan konglomerat dengan banyaknya anak perusahaan dan juga banyak membantu negara dari segi ekonomi maupun sosial.Nampak Diaz sangat sedih, ia adalah kesayangan ayahnya dan yang paling sering membuat ayahnya kecewa sebab dulu selalu saja membangkang tetapi ia berhasil memajukan perusahaan ayahnya tersebut hingga akhirnya menjadi kebanggaan.Belum lagi keinginan ayahnya untuk menggendong cucu darinya dan Diana, hal itu belum bisa ia wujudkan dan setelah ini ia akan memikirkan bagaimana agar Diana bisa hamil mengingat istrinya itu sempat minggat dari rumah."Ma, sebaiknya Mama istirahat di kamar, nanti saat waktu penguburan aku akan membangunkan Mama. Wajah Mama terlihat sangat pucat, atau Mama biar aku buatin teh hangat? Mama mau ya," ucap Diana de