Hari-hari Ayuna berjalan seperti biasanya, tidak ada yang berubah. Namun, saat ini hubungannya dengan Eugene lebih membaik kedua pasangan itu sekarang saling terbuka satu sama lain. Saling mengerti satu sama lain. Membuat hari-hari yang mereka jalani tenang dan damai. Seperti biasa Ayuna pergi sekolah. Hari-hari Ayuna di sekolah semakin sibuk. Seminggu lagi, akan ada Ujian Akhir Semester.
Ayuna duduk di kantin sendiri, sambil membuka lembaran-lembaran majalah. Sebuah tangan menepuk pundak Ayuna, “Hai Nyet, rajin amat udah baca buku.” Toby mengambil tempat duduk di samping Ayuna dan Wanda di depan Ayuna.
Toby mengangkat buku yang di baca Ayuna, “Ya elah, gue kira baca buku. Ternyata majalah?”
“Loe sih enggak tahu bedanya majalah sama buku.” Cetus Ayuna sambil menyeruput es di sampingnya, menyeringai pada ke dua sahabatnya.
“Sana dong Loe yang pesenin makanan.”
“Mesti gue yang jadi korban,” cetus Toby dengan wajah kesal. Berdiri meninggalk
Hari telah berlalu. Waktu hari yang di tunggu keluarga Ruth Simth. Dua hari berlalu, Ananta mempersiapkan acara untuk Sang Anak.Semburat warna jingga melukis langit yang awalnya berwarna biru. Burung-burung terbang kembali ke sarang. Sebuah Mobil mewah merapat di sebuah Hotel termewah di kota A. Perayaan ulang tahun Eugene akan di rayakan di sebuah hotel bintang 5. Ayuna duduk di belakang Jog mobil. Sendirian tanpa Eugene, Pria itu ada urusan di kantor polisi membuatnya telat datang.Ayuna mengenakan gaun berbahan brukat merah. Sebagian pundak di biarkan terbuka. Tangannya sibuk menggenggam tas kecil dengan warna senada. Gaun ini di berikan oleh Mertuanya tempo hari.“Sudah sampai Nona.” Pak Toni memecah lamunan Ayuna. Ia masih tidak percaya diri keluar menggunakan gaun seperti ini.“Baik Pak.”“Saya nanti pulang sama Mas Eugene. Jadi, bapak langsung pulang enggak papa.”
Setelah membersihkan kasur. Ayuna merasa gerah. Kepalanya juga pusing. Aliran darahnya seperti terpompa sangat deras. Ia mondar-mandir di dalam kamar yang luas. Mengambil majalah, dan mengibaskannya, membuat majalah itu seolah-olah kipas angin.Eugene keluar dari kamar mandi. Mengeringkan wajahnya dengan handuk. Meletakan handuk ke tempatnya. Ekor matanya menangkap pergerakan Ayuna yang sangat aneh. Ia mondar-mandir di kamar sambil mengibas-ngibaskan majalah.“Kenapa?”“Panas banget Mas! Apa Ac nya mati?” gerut Ayuna dengan wajah kepanasan. Berbeda dengan wajah sebelum ia tinggal ke dalam kamar mandi.Eugene meraih remote kecil. Menekan tombol penambah. “Ini udah yang paling dingin Ayuna.”“Masak sih Mas.”“Kayaknya kamu butuh mandi?”“Baiklah kalau gitu Yuna ke kamar mandi.”Ayuna bergegas menuju pintu kamar kecil. Membuka handle pintu. Masuk. Men
2 Pekan kembali berlalu. Minggu depan Ujian Akhir Semester akan segera tiba. Banyak siswa yang sibuk mempersiapkan ujian. Kelas dua belas mendapat tambah jam kelas. Mereka akan pulang lebih malam dari biasanya. Sinar mentari berada di ubun-ubun. Tiga orang siswa sedang berjalan di tengah-tengah lapangan. Mereka menuju kantin dengan memotong jalan. Karena lapangan juga tak di pergunakan.“Sumpah capek gue!”“Sama.” Jawab Wanda dan Toby serempak.Seorang lelaki menyusul mereka, “Boleh gabung?”“Boleh.”Akhir-akhir ini Lay kembali mendekati geng Ayuna. Entah dengan tujuan apa. Mereka pun sering menghabiskan hari bersama.“Loe kok akhir-akhir ini sering gabung sama kita sih. Mana geng motor loe?” cetus Toby.“Ah pengen nyari suasana baru aja.”“Tak kirain loe PDKT sama Yuna lagi.”“Apaan sih Tob!” tegur Ayuna. Mereka pun sampai di kantin. Kali ini Ayuna dan Wanda yang memesan makan. Saat mengant
Matahari meninggi. Terik matahari membakar kulit. Angin-angin sepoi menghembuskan daun-daun kering. Sebuah mobil menepi di depan perumahan mewah. Ayuna keluar dari mobil bersiap-siap masuk rumah. Hari ini tak ada tugas tambahan, jadi ia bisa pulang lebih awal. Panas mentari sangat menyengat, ia ingin segera mandi. Membuat tubuhnya kembali dingin. Musim sekarang tak menentu, kadang panas tapi kadang mendung.“Mas Yuna masuk.” Ayuna berlari ke dalam kamar. Melepas tas, baju dan rok. Melangkah menuju kamar mandi. Shower menghujani tubuh Ayuna. Gadis itu bergidik senang karena badannya kembali segar. Setelah selesai mandi ia keluar dari kamar. Mengeringkan rambut dengan handuk.Memilih pakaian di lemari. Ia akan menggunakan pakaian paling santai. Celana selutut dengan kaos oblong berwarna-warni. Perut Ayuna keroncongan. Mencari makanan di dapur. Tapi tak ada apapun yang bisa di makan.“Ih kok enggak ada apa-apa di kulkas.” I
Penjual Es buah itu berubah tegang. Ia berusaha meraba-raba ponsel yang di letakan di laci gerobak. Dahi berkeringat.“Ada apa?”“Enggak papa Neng, Neng balik lagi aja di sekolah. Biar bayarnya besok aja.”“Enggak. Itu kenapa kumisnya?” Ayuna menarik kumis palsu. Kumis itu terlepas dari tempanya.Penyamaran Eugene terbongkar. Lelaki itu marah dan menarik kumis palsu yang ada di tangan Ayuna. “Mas ngapain sampek menyamar-nyamar jadi penjual Es.”“Diamlah dan masuk ke dalam sekolah. Jangan sampek orang lain tahu dengan penyamaranku.”“Yuna pengen di sini nemenin Mas.” Ayuna mengedip-ngedipkan mata menggoda Eugene. Berharap lelaki itu mengizinkan tinggal.“Cepat kembali Ayuna, ini bukan permainan.”Ayuna melirik sekelilingnya. Sepi. Hanya ada satu dua mobil motor yang berlalu-lalang. Siswa juga sudah kembali ke gedung sekolah.Cup!
Hari-hari berjalan seperti biasanya. Namun, Ayuna masih melamun. Ia memikirkan keadaan Mami Ananta. Apakah penyakitnya sangat buruk. Itu lah yang di pikirkan Ayuna. Gadis itu melamun dalam kelas. Tak menyadari guru memanggil namanya.“Ayuna maju ke depan!” Panggil Bu Kim. Ayuna tak menjawab, ia malah menatap buku sambil mencoret-coret asal. Pikirannya kosong.Dengan kesal Bu Kim mendekat. Membawakan penggaris panjang. Memukul kepala Ayuna pelan, “Ayuna!”“Hah! Iya Mi.” Ayuna terkejut sampai tak ingat apa yang sedang ia ucapkan. Buru-buru Ayuna menyumpal mulut dengan ke dua telapak tangan yang saling bertumpuk di mulut .“Mi? Emang saya Mei sedap hah?” teriak Bu Kim galak. Terkadang seorang guru akan keluar sifat aslinya jika berhadapan dengan murid paling mengesalkan.Semua siswa tertawa. “ Stop semuanya!” perintah Bu Kim. Kembali melirik Ayuna, “Ayuna maju ke de
Semilir angin menerbangkan gorden-gorden ruang Usaha Kesehatan Sekolah. Di mana di dalamnya ada dua bangkar untuk siswa-siswa yang sakit. Seorang gadis berkuncrit kuda duduk di samping bangkar. Menanti sahabatnya bangun. Ia terus mengolesi dengan minyak kayu putih. Di bawah hidung, perut dan kaki.Setelah kejadian pingsan di kantin. Seluruh mahasiswa heboh. Wanda dan Toby akhirnya membawa Ayuna ke UKS.Jemari Ayuna bergerak. Kelopak mata itu mengerjap-ngerjapkan. Mata Ayuna terbuka walaupun saya sayu. Dengan memegang pelipis mata, Ayuna bangun. “Yun tidur aja dulu. Kamu masih lemah.” Wanda menyuruh Ayuna berbaring kembali dan gadis itu menuruti. Tubuh Ayuna berbaring di atas bangkar. “Aku di mana?”“Di UKS. Tadi kamu pingsan di kantin.”“Hah pingsan.”“Iya.”“Terus aku sakit apa?”“Enggak tahu. Gue mencegah Bu Siksa buat periksa loe.&rdq
“Dia!” Mata Elang Eugene tak sengaja menangkap sosok pria yang sama dengan di foto. Pria berseragam SMA itu menyapa teman-temannya. Lalu memakai helm dan menancap gas.Eugene menaiki motor dan menancap gas. Menyusul Pria yang sudah bermain-main dengan Istrinya. Saat motor Eugene berhasil menyusul, mereka akhirnya bermain balapan. Saling menyalip satu sama lain.Tin! Tin!Eugene memencet klakson motor. “Berhenti!”Perlahan-lahan Lay mengurangi kecepatan motor. Ia menepi di dekat trotoar. Jalan itu juga sepi. Melihat Lay turun, Eugene ikut turun dari atas kendaraannya. Meremas-remas tangannya yang mengepal.“Maaf Pak Polisi, saya salah apa?” tanya Lay polos.Sebuah tinjuan melayang di pipi, “ Jangan dekati Ayuna!”Buk!Pipi Lay sedikit terlempar. Ia menyeka darah segar di ujung bibir. “Ah!” tersenyum tipis. “Anda siapa melarang saya?”“Saya