Share

Bab 3

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2021-10-13 00:14:33

BABY SITTER PLUS-PLUS

Bab 3

Setelah memberikan perintah pada Mbok Asih, Mila pun kembali ke kamarnya. Walaupun Mbok Asih sempat menolak, tapi ia harus tetap menjalankan misi ini.

Untuk selanjutnya, Mila menunggu suaminya di kamar. Ia ingin bicara empat mata pada Hendra. Menurutnya, laki-laki yang sedang mabuk wanita harus diperlakukan baik-baik, jangan langsung diserang.

"Mas, duduk di sampingku sini!" ajaknya. Kemudian ia pun duduk dan menyandar.

"Kenapa, Sayang?" tanya Hendra.

"Aku ingin tampil beda, boleh? Sepertinya wajahku sudah sedikit keriput, mungkin akibat banyaknya  pekerjaan yang menumpuk."

"Kamu masih cantik, kok. Aku nggak pernah bosan memandangmu, nih lihat mataku tertuju padamu," rayu Hendra pada istrinya yang mulai curiga.

"Mas, besok aku sudah nggak kerja, Tini mau aku pecat," ucap Mila membuat Hendra tersentak, posisinya menjadi berubah duduk ketika mendengar penuturan istrinya.

"Sayang, kasihan lah jauh-jauh dari kampung kok dipecat! Ayu juga sudah mulai dekat dengannya," cegah Hendra, ia tetap tidak menyetujui keputusan Mila berhenti kerja.

"Kalau begitu, kasih solusi yang tepat dong, agar pengeluaran juga nggak sia-sia." Hendra merenung sejenak, memikirkan ide bagaimana caranya untuk membuat istrinya tetap kerja, karena memang Hendra menginginkan itu.

"Sayang, meskipun aku menjadi pewaris usaha Papa, tapi kita nggak bisa berpangku tangan pada orang tua, bukankah hasil jerih payah berdua itu lebih bagus?" tanyanya membuat Mila tersenyum sinis. Ia menghela napas, sudah paham maksud dan tujuan suaminya menentang keputusan Mila untuk berhenti bekerja.

"Berati, surat pengunduran diri ini aku batalkan?" tanya Mila dengan sengaja sambil merobek kertas itu di hadapannya.

"Gitu dong, Sayang. Suami akan lebih bangga memiliki istri yang serba bisa, seperti kamu ini, bisa ngantor, bisa urus suami ketika sudah pulang dari luar kota," sambungnya sembari membuka kancing baju Mila. Ada getar di dada Mila, melihat suaminya membuka kancing bajunya hingga pusarnya.

"Mas, aku lagi haid," cegah Mila sembari menahan tangan suaminya.

"Yah, kamu kenapa nggak bilang dari tadi?" tanya Hendra. Kemudian, ia kembali merebahkan badannya. Sementara Mila, ia memasang kancing yang sudah dicopot oleh Hendra.

"Kamu nggak tanya dulu, main copot kancing aja," sindir Mila.

"Hadehhh, entar ke kamar sebelah deh," ceplos Hendra.

"Apa, Mas? Aku nggak dengar?" tanya Mila. 

"Itu, entar malam aku tidur saja, istirahat," elak Hendra. Mila pun menghela napas, tahu akal bulus suaminya.

Kemudian, tengah malam pun tiba. Hendra tidak akan pernah berani pindah kamar ketika ada istrinya. Namun, tidak dengan malam ini. Mungkin karena tadi sudah terlanjur menginginkannya, jadi ia terpaksa pindah ke kamar wanita simpanannya.

Tini yang tidak terbiasa melakukannya ketika ada Mila pun menolak. 

"Mas, aku nggak bisa jika ada istrimu, nanti saja ya kalau ia ke luar kota," tolak Tini. 

"Kamu tega? Mas, udah di ubun-ubun," bisiknya tepat di telinga wanita yang berasal dari kampung itu.

"Tapi, Mas ...." ucapan Tini terputus, tangan Hendra mendorong wanita itu dengan ganas ke ranjang.

Lampu kamar dimatikan oleh Hendra, kemudian ia melangkah dengan semangatnya menghampiri Tini. Kancing baju Tini dibukanya satu persatu, kemudian belum terbuka semuanya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. 

Hendra pun terperanjat dari tempat tidur, ia dan Tini kebingungan, siapakah yang tengah malam mengganggu aktivitas mereka berdua.

Hendra memakai kembali bajunya, karena memang belum melakukan apa-apa tapi sudah terganggu oleh ketukan pintu.

"Mas, kamu sembunyi di lemari," suruh Tini. Akhirnya Hendra pun bergegas sembunyi di dalam lemari.

Tini membuka pintunya, ternyata Ayu yang mengetuk pintu ditemani oleh Mbok Asih.

"Loh, Ayu, Mbok, kenapa tengah malam belum tidur?" tanya Tini sambil berpura-pura mengucek matanya.

"Kak, aku tidak ada bisa tidur, Mbok Asih juga, boleh tidur bersama kakak di sini?" rayu Ayu. Ia menganggap Tini kakaknya karena memang wanita itu masih belia, usianya masih 18 tahun.

"Aku ... aku tidak nyaman tidur bersama-sama," ucap Tini.

Kemudian, Ayu nyerobot masuk, begitu juga dengan Mbok Asih. Ia pun tiduran di kasur milik Tini yang besarnya ukuran nomer dua.

Mbok Asih mulai memejamkan mata, begitu pula dengan Ayu. Ada Tini yang tidak bisa tidur, memandang ke arah lemari dengan amat cemas. Ia mengkhawatirkan pria yang berada di dalamnya. Khawatir tidak bisa napas di dalam lemari.

"Tin, aku nggak biasa pakai AC, matikan ya!" ucap Mbok Asih. Kemudian, Ayu bangun, sambil mengucek mata.

"Aku nggak bisa tidur kalau nggak pakai AC," jawab Ayu.

Tini pun bingung, melihat mereka berdua, pikirannya hanya pada lemari yang berisikan Hendra di dalamnya.

"Atau kalau nggak aku pinjam baju hangat kamu, Tin!" rayu Mbok Asih sambil membuyarkan lamunan Tini.

"Tini, aku pinjam baju hangat," ucap Mbok Asih sekali lagi.

Kemudian, karena pikiran Tini sedang tidak seimbang, ia pun mengangguk dan mencoba mengambil baju yang berada di dalam lemari. 

"Astaga," Tini terkejut, ia baru ingat ketika dibuka ada Hendra di dalamnya. Padahal sedari tadi ia melihat isi lemari, tapi gara-gara kecemasannya yang berlebihan, akhirnya lupa bahwa ada Hendra di dalamnya.

"Kenapa Tini?" tanya Mbok Asih sembari menghampiri dan melihat ke arah lemari.

"Pak Hendra!" teriak Mbok Asih.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BABY SITTER PLUS-PLUS   Bab 50 Ektra Part

    Ekstra Part"Halo, Mbak Mila, kami sudah berada di Indonesia lagi," cetus Rika ketika ia menghubungiku."Syukurlah, aku amat bahagia dengarnya, apakah jenazah Dini dibawa ke Indonesia?" tanyaku."Nggak, ia meminta dikubur di sana, katanya tidak ingin membuat kita semua bersedih." Aku menghela napas sejenak, tak kusangka Dini yang berusia belia, sudah memikirkan ke arah sana."Astaga, anak itu, benar-benar mandiri sekali," ungkapku. "Lalu kalian sudah di rumah? Aku sedang tes lanjutan di rumah sakit.""Iya, kami di rumah orang tuaku, Mbak. Nanti aku hubungi lagi ya," celetuknya lalu telepon pun terputus.Setelah surprise yang diberikan oleh Dini alias Tini. Aku dan Mas Hendra memutuskan untuk melakukan pengobatan yang lebih rutin, uang yang diberikan olehnya, juga bukan sekadar hanya untuk berobat saja. Ya, kami sudah putuskan untuk membuat yayasan rehabilitasi, barangkali uang ini akan menjadi amal jariyah untuk Dini,

  • BABY SITTER PLUS-PLUS   Bab 49 Ending

    Bab 49Setibanya di rumah sakit, aku menanyakan di mana tempat Mas Hendra dirawat. Bagian informasi pun memberitahukan pada kami semua.Aku, Ayu, Mama, Papa, dan Mbok Asih pun segera bergegas ke kamarnya. Ruang VVIP tempat papa kemarin dirawat inap.Kulebarkan daun pintu dengan perlahan, khawatir Mas Hendra hendak tertidur. Namun, ketika aku membuka pintunya, karangan bunga muncul di hadapanku."Selamat ulang tahun, Mbak Mila," ucap Rika yang berada di balik karangan bunga itu. Aku pun memeluknya, dan menerima bunga tersebut."Terima kasih, ya Rika."Aku terharu dengan kejutan yang Rika berikan. Kemudian, kulihat wajah Mas Hendra yang sedang terbaring di ranjangnya. Ia tersenyum sambil memegang sesuatu.Aku langkahkan kaki ini ke arahnya, dan berhenti tepat di samping Mas Hendra."Selamat ulang tahun, Mila. Maafkan segala kesalahanku. Mungkin ini terakhir kalinya aku dapat memberikan kejutan

  • BABY SITTER PLUS-PLUS   Bab 48

    Bab 48Suster menganggukkan kepalanya di hadapan kami berdua, itu artinya benar adanya bahwa Mas Hendra dan Dini ada perkembangan."Sus, anak saya sadar?" tanya Mama mertuaku."Adik saya juga sadar?" tanya Mas Wisnu.Kami semua berharap kabar baik itu datang. Jadi dengan antusias Mas Wisnu selalu menyambar ucapan yang belum terlontarkan dari mulut suster."Jadi, kami punya harapan, kan Sus?" sambar Mas Wisnu kembali. Tangan Rika menarik lengannya, kemudian mengelus pundak Mas Wisnu."Mas, biarkan Suster bicara dulu, kita dengarkan suster terlebih dahulu, jangan nyerobot terus," tutur Rika mencoba cegah Mas Wisnu untuk tenang. Seberapa besar Mas Wisnu antusias dan berharap ada keajaiban untuk adiknya, mungkin sama rasanya dengan harapan Mama mertuaku yang berharap Mas Hendra sembuh."Baik, jadi untuk pasien Pak Hendra dan Dini, mereka sudah melewati masa kritisnya. Tadi kondisi Dini meman

  • BABY SITTER PLUS-PLUS   Bab 47

    Bab 47POV Mila"Aku pasrah, karena Dini telah melakukan hubungan bebas sudah hitungan tahun, sepertinya ini sulit untuk disembuhkan." Mas Wisnu pun sudah putus asa, ia tidak berharap banyak atas kesembuhan adiknya."Segala sesuatu, jika diiringi dengan doa pasti ada keajaiban di dalamnya," celetuk mama yang tiba-tiba ikut nimbrung. Mertuaku datang dengan memberikan ketenangan pada kami semua."Penyakit berbahaya sekalipun, jika sudah Allah berikan kesembuhan, maka akan sembuh. Mumpung baru jam sembilan pagi, kalian pergi ke mushola, lakukan salat taubat dan dhuha, doakan Hendra dan Dini." Mama mertuaku memberikan saran yang membuatku terenyuh. Ya, sudah lama sekali wajah ini tak menyentuh air wudhu.Aku bangkit, dan mengulurkan tangan ini pada Rika, lalu mengajaknya untuk melakukan apa yang mama mertuaku sarankan.

  • BABY SITTER PLUS-PLUS   Bab 46

    Bab 46POV WisnuFlashback ketika Pak Johan belum meninggal.Aku baru saja tiba di kota ini, kota yang kutinggal sejak lama hanya untuk mencari ketenangan di luar kota.Teringat pesan kedua orang tuaku, jika menetap di kota lagi. Tolong balas budi atas apa yang telah dilakukan oleh Pak Johan. Ia sangat berpengaruh dengan apa yang kami dapatkan sampai detik ini. Rumah yang kami miliki beserta perusahaan-perusahaan adalah jasa dari Pak Johan.Aku mencari keberadaannya. Ternyata ia ada di kota yang sama dimana tempat Dini tinggal.Aku menghubunginya. Namun, ia bilang akan keluar kota sore ini. Jadi, sebelum ia pergi, Pak Johan memintaku untuk menemuinya.Setibanya di kantor tempat Pak Johan, aku dipersilakan duduk olehnya."Kamu usia berapa Wisnu?" tanyanya."Sudah cukup umurlah, Pak," jawabku dengan canda."Mau kah kamu menikah dengan anakku? Ya, berharap j

  • BABY SITTER PLUS-PLUS   Bab 45

    Bab 45Pov MilaTernyata suami dari Rika itu adalah kakaknya Dini. Aku terkejut ketika ia menghampiri Mas Hendra. Tidak mungkin acara proses pemakaman akan berlangsung kisruh gara-gara perkelahian. Aku takkan membiarkan kekacauan pada suasana yang sedang berkabung ini."Mau apa kamu, Mas Wisnu?" tanyaku dengan cemas, tubuh ini sudah menghalangi ia agar tidak mendekati Mas Hendra. Bukan karena membela pezina, tapi aku hanya ingin menghormati keluarga almarhum tanteku."Hendra, kamu kah yang bernama Hendra?" tanyanya lembut membuat kami sedikit terkejut. Kukira ia akan memukuli, tapi justru membuat kami terbelalak dengan memberikan pertanyaan lembut."Iya, maafkan aku, Mas. Telah membuat adiknya, Mas, Della bunuh diri." Mas Hendra mengakui kesalahannya."Justru aku ingin meminta maaf, gara-gara Dini balas dendam, kamu dan keluarga kena imbasnya."Kini, aku bernapas lega, mereka sama-sama mengakui kesalahan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status