Share

Bab 3

BABY SITTER PLUS-PLUS

Bab 3

Setelah memberikan perintah pada Mbok Asih, Mila pun kembali ke kamarnya. Walaupun Mbok Asih sempat menolak, tapi ia harus tetap menjalankan misi ini.

Untuk selanjutnya, Mila menunggu suaminya di kamar. Ia ingin bicara empat mata pada Hendra. Menurutnya, laki-laki yang sedang mabuk wanita harus diperlakukan baik-baik, jangan langsung diserang.

"Mas, duduk di sampingku sini!" ajaknya. Kemudian ia pun duduk dan menyandar.

"Kenapa, Sayang?" tanya Hendra.

"Aku ingin tampil beda, boleh? Sepertinya wajahku sudah sedikit keriput, mungkin akibat banyaknya  pekerjaan yang menumpuk."

"Kamu masih cantik, kok. Aku nggak pernah bosan memandangmu, nih lihat mataku tertuju padamu," rayu Hendra pada istrinya yang mulai curiga.

"Mas, besok aku sudah nggak kerja, Tini mau aku pecat," ucap Mila membuat Hendra tersentak, posisinya menjadi berubah duduk ketika mendengar penuturan istrinya.

"Sayang, kasihan lah jauh-jauh dari kampung kok dipecat! Ayu juga sudah mulai dekat dengannya," cegah Hendra, ia tetap tidak menyetujui keputusan Mila berhenti kerja.

"Kalau begitu, kasih solusi yang tepat dong, agar pengeluaran juga nggak sia-sia." Hendra merenung sejenak, memikirkan ide bagaimana caranya untuk membuat istrinya tetap kerja, karena memang Hendra menginginkan itu.

"Sayang, meskipun aku menjadi pewaris usaha Papa, tapi kita nggak bisa berpangku tangan pada orang tua, bukankah hasil jerih payah berdua itu lebih bagus?" tanyanya membuat Mila tersenyum sinis. Ia menghela napas, sudah paham maksud dan tujuan suaminya menentang keputusan Mila untuk berhenti bekerja.

"Berati, surat pengunduran diri ini aku batalkan?" tanya Mila dengan sengaja sambil merobek kertas itu di hadapannya.

"Gitu dong, Sayang. Suami akan lebih bangga memiliki istri yang serba bisa, seperti kamu ini, bisa ngantor, bisa urus suami ketika sudah pulang dari luar kota," sambungnya sembari membuka kancing baju Mila. Ada getar di dada Mila, melihat suaminya membuka kancing bajunya hingga pusarnya.

"Mas, aku lagi haid," cegah Mila sembari menahan tangan suaminya.

"Yah, kamu kenapa nggak bilang dari tadi?" tanya Hendra. Kemudian, ia kembali merebahkan badannya. Sementara Mila, ia memasang kancing yang sudah dicopot oleh Hendra.

"Kamu nggak tanya dulu, main copot kancing aja," sindir Mila.

"Hadehhh, entar ke kamar sebelah deh," ceplos Hendra.

"Apa, Mas? Aku nggak dengar?" tanya Mila. 

"Itu, entar malam aku tidur saja, istirahat," elak Hendra. Mila pun menghela napas, tahu akal bulus suaminya.

Kemudian, tengah malam pun tiba. Hendra tidak akan pernah berani pindah kamar ketika ada istrinya. Namun, tidak dengan malam ini. Mungkin karena tadi sudah terlanjur menginginkannya, jadi ia terpaksa pindah ke kamar wanita simpanannya.

Tini yang tidak terbiasa melakukannya ketika ada Mila pun menolak. 

"Mas, aku nggak bisa jika ada istrimu, nanti saja ya kalau ia ke luar kota," tolak Tini. 

"Kamu tega? Mas, udah di ubun-ubun," bisiknya tepat di telinga wanita yang berasal dari kampung itu.

"Tapi, Mas ...." ucapan Tini terputus, tangan Hendra mendorong wanita itu dengan ganas ke ranjang.

Lampu kamar dimatikan oleh Hendra, kemudian ia melangkah dengan semangatnya menghampiri Tini. Kancing baju Tini dibukanya satu persatu, kemudian belum terbuka semuanya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. 

Hendra pun terperanjat dari tempat tidur, ia dan Tini kebingungan, siapakah yang tengah malam mengganggu aktivitas mereka berdua.

Hendra memakai kembali bajunya, karena memang belum melakukan apa-apa tapi sudah terganggu oleh ketukan pintu.

"Mas, kamu sembunyi di lemari," suruh Tini. Akhirnya Hendra pun bergegas sembunyi di dalam lemari.

Tini membuka pintunya, ternyata Ayu yang mengetuk pintu ditemani oleh Mbok Asih.

"Loh, Ayu, Mbok, kenapa tengah malam belum tidur?" tanya Tini sambil berpura-pura mengucek matanya.

"Kak, aku tidak ada bisa tidur, Mbok Asih juga, boleh tidur bersama kakak di sini?" rayu Ayu. Ia menganggap Tini kakaknya karena memang wanita itu masih belia, usianya masih 18 tahun.

"Aku ... aku tidak nyaman tidur bersama-sama," ucap Tini.

Kemudian, Ayu nyerobot masuk, begitu juga dengan Mbok Asih. Ia pun tiduran di kasur milik Tini yang besarnya ukuran nomer dua.

Mbok Asih mulai memejamkan mata, begitu pula dengan Ayu. Ada Tini yang tidak bisa tidur, memandang ke arah lemari dengan amat cemas. Ia mengkhawatirkan pria yang berada di dalamnya. Khawatir tidak bisa napas di dalam lemari.

"Tin, aku nggak biasa pakai AC, matikan ya!" ucap Mbok Asih. Kemudian, Ayu bangun, sambil mengucek mata.

"Aku nggak bisa tidur kalau nggak pakai AC," jawab Ayu.

Tini pun bingung, melihat mereka berdua, pikirannya hanya pada lemari yang berisikan Hendra di dalamnya.

"Atau kalau nggak aku pinjam baju hangat kamu, Tin!" rayu Mbok Asih sambil membuyarkan lamunan Tini.

"Tini, aku pinjam baju hangat," ucap Mbok Asih sekali lagi.

Kemudian, karena pikiran Tini sedang tidak seimbang, ia pun mengangguk dan mencoba mengambil baju yang berada di dalam lemari. 

"Astaga," Tini terkejut, ia baru ingat ketika dibuka ada Hendra di dalamnya. Padahal sedari tadi ia melihat isi lemari, tapi gara-gara kecemasannya yang berlebihan, akhirnya lupa bahwa ada Hendra di dalamnya.

"Kenapa Tini?" tanya Mbok Asih sembari menghampiri dan melihat ke arah lemari.

"Pak Hendra!" teriak Mbok Asih.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status