BABY SITTER PLUS-PLUS
Bab 2
Ada rasa sakit di dalam dada Mila, mendengar sedikit pengakuan putrinya. Itu artinya, minggu ini bukan kali pertamanya ia suami Mila melakukan hal ini.
Mila melepaskan handuk yang ia pakai untuk menutupi rambutnya yang basah. Kemudian, ia pergi menemui suaminya yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.
"Mas, aku mau berhenti kerja," pintanya ketika bersebelahan dengan suaminya, Hendra.
"Loh, kenapa berhenti? Kamu bilang bosen melakukan aktivitas ibu rumah tangga?" sanggahnya membuat Mila menghela napas dalam-dalam.
"Mas, aku kerja kan karena waktu itu perusahaan Papa kamu hampir bangkrut, sekarang kan sudah stabil lagi, aku akan berhenti," cetus Mila membuat posisi duduk Hendra berhadapan dengannya.
"Kamu mau apa, nanti Tini diberhentikan kerja gitu? Kasihan, kan sudah jauh-jauh dari kampung, lalu kamu berhentikan begitu saja, gitu!" tekan Hendra. Ia tampak tidak setuju dengan usulan dari istrinya. Padahal, Mila hanya mengetesnya saja.
Mila mulai mengetahui gerak-gerik suaminya, ia mulai tahu siapa Hendra sesungguhnya. Jadi, Mila tak usah berpikir panjang untuk menggugat cerai nantinya.
"Baiklah, kalau begitu, aku boleh minta sesuatu?" tanya Mila.
"Boleh, apa pun akan kuberikan untukmu," sahut Mila. Sementara itu, ada Tini yang ternyata sedang mendengarkan percakapan majikannya.
Gumbrang ....
Suara vas bunga pecah seketika membuyarkan obrolan mereka berdua. Permintaan Mila terhenti karena pecahnya vas bunga kesayangannya.
"Astaga, ada apa Tini?" tanya Mila sambil setengah berlari ke arahnya.
"Maaf, Bu. Kesenggol," lirihnya sambil menundukkan wajahnya. Tini agak sedikit diam, matanya tak berani menatap wajah majikannya.
"Ini vas bunga kesayanganku, aku minta ganti!" tekan Mila. Kemudian, suaminya turut menghampirinya.
"Hanya vas bunga, bisa beli lagi, nanti aku belikan!" imbuh Hendra. Mata Mila memerah, ada perasaan kesal terpancar pada netranya yang bulat.
Hendra kini lebih membela wanita yang kini menjadi benalu dalam rumah tangganya. Mila yang belum memiliki bukti apa pun, ia memutar otak untuk memikirkan bagaimana caranya membongkar rahasia perselingkuhan mereka.
Mila melangkahkan kakinya ke kamar, tiba-tiba ia teringat ucapan suaminya. Bahwa Tini diambil dari yayasan Sayang Bunda.
Kemudian, ia ketik nomer telepon yayasan tersebut, rencana ingin melaporkan perzinahan suaminya dan salah satu baby sitter dari sana.
Agar tidak terdengar oleh suami dan selingkuhan Hendra, Mila pun mengunci pintu kamarnya. Setelah itu, barulah ia menekan tombol memanggil.
"Halo, dengan ketua yayasan Sayang Bunda?" tanya Mila dengan suara sedikit pelan.
"Ya, benar, dengan siapa dan ada apa?" tanya wanita yang berada di seberang sana.
"Saya ingin menanyakan alamat baby sitter yang diambil dari yayasan Sayang Bunda beberapa bulan lalu," ungkap Mila.
"Memang ada masalah apa ya Bu?" tanyanya.
"Nggak, ingin kirim surprise untuk kedua orang tuanya," sahut Mila.
"Namanya siapa, Bu?"
"Tini Adinda," sahut Mila.
"Baik, Bu. Tunggu sebentar," timpalnya. Kemudian hening sebentar, setelah itu ia bicara kembali.
"Maaf, Bu, di sini tidak ada baby sitter yang bernamakan Tini Adinda," sahutnya membuat Mila kesal. Tangannya mengepal sepertinya darah seketika mendidih, karena suaminya ketahuan membohonginya.
"Baik, Bu. Terima kasih banyak atas waktunya," ucap Mila sembari mematikan teleponnya.
Sepertinya Tini bukanlah baby sitter resmi, ia hanya baby sitter plus-plus yang dibawa oleh Hendra ke rumahnya.
Mila teringat ketika ia pertama kalinya Tini datang.
***
Flashback beberapa bulan lalu"Bu, ada tamu," ucap Mbok Asih setelah membukakan pintu.
"Siapa, Mbok?" tanya Mila bingung, karena ia tidak ada janji dengan siapapun.
"Katanya baby sitter untuk non Ayu," jawabnya membuat Mila mengernyitkan dahinya.
"Suruh tunggu, Mbok!" perintahnya. Kemudian, Mila pun memakai baju yang lebih sopan, karena ia habis melakukan hubungan suami istri dengan suaminya.
Mila melangkahkan kakinya ke depan, Hendra memanggilnya selepas keluar dari kamar mandi.
"Mau ke mana, Sayang? Belum ke kamar mandi?" tanya Hendra sembari menggosok rambutnya yang basah.
"Ada tamu, katanya baby sitter, itu kamu yang sewa baby sitter, Mas?"
"Oh, iya. Aku yang sewa, dari yayasan Sayang Bunda, tanya aja kalau nggak percaya!" suruhnya. Hendra tahu istrinya tidak akan menyelidiki jika dicecar seperti itu.
"Oh, percaya kok! Tapi apa nggak boros ada Mbok Asih, sekarang baby sitter juga?"
"Mbok Asih udah tua, kasihan, lagi pula kamu sering ke luar kota, Ayu sering kesepian kala aku berangkat kerja," timpal Hendra.
"Ya sudah, kalau begitu kamu saja yang temui dia ya, aku mau mandi dulu!" jawab Mila sembari melepaskan kembali kimono yang ia kenakan.
Selepas mandi, Mila mendapati suaminya sedang menonton televisi. Ia pun menanyakan wanita yang ditugaskan menjadi baby sitter itu.
"Mana, Mas, orangnya?" tanya Mila.
"Di kamarnya, aku suruh di kamar tamu, ya," sahut Hendra. Mila agak heran kenapa tidak ditempatkan di kamar yang sama dengan Mbok Asih? Kan kamar Mbok Asih lumayan besar. Namun, ia hanya mengangguk tak mencurigai apa pun.
***
Rupanya Mila mengingat kejadian ketika Tini datang saja sudah diberikan fasilitas spesial oleh Hendra. Ketika itu Mila tidak memiliki firasat apa-apa karena perlakuan suaminya pada Mila semakin manja dan mesra.
Mila ke luar dari kamar, seperti biasa Mila melihat Ayu sedang disuapi oleh Tini di halaman depan.
Tiba-tiba Mbok Asih datang, yang katanya Hendra ia meminta mudik. Mila bergegas menghampiri Mbok Asih dan berbisik pertanyaan padanya.
"Mbok, baru pulang dari kampung? Memang ada apa?" tanya Mila pelan.
"Enggak Bu, Mbok dari rumah sodara, disuruh Bapak ke rumah saudara dulu, soalnya Bapak mau jemput Ibu katanya," sahut Mbok Asih pelan.
"Mbok, sini saya bisikin, saya butuh bantuan Mbok," bisik Mila tepat di telinga Mbok Asih. Dengan bantuan Mbok Asih, Mila akan mendapatkan bukti-bukti perzinahan yang dilakukan suaminya di rumahnya sendiri.
Bersambung
Ekstra Part"Halo, Mbak Mila, kami sudah berada di Indonesia lagi," cetus Rika ketika ia menghubungiku."Syukurlah, aku amat bahagia dengarnya, apakah jenazah Dini dibawa ke Indonesia?" tanyaku."Nggak, ia meminta dikubur di sana, katanya tidak ingin membuat kita semua bersedih." Aku menghela napas sejenak, tak kusangka Dini yang berusia belia, sudah memikirkan ke arah sana."Astaga, anak itu, benar-benar mandiri sekali," ungkapku. "Lalu kalian sudah di rumah? Aku sedang tes lanjutan di rumah sakit.""Iya, kami di rumah orang tuaku, Mbak. Nanti aku hubungi lagi ya," celetuknya lalu telepon pun terputus.Setelah surprise yang diberikan oleh Dini alias Tini. Aku dan Mas Hendra memutuskan untuk melakukan pengobatan yang lebih rutin, uang yang diberikan olehnya, juga bukan sekadar hanya untuk berobat saja. Ya, kami sudah putuskan untuk membuat yayasan rehabilitasi, barangkali uang ini akan menjadi amal jariyah untuk Dini,
Bab 49Setibanya di rumah sakit, aku menanyakan di mana tempat Mas Hendra dirawat. Bagian informasi pun memberitahukan pada kami semua.Aku, Ayu, Mama, Papa, dan Mbok Asih pun segera bergegas ke kamarnya. Ruang VVIP tempat papa kemarin dirawat inap.Kulebarkan daun pintu dengan perlahan, khawatir Mas Hendra hendak tertidur. Namun, ketika aku membuka pintunya, karangan bunga muncul di hadapanku."Selamat ulang tahun, Mbak Mila," ucap Rika yang berada di balik karangan bunga itu. Aku pun memeluknya, dan menerima bunga tersebut."Terima kasih, ya Rika."Aku terharu dengan kejutan yang Rika berikan. Kemudian, kulihat wajah Mas Hendra yang sedang terbaring di ranjangnya. Ia tersenyum sambil memegang sesuatu.Aku langkahkan kaki ini ke arahnya, dan berhenti tepat di samping Mas Hendra."Selamat ulang tahun, Mila. Maafkan segala kesalahanku. Mungkin ini terakhir kalinya aku dapat memberikan kejutan
Bab 48Suster menganggukkan kepalanya di hadapan kami berdua, itu artinya benar adanya bahwa Mas Hendra dan Dini ada perkembangan."Sus, anak saya sadar?" tanya Mama mertuaku."Adik saya juga sadar?" tanya Mas Wisnu.Kami semua berharap kabar baik itu datang. Jadi dengan antusias Mas Wisnu selalu menyambar ucapan yang belum terlontarkan dari mulut suster."Jadi, kami punya harapan, kan Sus?" sambar Mas Wisnu kembali. Tangan Rika menarik lengannya, kemudian mengelus pundak Mas Wisnu."Mas, biarkan Suster bicara dulu, kita dengarkan suster terlebih dahulu, jangan nyerobot terus," tutur Rika mencoba cegah Mas Wisnu untuk tenang. Seberapa besar Mas Wisnu antusias dan berharap ada keajaiban untuk adiknya, mungkin sama rasanya dengan harapan Mama mertuaku yang berharap Mas Hendra sembuh."Baik, jadi untuk pasien Pak Hendra dan Dini, mereka sudah melewati masa kritisnya. Tadi kondisi Dini meman
Bab 47POV Mila"Aku pasrah, karena Dini telah melakukan hubungan bebas sudah hitungan tahun, sepertinya ini sulit untuk disembuhkan." Mas Wisnu pun sudah putus asa, ia tidak berharap banyak atas kesembuhan adiknya."Segala sesuatu, jika diiringi dengan doa pasti ada keajaiban di dalamnya," celetuk mama yang tiba-tiba ikut nimbrung. Mertuaku datang dengan memberikan ketenangan pada kami semua."Penyakit berbahaya sekalipun, jika sudah Allah berikan kesembuhan, maka akan sembuh. Mumpung baru jam sembilan pagi, kalian pergi ke mushola, lakukan salat taubat dan dhuha, doakan Hendra dan Dini." Mama mertuaku memberikan saran yang membuatku terenyuh. Ya, sudah lama sekali wajah ini tak menyentuh air wudhu.Aku bangkit, dan mengulurkan tangan ini pada Rika, lalu mengajaknya untuk melakukan apa yang mama mertuaku sarankan.
Bab 46POV WisnuFlashback ketika Pak Johan belum meninggal.Aku baru saja tiba di kota ini, kota yang kutinggal sejak lama hanya untuk mencari ketenangan di luar kota.Teringat pesan kedua orang tuaku, jika menetap di kota lagi. Tolong balas budi atas apa yang telah dilakukan oleh Pak Johan. Ia sangat berpengaruh dengan apa yang kami dapatkan sampai detik ini. Rumah yang kami miliki beserta perusahaan-perusahaan adalah jasa dari Pak Johan.Aku mencari keberadaannya. Ternyata ia ada di kota yang sama dimana tempat Dini tinggal.Aku menghubunginya. Namun, ia bilang akan keluar kota sore ini. Jadi, sebelum ia pergi, Pak Johan memintaku untuk menemuinya.Setibanya di kantor tempat Pak Johan, aku dipersilakan duduk olehnya."Kamu usia berapa Wisnu?" tanyanya."Sudah cukup umurlah, Pak," jawabku dengan canda."Mau kah kamu menikah dengan anakku? Ya, berharap j
Bab 45Pov MilaTernyata suami dari Rika itu adalah kakaknya Dini. Aku terkejut ketika ia menghampiri Mas Hendra. Tidak mungkin acara proses pemakaman akan berlangsung kisruh gara-gara perkelahian. Aku takkan membiarkan kekacauan pada suasana yang sedang berkabung ini."Mau apa kamu, Mas Wisnu?" tanyaku dengan cemas, tubuh ini sudah menghalangi ia agar tidak mendekati Mas Hendra. Bukan karena membela pezina, tapi aku hanya ingin menghormati keluarga almarhum tanteku."Hendra, kamu kah yang bernama Hendra?" tanyanya lembut membuat kami sedikit terkejut. Kukira ia akan memukuli, tapi justru membuat kami terbelalak dengan memberikan pertanyaan lembut."Iya, maafkan aku, Mas. Telah membuat adiknya, Mas, Della bunuh diri." Mas Hendra mengakui kesalahannya."Justru aku ingin meminta maaf, gara-gara Dini balas dendam, kamu dan keluarga kena imbasnya."Kini, aku bernapas lega, mereka sama-sama mengakui kesalahan.