BABY SITTER PLUS-PLUS
Bab 5
Kemudian, Mila berusaha meredam amarahnya. Ia teringat bahwa keluarga Hendra harus mengetahui kebusukan anaknya. Ini agar Tini segera mendapatkan sanksi dari keluarga.
Begitu juga dengan Hendra, ia harus diberikan pelajaran terlebih dahulu.
"Sudahlah, Mas. Jangan bahas lagi, aku capek!" tutup Mila kemudian naik ke ranjang dan merebahkan tubuhnya.
Mila memastikan malam ini mereka takkan bersama, karena sebelum bergegas ke kamar, ia sudah memerintahkan Tini tidur bersama dengan Ayu di kamar anaknya.
"Nih kamu minum dulu," ucap Hendra, sepertinya ia memberikan obat tidur lagi ke dalam minuman Mila. Namun, Mila telah mengetahuinya.
Wanita itu lebih peka, meskipun sudah tertipu sekali, itu takkan mungkin terjadi yang kedua kalinya.
"Iya, aku minum, tapi kamu duluan, biar lebih romantis," sahut Mila. Wajah Hendra berubah kebingungan. Ia meletakkan kembali minuman yang sudah dibuatnya susah payah.
"Tapi aku bikin teh ini untukmu, dari tadi ini sudah dingin," elaknya. Mila pun tetap bersikeras agar suaminya mau meminumnya.
"Mas, kamu duluan yang minum, nanti aku mau deh penuhi keinginanmu," ucap Mila meyakinkan.
"Tapi, Sayang, kalau memang kamu mau, langsung saja nggak usah minum teh," sahut Hendra.
"Itukan teh sudah dingin, minumlah, aku pun nanti akan minum," sahut Mila lagi.
Kemudian, Hendra berhasil dirayu untuk meminumnya. Ia pun menenggak minuman yang bercampur dengan obat tidur. Akhirnya ia meminum minuman yang telah dibuatkan khusus mengelabui istrinya. Namun, kali ini tidak berhasil.
Mila hendak memejamkan mata, setelah melihat suaminya tertidur pulas hingga terdengar dengkurannya. Namun, tiba-tiba ponsel Hendra bergetar, rasa ingin tahunya Mila pun mulai muncul. Ia duduk lalu meraih ponsel yang berada di sebelahnya.
Sebuah pesan singkat dari adik sepupunya, Rika namanya. Kemudian, Mila membacanya melalui layar push up.
[Gimana sama Tini? Kapan mau disahkan?]
Mila mengernyitkan dahi, ia keheranan kenapa Rika ngechat suaminya seperti itu.
Kemudian, Mila teringat sesuatu, ketika arisan keluarga lima bulan yang lalu.
***
Flashback lima bulan yang lalu
"Mbak Mila ke mana?" tanya Rika, padahal ketika ia menanyakan keberadaan Mila, ia ada di belakangnya ngambil minuman.
"Nggak tahu, lagi momong Ayu kayaknya," ucap Hendra. Ia pun sama, tak melihat keberadaan Mila yang tertutup bunga ucapan semoga sukses.
Hari itu adalah pembukaan usaha yang dikelola oleh Rika. Sepupu Hendra yang jago dalam bidang usaha.
"Mas, aku tuh kurang sreg sama Mbak Mila, kayaknya ngatur-ngatur kamu gitu," sindir Rika. Ada rasa kesal kala itu ketika Mila mendengar celotehan dari mulut Rika.
"Kenapa memang? Dia istriku, wajarlah ngatur-ngatur," sahut Hendra.
"Makanya Mas cari istri yang dari kampung aja, jangan dari kota, jadi pinteran istrinya dari pada suami," ejek Rita membuat Mila geram, kemudian ia ke luar dari persembunyiannya.
"Ehem." Mila mengejutkan Rika yang sedari tadi membicarakannya.
"Eh Mbak Mila, sudah lama di belakang?"
"Baru, tapi aku dengar sedikit tadi." Mila menyindirnya.
Kemudian, Rika pun pergi entah ke mana. Ia menundukkan wajahnya ketika meninggalkan Hendra dan Mila.
Selang seminggu, Rika datang ke rumah Mila. Silaturahmi bersama suaminya.
Ketika itu, memang Rika banyak ngobrol berdua dengan Hendra lebih serius.
***
'Apa jangan-jangan, Tini adalah ....' gumam Mila dalam hati. Ia menduga bahwa Tini ini kenal juga dengan Rika.Mila bergegas ke kamar Tini. Mumpung ia sedang berada di kamar Ayu, saatnya Mila mencari tahu siapa sebenarnya Tini. Yang pertama Mila lakukan adalah mencari tanda pengenalnya. Ia cari di dalam tas yang dibawa saat datang ke sini.
Mila mencatat alamat yang tertera di KTP. Setelah itu, ia simpan alamat tersebut.
Tidak lama kemudian, ada foto terselip di tas tersebut. Foto wanita yang sepertinya Mila kenal.
Jantung Mila bergetar hebat, ketika foto yang ia temukan adalah foto Della, mantan kekasih suaminya. Apa hubungannya Tini dengan Della? Mila menautkan kedua alisnya. Ia menerka-nerka siapa sebenarnya Tini.
Alamat sudah ia pegang, foto wanita yang ia ingat pun menjadi titik terang perselingkuhan ini. Mila mulai yakin, bahwa suaminya selingkuh sudah lama sebelum Tini tinggal di sini.
Mila hendak kembali ke kamar, tapi tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan Tini di hadapannya ketika membuka pintu kamar.
"Bu Mila ngapain?" tanya Mila menyelidik. Wajahnya yang lebih muda lima tahun dariku, membuat Tini masih bersikap sopan.
Mila terdiam, memutar matanya mencari alasan apa pada Tini. Sebenarnya tak perlu mencari alasan, rumah itu adalah rumah Mila. Itu hak Mila untuk keluar masuk kamar pembantu atau pun baby sitternya. Namun, Mila harus tetap terlihat bijaksana dan memberikan hak privasi pada pesuruhnya di rumah.
"Ngapain, Bu?" tanya Tini sekali lagi.
Bersambung
BABY SITTER PLUS-PLUSBab 6"Aku ingin mencari bukti, lagi pula, ini rumahku, memang kamu ada hak ngatur-ngatur majikan?" ejek Mila pada Tini. Dadanya sontak bergemuruh, ingin marah pada saat Mila mengolok-oloknya. Namun, ia tahan karena Tini sadar bahwa ia bukan siapa-siapa."Permisi, saya mau masuk," cetus Tini.Kemudian, Tini pun menghela napas dalam-dalam, ia masuk tanpa menanyakan lagi pada Mila untuk apa masuk ke kamarnya.Mila pun tersenyum tipis, ia kembali ke kamarnya. Setelah masuk dan merebahkan tubuhnya. Mila pun memikirkan terus menerus hubungan antara Rika, Della dan Tini.Ia mencoba mencari sosial media milik Rika, kebetulan ia berteman dengannya. Setelah itu, ia cari di pertemanan yang bernama Della dan Tini.Ada banyak nama yang mirip, akhirnya ia klik satu persatu. Ketika ia klik profil Della, ternyata di wall pribadi ada foto bersama Tini.Mila mengernyitkan dahinya, penasa
BABY SITTER PLUS-PLUSBab 7Pov MilaAku mengeluarkan tangisan di hadapan Mas Hendra. Sehingga membuat Hendra panik dan cemas melihat kondisiku saat ini.Kulepaskan dekapannya, kemudian kuambil secarik kertas sebelum membuka laptop yang kepegang, dengan hentakan kaki pelan, aku meletakkan kertas dan pulpen di atas pahanya."Apa ini?" tanya Mas Hendra. Kedua alisnya ia tautkan ketika melihat aku memberikan secarik kertas."Baca saja!" sahutku. Kemudian matanya mulai menatap dan membacanya dari atas ke bawah.Setelah membaca dengan teliti, ia menghela napas dalam-dalam. Kemudian, memejamkan matanya sejenak. Lalu bicara berhadapan denganku."Kenapa semua aset minta dipindah atas namamu?" tanyanya pelan."Wajar, aku istri sah kamu, dan Ayu darah dagingmu," sahutku sambil terisak."Alasannya apa? Kalau aku tidak mau, kamu minta cerai?" tanyanya.Kemudian, aku membu
BABY SITTER PLUS-PLUSBab 8Pov MilaTin ... tin ....Aku terus menerus menyalakan klakson mobil, karena Mas Hendra tak mau minggir."Papa!" teriak Ayu yang tiba-tiba ke luar dari rumah. Ia melangkah ke depan mobilku juga. Lalu bicara pada Mas Hendra, papanya. Kulihat di ujung pintu, ada pelakor yang sedang berdiri tengah menyaksikan pertengkaran kami berdua.Kemudian, terpaksa aku turun, untuk menenangkan anakku lebih dulu. Tak lupa mengunci pintu mobil, agar tidak ada yang masuk dan mengambil semua bukti yang telah aku pegang.Aku dengar celotehan Ayu yang sangat menggemaskan. Ia menanyakan semua yang ingin diketahuinya. Kenapa Mas Hendra tidak berpikir sebelum selingkuh, ada Ayu yang akan kehilangan mama dan papanya secara utuh. Aku sudah tidak mungkin menyatukan hati yang sudah hancur.Baginya mungkin ini sebuah kesalahan kecil, tapi tidak untukku. Semua perselingkuhan adalah kejahatan, selingk
BABY SITTER PLUS-PLUSBab 9"Pah, jangan lihat video itu," rayu Mas Hendra. Aku pun meliriknya, lalu menarik bibirku yang sebelah, agar terlihat sinis dan tegar di hadapan Mas Hendra, padahal hati ini rapuh ingin teriak sekencang-kencangnya."Eyang ... Ayu pingin jus melon," ucap Ayu yang tiba-tiba datang meminta jus, aku rasa ini hasutan Tini, tidak mungkin Ayu meminta pada Eyangnya sambil merengek seperti itu."Ayu, Sayang, kamu main dulu, ya. Mama adalah urusan, nanti jus nya diantar oleh pelayan," sahutku pelan. Ayu pun mengangguk dan kembali ke tempat arena bermain.Sedangkan aku kembali fokus pada video yang sudah kusimpan di laptop.Aku scroll bagian video durasi lima belas menit, tapi kucari sudah tidak ada, apa dihapus oleh Mas Hendra ketika Ayu merengek minta jus?Aku menoleh ke arah Mas Hendra, kemudian melihat ia tersenyum tipis ke arahku. Lalu ia berbisik tepat di telingaku, "Kamu kalah
Bab 10Aku meraih secarik kertas yang berisikan pemindahan aset perusahaan atas nama Ayu. Ada rasa gemetar ketika mama menuduhku yang bukan-bukan. Ya, aku akui kesalahan yang sangat gegabah dalam mengambil tindakan. Seharusnya, aku bicarakan ini ketika berhadapan dengan mama juga.Nasi sudah menjadi bubur, tak mungkin bisa diulang kembali. Aku tetap mengakui kesalahan yang membuat papa terkena serangan jantung."Mah, maaf ya, tapi bukan ini penyebabnya," sahutku sambil menyeka air mata yang sudah mengembun di sudut netraku."Lalu apa?" tanyanya dengan mata membulat. Tiba-tiba Mas Hendra datang sambil menggendong Ayu."Kamu tahu apa yang telah dibicarakan Mila, Hendra?" Mas Hendra seketika tercengang sambil menelan salivanya, terlihat dari kerongkongannya yang bergerak.Kemudian, baby sitter yang sangat cari perhatian itu menghampiri juga."Ayu, ikut kakak, yuk!" pinta Tini."Kamu sudah
Bab 11Aku mundur satu langkah agak ke belakang, khawatir malah memperkeruh keadaan. Namun, ternyata khayalanku salah."Usir laki-laki baji*gan ini, Mah!" cetus papa meskipun sambil memegang dadanya. Mama yang tadi sempat menyalahkan aku atas sakitnya papa pun terlihat kebingungan. Matanya menyipit ke arahku, kedua alisnya ditautkan bagai ulat bulu."Mila, ke sinilah!" suruhnya.Aku menghampiri papa selangkah kembali, tapi papa meminta untuk terus mendekat."Ada apa ini? Kenapa Papa malah memanggil istrimu dan mengusir kamu, Hendra!" cecar mama. Mas Hendra pun mulai mengeluarkan keringat dingin, ia tampak gugup hingga melipat bibirnya ke dalam."Mah, usir dia bersama wanita jalang yang bernama Tini, usir Mah!" sentak papa hingga terbatuk-batuk."Pah, Papa tenang ya, maafkan Mila, Pah," lirihku pada papa."Kamu tak perlu minta maaf, Mila, aku tak sudi memiliki anak peng
Bab 12"Tini! Apa-apaan kamu bicara seperti itu dengan anakku," cetusku."Sudah Mila, jangan ribut di rumah sakit!" cegah mama."Iya, Mah.""Tini, saya pinta kamu pergi dari sini!" seru mama."Tapi Bu, nanti Ayu sendirian," sahutnya."Kamu pergi! Jangan kembali lagi ke rumah anak menantu saya!" tegas mama sekali lagi. Tini pun meraih tasnya, lalu ia pergi dengan cepat.Wanita yang sudah menghancurkan hubungan rumah tangga orang lain, menurutku dia bukan wanita baik. Jadi, jika dijadikan pengasuh pun tidak akan baik untuk Ayu.Aku bernapas lega, karena mama sudah mengusir wanita yang sengaja masuk dan hadir di tengah-tengah keluargaku."Bu, Ayu saya bawa pulang ya!" celetuk Mbok Asih tiba-tiba. Aku yang sedang melamun terkejut hingga buyar semuanya."Silahkan, Mbok. Oh ya, satu lagi, pastikan Tini sudah angkat kaki dari rumah," perintahku pad
Bab 13"Aku percaya pada Mila, ketimbang kamu, Rika," ucap mama masih dengan tatapan nanar. Namun, ucapannya barusan membuatku bernapas lega. Jantungku yang tadi berdegup sangat kencang mulai normal kembali."Mah, terima kasih telah mempercayaiku lagi," sahutku sambil mengelus-ngelus punggungnya.Kemudian, mama mengajakku duduk di sudut kursi tunggu. Kami melewati Mas Hendra yang sedang duduk menunggu kabar kondisi papa juga. Ia bangkit ketika kami lewat."Mah, mau ke mana?" tanya Mas Hendra, tapi mama terdiam, tak menjawab pertanyaan Mas Hendra."Bude, aku pamit ya," ucap Rika menghampiri. Aku rasa ini karena mama tak percaya ucapannya tadi.Rika mengecup punggung tangan mama, tapi tak ada respon senyuman yang terpancar di wajah mama untuk Rika."Mas, aku balik ya, semoga Pakde lekas sembuh," sambung Rika."Makasih, Rika," sahut Mas Hen